NovelToon NovelToon
No Khalwat Until Akad

No Khalwat Until Akad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Spiritual / Beda Usia
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: idrianiiin

Nikah itu bukan penyelamat hidup, tapi pergantian fase. Dari yang semula melajang menjadi berpasangan. Bukan pula sebagai ajang pelarian agar terbebas dari masalah, justru dengan menikah trouble yang dihadapi akan semakin kompleks lagi.

Tujuan pernikahan itu harus jelas dan terarah, agar menjalaninya terasa mudah. Jangan sampai menikah hanya karena desakan orang tua, dikejar usia, atau bahkan ingin dicukupi finansialnya.

Ibadah sepanjang masa, itulah pernikahan. Diharapkan bisa sekali seumur hidup, tidak karam di pengadilan, dan berakhir indah di surga impian. Terdengar sederhana memang, tapi pada prakteknya tidak semudah yang diucapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26-Sogokan?

Mataku hampir meloncat dari tempatnya saat melihat gambar yang baru saja Bang Fariz kirimkan melalui pesan singkat. Aku menuntut penjelasan lebih, apa maksudnya coba?

"Aku gak menerima sogokan dalam bentuk apa pun!" tegasku.

Bang Fariz malah tertawa dengan begitu puasnya. "Tindakan sogok-menyogok itu dosa. Mana mungkin Abang mau melakukannya."

"Ya terus maksud Abang apa coba?"

Bang Fariz menggenggam tanganku, mata kami pun saling bertemu. "Itu hadiah buat kamu, nggak mewah memang tapi Abang yakin kamu pasti sangat membutuhkannya."

Aku kembali melihat gambar tersebut, dan aku kembali terperangah saat melihat potret sebuah bangunan yang terpampang nyata di sana. Mataku mengabur karena menahan tangis haru. Bagaimana mungkin Bang Fariz yang dikenal pelit serta perhitungan, kini malah memberiku sebuah butik impian yang selama ini hanya sebatas angan.

"Prasta Boutique. Bangunannya sudah selesai, tinggal kamu isi dengan beragam produk dari brand kamu. Bangunan dan tanahnya juga atas nama kamu, sertifikatnya ada di rumah. Nanti kamu lihat sendiri yah," tutur Bang Fariz semakin membuatku melongo tak percaya.

"Bang Fariz jangan becanda. Ini gak lucu!"

Bang Fariz malah terkekeh pelan dan mengacak puncak kepalaku yang tertutup khimar. "Anggap saja itu hadiah atas kesabaran kamu dalam menghadapi Abang yang selama ini sangat menyebalkan. Ini memang gak akan sebanding, tapi Abang harap kamu suka dan mau menerimanya."

"Sejak kapan Abang membangunnya? Kenapa gak bilang-bilang aku?"

"Pastinya Abang lupa, kalau gak salah dua bulan lalu. Kamu bukan tipikal perempuan yang suka sama perhiasan ataupun koleksi barang-barang branded. Makanya Abang inisiatif buat bangunin kamu butik, selain bisa memajukan usaha kamu, butik itu juga bisa menjadikan kamu sebagai perempuan yang berdaya."

"Ini tuh masuk ke dalam keajaiban dunia. Kejadian langka yang harus diabadikan," kataku seraya geleng-geleng kepala saking tidak percayanya.

"Sebenarnya mau Abang tunjukkan semalam, tapi kamu sudah terlanjur salah paham sama pengakuan Abang. Padahal itu hanya pembuka, supaya kamu gak jantungan saat Abang kasih hadiah butik. Karena pada dasarnya sifat pelit dan perhitungan Abang itu bukan bawaan diri, hanya sebatas ketakutan dan trauma yang selalu tiba-tiba datang menghampiri. Aslinya Abang ini baik hati dan ringan dalam memberi."

Aku memutar bola mata malas mendengar kalimat terakhirnya. Percaya diri sekali Bang Fariz ini.

"Pelit dan perhitungannya Bang Fariz, kan limited edition. Hanya berlaku sama aku doang!"

Tanpa tahu malu Bang Fariz malah tertawa terbahak-bahak.

"Mulai sekarang Abang akan berusaha untuk menghilangkannya sedikit demi sedikit. Abang gak mau kayak semalam lagi, Abang gak bisa tidur nyenyak karena mikirin kamu," katanya terdengar tulus dan bersungguh-sungguh.

Alisku terangkat satu. "Abang pasti tukeran posisi yah sama Mama. Ngaku!"

Bang Fariz mengangguk kecil seraya menggaruk belakang kepalanya beberapa kali.

"Asal kamu tahu, Abang diamuk Mama habis-habisan sebelum akhirnya diizinin tidur sama kamu. Perlu perjuangan itu, gak semudah yang kamu pikirkan," terangnya mulai bercerita.

"Masa iya?"

Bang Fariz mengangguk semangat. "Mama tuh lebih sayang sama kamu, dibanding sama Abang yang merupakan anak kandungnya sendiri. Kuping Abang panas diceramahi dan juga dijewer sampai merah, belum lagi badan Abang sakit karena dijadikan samsak sama Mama. Guling jadi saksinya tuh."

