Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari yang Hanya Milik Darren dan Skaya
Setelah semalam penuh kegaduhan dan traktiran besar-besaran, hari ini hanya ada Darren dan Skaya. Mereka berdua memutuskan untuk kabur sejenak dari kesibukan dan menghabiskan waktu bersama.
"Lo mau kemana?" tanya Darren saat mereka sudah di atas motornya.
Skaya, yang duduk di belakangnya, menyandarkan dagunya di bahunya. "Gue gak peduli. Asal sama lo, gue ikut."
Darren melirik ke belakang sekilas, lalu tersenyum tipis. "Pegangan yang kenceng."
Dengan itu, dia memutar gas, membawa mereka melaju di jalanan kota yang masih sepi di pagi hari. Mereka akhirnya berhenti di tepi pantai, tempat yang tidak terlalu ramai. Skaya melepas helmnya dan menghirup udara laut dalam-dalam.
"Gue suka tempat ini," katanya sambil tersenyum.
Darren duduk di sebelahnya di atas pasir. "Kenapa?"
Skaya menoleh padanya, matanya berkilat lembut. "Karena di sini gue bisa tenang. Sama kayak pas gue di atas motor lo."
Darren tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap ke depan, membiarkan angin laut berhembus menerpa wajah mereka.
"Lo tahu gak, Ren?" katanya akhirnya. "Sebelum gue ketemu lo, gue pikir hidup gue cuma tentang balas dendam."
Skaya terdiam, mendengarkan dengan saksama.
"Tapi lo datang, ngerecokin hidup gue, bikin gue ngerasa kayak orang tolol karena mulai peduli lagi." Darren menoleh padanya. "Dan sekarang, gue gak bisa bayangin gimana kalau lo gak ada."
Skaya merasakan sesuatu yang hangat mengalir di dadanya.
Perlahan, dia mengulurkan tangan, menggenggam jemari Darren. "Gue juga, Darren. Sejak gue kenal lo, hidup gue jadi lebih berwarna. Dan.... Lo tau kan, gue gak bakal kemana-mana?"
Reksa menatapnya lama, lalu tanpa peringatan, dia menariknya ke dalam pelukan.
"Jangan pernah."
Skaya tersenyum dalam dekapan itu. "Gue gak akan."
Mereka berdua tetap di sana, membiarkan waktu berjalan tanpa terburu-buru. Karena hari ini, hanya milik mereka.
-----
Di Ujung Waktu, Cinta Kita
Skaya menutup matanya dalam dekapan Darren. Hangat. Tenang. Seakan dunia tak lagi memiliki batas. Tak ada kebisingan geng. Tak ada dendam. Tak ada ketakutan. Hanya mereka.
Darren mempererat pelukannya, seolah takut jika ia melepaskan, Skaya akan menghilang. "Skaya."
"Hmm?" Suara ombak berdebur pelan di kejauhan, angin laut menyapu lembut rambut mereka.
"Lo sadar gak, lo orang pertama yang bisa ngeruntuhin pertahanan gue?"
Skaya tersenyum tipis, masih bersandar di dadanya. "Bangga, dong?"
Darren menghela napas panjang, jemarinya menyusuri rambut Skaya, bermain di helai-helai halus itu. "Bukan bangga, lebih ke... Takut."
Skaya mengangkat wajahnya, menatapnya dengan mata bening yang penuh rasa ingin tahu. "Takut kenapa?"
Darren menatap dalam-dalam ke matanya, seakan mencoba membaca sesuatu di sana. "Takut kehilangan lo."
Jantung Skaya berdegup lebih cepat.
"Lo gak akan kehilangan gue, Darren." Skaya menggenggam tangannya erat. "Gue gak akan kemana-mana."
Tapi Darren masih menatapnya dengan ekspresi serius, seolah kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan hatinya.
"Gue udah kehilangan Rama. Gue gak mau kehilangan lo juga."
Air mata hampir jatuh dari mata Skaya, tapi ia menahannya. Ia tahu, di balik sosok dingin dan keras kepala itu, Darren menyimpan ketakutan yang begitu dalam.
Perlahan, ia mengangkat tangannya dan menyentuh wajah Darren, mengusap pipinya dengan ibu jarinya. "Lo gak akan kehilangan gue, Ren."
Darren menutup matanya sesaat, menikmati sentuhan itu. Saat ia membuka matanya lagi, sorot matanya lebih lembut.
"Kalau gitu, jangan biarin gue jatuh sendirian."
Skaya mengangguk. "Kita jatuh bersama, dan kita bangkit bersama."
Senyum tipis terukir di bibir Darren sebelum ia perlahan mendekat, menyentuhkan dahinya pada dahi Skaya. Detik berlalu dalam hening. Lalu....
"Skaya."
"Hmm?"
"Gue cinta sama lo."
Dan saat itulah, air mata Skaya jatuh.
Tapi kali ini, itu bukan air mata kesedihan.
Itu air mata kebahagiaan.
Dengan suara bergetar, ia menjawab, "Gue juga cinta sama lo, Darren."
Ombak terus berdebur di kejauhan. Langit mulai berubah warna, menyisakan semburat oranye di ujung cakrawala. Di ujung waktu mereka, cinta akhirnya menemukan tempatnya. Dan untuk pertama kalinya, mereka tidak takut lagi.
