Naya seorang istri yang sedang hamil harus menerima takdir ditinggal suaminya karena kecelakaan. Pada saat sedang dalam perjalanan ke kampung halaman, suaminya yang bernama Ammar jatuh dari Bus antar kota yang ugal-ugalan.
Sebelum Ammar tewas, dia sempat ditolong oleh sahabatnya yang kebetulan mobilnya melintas di jalan tol. Tak disangka Ammar menitipkan amanah cinta kepada sahabatnya bernama Dikara yang berprofesi sebagai dokter.
Padahal saat itu Dikara sudah bertunangan dengan seorang wanita yang berprofesi sama dengannya.
Akahkah Dika menjalani amanah yang diberikan sahabatnya? Atau dia akan tetap menikahi tunangannya?
Apakah Naya bersedia menerima Dikara sebagai pengganti Ammar?
Cinta adalah amanah yang diberikan Allah SWT terhadap pasangan. Namun bagaimana jadinya jika amanah itu dinodai oleh pengkhianatan?
Yuk lah kita baca selengkapnya kisah ini!
Happy reading!💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 Begitu sakit Melepasmu
Setelah masa iddah selesai, Dikara dan Naya akhirnya menikah. Tepatnya setelah perayaan idul adha. Ada kelegaan pada diri Dikara setelah mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu dan para saksi.
Dikara menyematkan cincin berlian di jari manis Naya. Seraya tersenyum, lalu mencium kening istrinya tersebut cukup lama sambil merapalkan doa kebaikan buat istrinya.
Amanda menatap nanar kedua pasangan yang sedang berbahagia tersebut. Mereka terlihat sudah berdiri menyalami tamu-tamu di atas singgasana.
Mereka bak raja dan ratu dalam sehari. Tidak bisa dipungkiri, Naya memang cantik, tidak terlihat jika sudah memiliki seorang anak.
"Seharusnya aku yang berdiri di sana bukan dia. Aku yang pantas bukan dia. Ya Allah sulit sekali untuk bisa menerima kenyataan ini," gumamnya membatin.
Amanda memejamkan kedua matanya sejenak untuk bisa melupakan kenangan manis bersama Dikara yang berujung menyakitkan.
Irwan yang sejak tadi memperhatikan Amanda, menghampirinya.
"Ke sana yuk! Ingat kamu harus terlihat kuat, Manda. tunjukkan pada Dikara kalau sebenarnya kamu sudah bisa move on darinya,"
Irwan hanya ingin Dikara merasa tenang melihat Amanda baik-baik saja setelah ia putuskan beberapa bulan yang lalu.
Irwan ingin Dikara tidak terbebani dengan kondisi Amanda sekarang. Ia tahu, Dikara belum sepenuhnya bisa melepaskan Amanda hanya karena khawatir keputusannya bisa memperburuk keadaan Amanda.
Saat itu Dikara memohon dengan sangat agar Irwan bersedia menggantikan posisinya sebagai calon suami Amanda. Gayung bersambut. Irwan menerima permohonan Dikara. Ia sangat bahagia karena sebenarnya ia pun mencintai Amanda. Kini Irwan tersenyum menatap Amanda yang masih terlihat sedih. Ia mengulurkan tangannya.
Amanda menatap uluran tangan Irwan. Ia ragu untuk meraihnya. Tidak mudah baginya untuk pindah ke lain hati. Cintanya pada Dikara begitu besar. Seraya memalingkan pandangannya.
"Tidak usah ragu untuk memulai, Amanda. Aku akan selalu menanti keputusanmu menerimaku untuk menikah dan menjadikanku sebagai suami bukan sebagai pacar," Irwan tersenyum masih mengulurkan tangannya.
Amanda menatap Irwan kembali dengan sendu. Ia merasa bahwa Irwan benar, ia harus terlihat kuat dan bisa melupakan Dikara.
Ia menarik napasnya lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Seraya meraih tangan Irwan, meskipun ragu namun ia harus melakukannya, ditambah kedipan Irwan yang memaksanya untuk meraih tangan tersebut.
"Hanya untuk hari ini," katanya lembut.
"Terima kasih, Irwan," katanya dengan suara sendu.
Irwan tersenyum dan menggenggam tangan Amanda menuju singgasana, tempat Dikara dan Naya bersanding. Mereka terlihat sedang berfoto bersama.
Amanda merasa sedikit tidak nyaman, tapi ia berusaha untuk terlihat kuat dan bahagia. Ia tidak ingin Dikara melihatnya sedang menderita batin.
"Selamat ya Bro, akhirnya sold out juga!"