Aku tak kuasa untuk menahan tawa, apalagi melihat ekspresi Bang Fariz saat bercerita sangat ekspresif. Jika aku menyaksikan langsung pergulatan di antara mereka pasti akan lebih seru.

"Sepertinya aku harus berterima kasih sama Mama."

Bang Fariz berdecak. "Seneng banget kamu lihat suaminya dinistakan."

Kupasang wajah seolah mengkhawatirkan keadaannya. "Uluh-uluh, kasiannya. Mana coba yang sakit?"

Bang Fariz malah bergidik, setelah itu dia menggelitiki pinggangku tanpa ampun.

Aku menggelinjang dan berusaha untuk menjauhkan diri. Tawa kami pecah tak terbendung karena saling menjahili satu sama lain.

"Bagus! Ditungguin buat sarapan malah main gelitikan kayak bocil."

Kegiatan kami pun langsung terhenti saat mendengar suara Mama yang tengah berdiri di ambang pintu seraya geleng-geleng kepala.

Aku bersembunyi di balik punggung lebar Bang Fariz, karena wajahku yang sudah merah seperti kepiting rebus.

"Mama ganggu aja. Gak bisa banget kayaknya lihat anak menantunya seneng," ujar Bang Fariz begitu enteng.

Kucubit pinggangnya hingga dia mengaduh kesakitan. Tak punya urat malu sekali memang Bang Fariz ini.

Aku saja serasa tidak punya muka. Semalam nangis-nangis di depan Mama, masa iya sekarang tertangkap basah sedang ketawa-ketawa tak jelas dan saling menggelitiki satu sama lain.

Mama berjalan mendekat ke arah kami dan menyandarkan tubuh di lemari yang tepat menghadap ke ranjang. Tangannya bersidekap dada. "Kayaknya Mama harus kalian kasih hadiah, karena secara gak langsung gara-gara Mama kalian jadi akur."

"Makasih doang gak cukup emangnya, Ma. Harus banget pake hadiah?" tanyaku sedikit menyembulkan kepala di balik lindungan punggung Bang Fariz.

Beliau meletakkan telunjuknya di dagu, seolah tengah berpikir. "Sebagai hadiahnya kalian harus menginap lebih lama di sini. Deal?"

Bang Fariz bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Mama. "Nggak ada yang lain? Tumben banget Mama minta kita tinggal lebih lama di sini. Kenapa?"

Mama menggeleng. "Nggak papa, Mama cuma mau kumpul sama kalian, apalagi sekarang ada Arum dan juga Tante Nadia. Mama gak mau suasana hangat dan ramai ini berakhir dengan begitu cepat, Mama kesepian, Riz."

Aku pun ikut menghampiri Mama dan juga Bang Fariz.

"Fariz gak bisa, Ma. Masih kurang nyaman dan belum bisa beradaptasi dengan kehadiran Arum di tengah-tengah kita," tuturnya seraya melirik ke arahku.

"Mama paham apa yang kamu rasakan, tapi hubungan kamu dan Arum sekarang adik kakak, bukan lagi mantan pacar."

"Fariz masih membutuhkan waktu, Fariz belum bisa selegowo itu menerima kehadiran mereka. Untuk memaafkan Fariz bisa, tapi untuk melupakan belum bisa sepenuhnya," sahut Bang Fariz.

"Kita bisa pulang besok, menginap dua hari gak papa, kan, Bang?" imbuhku ikut membujuk.

Aku tak tega jika harus meninggalkan Mama dalam keadaan beliau belum ikhlas melepas kepulangan kami.

"Ya udah iya, tapi kamu jangan cemburu buta lagi sama Arum."

Aku mengangguk yakin.

Mama memelukku dengan begitu erat, bahkan beliau pun mencium pipiku karena terlalu senang. Melihat rona bahagia di wajahnya membuatku ikut merasakan kebahagiaan yang sama.

Kebahagiaan orang tua itu sangat sederhana, hanya sekadar meminta sedikit waktu anak serta menantunya. Terlihat sepele, tapi dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan.

Trust issue setelah menikah ialah pihak mertua kerapkali merasa putranya telah diambil alih, atau bahkan dikuasai oleh sang menantu hingga tidak memiliki waktu untuk dirinya yang berstatus sebagai ibu. Dan aku tak ingin Mama memiliki pemikiran tersebut, jadi sebisa mungkin aku berusaha untuk menjaga hubungan baik di antara suami serta mertuaku.

Begitu pula Bang Fariz. Sebisa mungkin kami berkunjung ke kediaman Bapak dan Ibu, sesekali menginap agar para orang tua tidak merasa kehilangan. Meskipun anak-anak mereka sudah membina sebuah keluarga.

1
aca
lanjut thor
aca
cerai aja klo masih pelit dasar bangsa t
aca
novelmu bagus kok like dikit bgt
aca
mending g usa lanjut mertua matre istri dokter g ada uang nya gk guna
aca
reza ngerepotin orag tua aja lo
aca
bodoh cerai aja punya suami gt
Novie Achadini
nggak usah nyesel fatiz bp jahat kaya gitu biar aja mati
Novie Achadini
yg sabar ya neng org sabar padti kesel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!