------
Cinta di Antara Kita
Beberapa bulan berlalu sejak malam penuh ketegangan dan segala konflik itu berakhir. Kini, mereka semua sudah resmi menjadi alumni. Hari ini, di tempat yang sama seperti waktu itu, pantai yang menjadi saksi janji mereka, Darren dan Skaya duduk berdampingan. Tidak ada suara bising motor, tidak ada sorakan teman-teman geng. Hanya mereka berdua dan suara ombak yang berdebur lembut.
Skaya menggenggam tangan Darren, menautkan jemari mereka. "Gue masih gak percaya kita sampai di titik ini."
Darren tersenyum tipis. "Lo pikir kita gak bakal sampai sini?"
Skaya menghela napas, memandang lurus ke cakrawala. "Bukan gitu. Gue cuma… dulu gue pikir hidup gue bakal terus diisi pertempuran. Gue pikir, gak ada yang bisa bikin gue tenang."
Darren mendongak, menatap langit yang mulai bersemburat jingga. "Sama."
Skaya menoleh padanya. "Tapi sekarang?"
Darren menoleh juga, tatapannya tajam, tetapi lembut. "Sekarang gue tahu, satu-satunya tempat di mana gue bisa tenang adalah di sebelah lo."
Jantung Skaya berdetak lebih cepat. Senyum mengembang di wajahnya, tapi matanya mulai memanas. "Lo gak main-main, kan?"
Darren menghela napas, lalu menariknya ke dalam pelukan. "Gue gak pernah se-serius ini dalam hidup gue, Sky."
Pelukan itu erat. Hangat. Sama seperti dulu. Tapi kali ini, tidak ada ketakutan. Tidak ada keraguan. Hanya ada cinta.
"Gue janji, apapun yang terjadi, kita bakal jalanin ini bareng-bareng," bisik Darren di telinganya.
Skaya tersenyum, menutup matanya, menikmati detik-detik kebersamaan mereka. "Dan gue janji, gue bakal selalu ada buat lo."
Langit semakin gelap, tapi hati mereka semakin terang.
Dan di antara desir angin, ombak, dan senja yang perlahan tenggelam, mereka tahu satu hal : Cinta ini tidak akan berakhir.
Karena ini bukan sekadar kisah tentang balas dendam, geng motor, atau masa lalu. Ini adalah kisah tentang menemukan seseorang yang membuat hidup lebih berarti. Dan Darren serta Skaya, telah menemukannya dalam diri satu sama lain.
Romansa yang Tak Terduga
Setelah lama duduk di tepi pantai, hanya menikmati kebersamaan mereka, Skaya mulai merasakan dinginnya angin malam. Ia mengusap lengannya sendiri, mencoba menghalau udara dingin yang menusuk kulit.
Darren, yang menyadari itu, tanpa banyak bicara langsung melepas jaketnya dan menyampirkannya ke bahu Skya.
"Pakai ini."
Skaya menatapnya kaget. "Lo gak kedinginan?"
Darren hanya mengangkat bahu. "Gue udah kebal."
Skaya menghela napas, tapi tersenyum kecil saat merapatkan jaket itu di tubuhnya. Bau khas Darren langsung menyelimuti inderanya, kombinasi dari aroma motor, parfum maskulin yang lembut, dan sesuatu yang begitu.... Dirinya.
Tanpa sadar, ia menunduk sedikit, menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah.
Darren menoleh, memperhatikannya dengan alis sedikit mengernyit. "Kenapa? Lo sakit?"
Skaya buru-buru menggeleng. "Nggak! Gue cuma… anget."
Darren menyipitkan matanya, jelas tidak percaya. Lalu, tiba-tiba, tanpa aba-aba, ia menarik Skaya lebih dekat dan menempelkan keningnya di dahi Skaya.
"Lo beneran gak demam?" tanyanya pelan.
Jantung Skaya langsung melompat ke tenggorokan. Napasnya tercekat. Wajahnya makin panas.
"D-daren.... Ngapain lo?"
Darren masih tidak bergeming. "Gue ngecek. Lo panas banget."
"Itu karena lo terlalu deket!" seru Skaya, mencoba menarik diri. Tapi Darren malah menahan pergelangan tangannya, membuat jarak mereka tetap rapat.
Senyuman nakal terukir di bibir cowok itu. "Oh, jadi gue penyebabnya?"
Skaya hampir saja melempar pasir ke arahnya. "Yaelah, lo bisa gak sekali aja gak bikin gue deg-degan?"
Darren terkekeh, lalu dengan gerakan tiba-tiba, dia merangkul Skaya lebih erat, sampai gadis itu benar-benar bersandar di dadanya.
"Gak bisa," bisiknya di dekat telinga Skaya. "Gue suka bikin lo deg-degan."
Skaya menutup matanya erat-erat, wajahnya benar-benar memanas sekarang. "Sialan."
Tapi meskipun mulutnya mengumpat, ia tidak bergerak sedikit pun dari pelukan itu. Malah, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh satu orang, Darren.
Dan di bawah langit yang penuh bintang, diiringi suara ombak yang terus berdebur, mereka tetap seperti itu. Tidak ada kata-kata. Tidak ada kebisingan. Hanya ada mereka berdua, dan romansa yang datang dengan cara yang tak terduga.