"Terima kasih," Dikara menatap genggaman tangan Irwan yang begitu erat menggenggam tangan Amanda. Tidak dipungkiri ada rasa cemburu menjalar dalam hatinya.
Ia berusaha untuk bersikap bahagia walaupun ia sedih melihat Amanda. Ia harus membuang pikiran-pikiran negatif yang bersarang di dalam pikirannya. Apalagi Dikara juga yang membuat keputusan menikahi Naya termasuk menyerahkan Amanda kepada Irwan.
Sakit hati yang ia rasakan bisa tertutupi dengan senyum Naya yang selalu terpancar dari bibirnya. Ia melihat istrinya itu bahagia dengan pernikahan keduanya.
"Sebentar lagi kita juga akan menikah, iya kan Sayang," ujar Irwan merangkul Amanda di hadapan Dikara.
Amanda terhenyak, menatap lengan Irwan yang menempel di bahunya. Tubuhnya mendadak kaku. Untuk senyum saja, rasanya susah dilakukan. Ia tidak bisa mengiyakan ucapan Irwan.
"Sayang kok melamun? Pasti sedang memikirkan tentang pernikahan kita kelak. Tenang Sayang sebentar lagi kita akan menikah," ujar Irwan mantap, yang membuat wajah Amanda bersemu.
Dikara tidak kalah terhenyak dengan keputusan Irwan yang secepat kilat mengumumkan kedekatannya dengan Amanda sampai rencana pernikahan.
"Waah selamat juga ya buat kalian! Aku bahagia dengarnya. Semoga acaranya dipermudah dan dilancarkan sampai hari yang sudah ditentukan. Jangan lupa undang kami!" kata Dikara menutupi rasa sedihnya dengan senyuman yang terpaksa.
Amanda tergagap lalu tersenyum kaku dan mengangguk. "Ya, aku bahagia, akhirnya aku bisa melupakan masa lalu yang sangat menyakitkan," katanya dengan suara yang lirih.
Irwan bisa bernafas lega walaupun ia tahu ucapan Amanda belum pasti. Irwan menggenggam Amanda dengan erat, menunjukkan bahwa ia sangat mencintainya.
Naya melirik interaksi mereka yang menyebabkan antrian yang cukup panjang. Naya berdehem.
Menyadari hal itu, Irwan menuntun Amanda untuk segera turun dari singgasana.
Dengan halus, Amanda melepas genggaman tangan Irwan.
"Maaf Wan, aku belum bisa," ia berlalu begitu saja.
Irwan mengikuti Amanda ke luar dari tempat resepsi yang diselenggarakan di sebuah hotel.
"Amanda kumohon dengarkan dulu penjelasanku!"
Amanda menghentikan langkahnya, lalu membalikan badannya.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Wan. Aku hanya belum bisa menerima siapa pun untuk menggantikan Dikara di hatiku. Kamu tahu? Aku sulit mencintai lelaki lain. Tapi kalau aku sudah mencintainya, aku akan berusaha untuk setia. Ketahuilah Wan. Kalau kamu memang jodohku, kita pasti akan hidup bersama. Tapi tidak dalam waktu dekat ini. Aku masih..." Amanda menangis.
"Aku antar kamu pulang. Aku janji aku akan setia menunggumu,"
"Tidak perlu mengantarku dan tak perlu menungguku, Wan. Kalau memang ada wanita lain yang lebih baik dari aku, aku..."
Amanda tidak bisa melanjutkan kalimatnya, ia tidak kuat menahan air mata yang berebut keluar dari kelopak matanya. Ia merasa sedih dan kecewa karena tidak bisa mencintai Irwan seperti yang diharapkan. Ternyata pura-pura bahagia di hadapan Dikara itu sangat menyakitkan.
Irwan memandang Amanda dengan mata yang sedih dan kecewa. Ia tidak bisa memaksakan Amanda untuk mencintainya, tapi ia tidak bisa meninggalkan Amanda dalam keadaan yang terpuruk. Ia terlanjur sayang pada Amanda. Ia hanya berharap Amanda dan dirinya berjodoh walaupun belum bisa menentukan waktunya.
"Aku tidak akan menyerah, Amanda. Aku akan terus menunggumu dan berharap bahwa suatu hari nanti kamu akan mencintai aku," katanya dengan suara yang lembut. Amanda tersenyum sedih dan mengangguk.
"Terima kasih, Wan. Aku akan selalu mengingatmu, tapi aku tidak bisa janji untuk bisa hidup bersamamu. Setelah ini, aku akan mengundurkan diri dari rumah sakit. Terlalu sakit kalau harus melihatnya setiap hari," katanya membuat Irwan bergeming.