Pelatihan SIG atau Sistem Informasi Geografi yang di lakukan Amira bersama teman-teman sebagai kegiatan dalam semester 3, siapa sangka akan mempertemukan Amira dengan seorang pria yang akan menjadi tambatan hatinya. Sang asisten Dosen pelatih yang awalnya Amira kira sangat menyebalkan namun dengan cara ajaib bisa meluluhkan hatinya, membuatnya jatuh cinta dan menerima kehadiran pria itu sebagai pemiliki hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firda 236, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TWENTY FIVE
Mengesalkan karena aku hanya makan dan tidur seperti manusia tak berdaya dan nyaman karena itu semua dari Mas Fahmi tanda perduli pria itu. Astaga aku bahkan masih ingat kala dengan cepatnya dia mengambil alih semua piring yang hendakku cuci dan mengambil tugas itu tanpa ragu sedikitpun itu juga berlaku untuk baju-baju. Sedikit aneh dan memalukan namun entah kenapa aku justru merona memikirkan hal itu sekarang. Astaga!
Aku spontan menoleh, kala sudut pandang ku mendapati Mas Fahmi yang tengah mengarahkan kamera handphone nya ke arahku.
"Mas lagi ngapain sih?" dia buru-buru menjauhkan handphone nya dari jangkauan ku. Tak menyerah aku berusaha menggapainya, tak perduli setinggi apa dia mencoba menjauhkannya.
"Mas sini gak Handphone nya! Apus gak ihh Mas! "
"Apasih Mi, orang gak ada apa-apa. Apa coba yang mau di apus? " dia masih kekuh berusaha menjauhkan handphone nya dengan tawa renyah meledek ku yang tak kunjung bisa menggapai handphone nya.
Hingga, dering panggilan masuk ke handphone Mas Fahmi menghentikan gerakan kami, aku memberi jarak membiarkan Mas Fahmi mengangkat telfon walau tanganya tak kunjung melepaskan tanganku yang semula dia tahan ditengah perebutan kami barusan.
Aku terdiam, masih setia memperhatikan setiap ekspresi yang Mas Fahmi tampilkan yang kebanyakan hanya mengangguk, menggeleng, dan mengerutkan kening dengan bibir yang ditipiskan. Kurasakan tangan Mas Fahmi yang menegang diatas tangan ku, sebelum terlepas dan berganti menjadi pijatan di pelipis juga remasan frustasi pada rambut pria itu di susul beranjaknya Mas Fahmi menuju kamar yang selama 3 hari ini di tempatinya, dengan aku yang masih setia terdiam memperhatikan.
10 menit kemudian Mas Fahmi kembali menghampiri ku dengan usapan lembut yang pria itu labuhkan dari kening hingga rambut bagian atas ku mungkin sekaligus mengecek demam ku. Dia mendudukan dirinya kembali ke posisi semula tepat di sebelahku mengambil tangan ku untuk kembali dia genggam dengan usapan-usapan lembut pada punggung tanganku.
"Telfon dari siapa Mas? " aku mengajukan tanya, Mas Fahmi mengulas senyum lembut seperti biasa, tapi entah kenapa aku merasakan keraguan dalam senyum dan tingkahnya sekarang.
"Telfon dari kantor Mi"
"Ada kendala ya? " tanya ku sekali lagi. Mas Fahmi mengangguk.
"Ada yang harus di urus secara langsung di kantor sama Mas. Mereka minta supaya Mas besok harus dateng ke kantor" aku mendesah kecil, namun tak ayal mengangguk mengerti. Menggenggam tangan Mas Fahmi dengan tepukan-tepukan pelan menenangkan.
"Mas gak mau ninggalin Ami. Mas.. Masih khawatir apa lagi demam kamu yang belum turun " aku mengulas senyum, bukan mengejek atau menghina keadaan Mas Fahmi sekarang. Tapi tersenyum karena rasa syukur ada seseorang yang sangat menghawatirkan ku selain Mamah dan Papah.
"Mas.. " ku tatap Mas Fahmi yang memandangku lembut.
"Ami baik-baik aja. Lagian saya gak sendiri di rumah. Ada mamah sama Papah. Mas Fahmi gak perlu terlalu khawatir. Demamnya juga udah mulai turun, besok juga udah sembuh" ucapku meyakinkan, karena bagaimana pun pekerjaan Mas Fahmi juga tak kalah penting, dan aku sadar tak baik untuk Mas Fahmi terlalu lama di rumah ini dengan para tetangga yang mulai membicarakannya.
"Kamu yakin?" aku mengangguk dengan senyum tulus. Membiarkan Mas Fahmi memeluk ku, mengurai risaunya.