Mr. Planet Only Mine!
Terlihat, sosok gadis cantik yang masih tertidur pulas. Cahaya matahari sudah menembus ke jendela kamarnya, tapi tak membuat gadis cantik itu terbangun dari tidurnya. Seolah, ia masih betah dalam mimpinya yang sangat indah. Sampai, terdengar langkah kaki mendekati pintu kamarnya.
Tok!
Tok!
"AURORA! AURORA! BANGUN! UDAH JAM BERAPA INI!" Teriak seorang wanita dari depan kamarnya.
Gadis itu menggeliat pelan, ia merentangkan kedua tangannya dan merenggangkan otot-otot tubuhnya. Perlahan, matanya mengerjap pelan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Lalu, ia beranjak duduk dan menatap jam yang ada di atas nakasnya.
"Jam sembil ...." Mata gadis itu membulat sempurna saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan lewat lima menit.
"ASTAGA! AKU TERLAMBAAAT!" Gadis itu beranjak dari ranjang dan berlari masuk ke kamar mandi. Tak lama, dia keluar dengan bathrobe dan langsung mencari pakaiannya. Di saat dirinya sibuk mencari pakaiannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia langsung mengambilnya dan mengangkatnya.
"Halo, iya bentar! Sabaaar! Aku lagi siap-siap!" Ia melempar ponselnya ke atas ranjang begitu saja dan meraih sebuah gaun putih dari dalam lemari pakaiannya.
Cklek!
Pintu terbuka, membuat gadis bernama Aurora itu terkejut dan menoleh ke arah pintu. Terlihat, seorang wanita paruh baya berjalan mendekatinya. Helaan nafas berat terdengar, ia menatap gadis di hadapannya yang terkejut akan kedatangannya.
"Jam berapa ini? Katanya ada Pentas Drama?" Tanya wanita paruh baya itu.
"Bibi, aku kesiangan. Sebentar, aku pakai dulu gaunnya. Teman-temanku menunggu di gedung acara, mereka pasti akan memarahiku jika aku terlambat. Karena acaranya jam sepuluh nanti!" Serunya.
Aurora Naomi , seorang gadis berusia sembilan belas tahun. Ia baru saja lulus dari sekolah SMA dan kini ia dan teman-temannya akan mengadakan pertunjukan sebuah Pentas Drama sebagai acara perpisahan sekolahnya. Yang nantinya akan di selenggarakan di sebuah gedung.
"Bi, aku mau pakai baju. Bisa keluar sebentar?" Ujar Aurora pada wanita paruh baya itu.
"Baiklah." Iya keluar dan menutup pintu kamar Aurora. Helen adalah istri dari paman Aurora. Ia sudah menganggap Aurora sebagai putrinya sendiri, karena sejak bayi ia lah yang merawat aurora. Ibu Aurora meninggal setelah melahirkannya, sedangkan sang ayah Berada jauh darinya. Kakak dari ayahnya lah yang mengasuhnya sejak bayi.
Tak lama, Aurora sudah siap dengan gaun putih yang akan dia tampilkan di acara Pentas Drama nanti. Sangat cantik, apalagi dengan rambut panjangnya yang di kepang dan di berikan beberapa aksesoris yang sangat cantik. Helen yang melihat keponakannya pun tersenyum, ia lalu mendekatinya.
"Bibi, apa aku cantik? Aku tidak pede dengan memakai gaun ini." Gumam Aurora sembari memainkan sisi gaunnya.
"Cantik, sangat cantik. Dengan mengenakan gaun ini, kamu semakin mirip dengan bundamu." Ujar Helen sembari mengelus pipi Aurora.
Aurora tersenyum tipis, "Terima kasih Bibi, aku tahu bunda sangat cantik! Aku merancang gaun ini seperti gaun pernikahan yang bunda pakai saat pernikahan nya. Mirip kan? Cuman lebih kekinian saja." Balas Aurora.
Helen mengangguk singkat, matanya terlihat berkaca-kaca. Namun, sedetik kemudian dia mengubah ekspresinya dan menatap Aurora dengan mata membulat sempurna. "Astaga, pamanmu sudah berangkat! Bagaimana kamu akan berangkat?" Pekiknya.
"Loh? Paman bawa mobil? Terus aku pake apa?!" Seru Aurora dengan panik, ia segera berlari keluar rumah dan benar saja. Mobil pamannya sudah tidak ada, yang ada hanya motor matic kesayangan milik sang paman.
"Cuman ada motor matic doang?! Masa aku naik motor udah pakai gaun cantik gini?!" Pekik Aurora.
"Bibi pesenin taksi aja yah? Sebentar! Tunggu sini!" Helen berlari masuk ke dalam rumah untuk mencari ponselnya. Berbeda dengan Aurora yang berpikir keras. Ia menatap jam tangannya yang ternyata sudah hampir mendekati jam sepuluh.
"Kalau nunggu taksi yang ada aku pasti akan terlambat." Gumamnya.
Aurora menatap kunci motor yang masih tergantung di motor. Senyumannya pun merekah, ia langsung menaiki motor itu dan menyalakan mesinnya. Untungnya, motornya berfungsi dengan baik. Ia pun menggulung ujung gaunnya agar tidak terseret ke aspal.
"Aurora bibi sudah pesankan ... AURORAAAA! HEIII! KAMU BELUM PUNYA SIIIM!" Helen terkejut saat mendapati keponakannya justru pergi dengan mengendarai motor matic milik suaminya. Helen tentu panik, karena Aurora belum memiliki sim. Padahal, dia hanya masuk ke rumah sebentar untuk mengambil ponselnya. Tapi lihat sekarang? Ponakannya justru membawa motor suaminya.
"Kalau Mas Herman marah gimana ini, aduh! Auroraaa ... Auroraaa ...."
.
.
.
Terlihat, sebuah gedung acara yang sudah di hiasi dengan berbagai macam hiasan bunga yang indah di setiap sudutnya. Orang-orang dengan memakai pakaian formal dan gaun yang indah berdatangan dengan senyuman yang menghiasi bibir mereka. Sebentar lagi, akan di adakan sebuah acara pernikahan yang sangat mewah.
Namun, di sisi lain. Sepertinya, acara tak berjalan cukup baik. Dimana, pengantin pria dan para keluarga tengah sibuk menghubungi seseorang yang tak kunjung menjawabnya. Bahkan, pengantin pria hanya diam sembari menunduk tak tahu harus bagaimana.
"Keluarga Andrew tidak ada yang menjawab teleponku!" Desis pria paruh baya dengan raut wajah yang panik.
"Bagaimana ini? Tamu sudah datang semua, kita harus apa?!" Sahut seorang wanita paruh baya.
"Aku tidak tahu! Coba kamu hubungi lagi, siapa tahu dia mengangkatnya!" Pintanya pada sang istri. Sementara pria yang memakai jas putih itu hanya diam tanpa melakukan apapun. Ia menyatukan jari jemarinya sembari berpikir keras.
"Mars! Kenapa kamu diam saja?! Cepat hubungi calon istrimu! Bisa-bisanya dia tidak datang!" Sentak wanita paruh baya itu yang geram dengan putranya.
Mars Prince Reviano, pria itu mengangkat pandangannya dan menatap sang mama dengan mata tajamnya. "Kenapa harus aku? Mama dan Papa yang ingin pernikahan ini kan? Kalian urus saja calon menantu pilihan kalian itu. Kabur? Dia hanya ingin bantuan yang kalian berikan, setelah itu?" Mars beranjak berdiri, ia tertawa hambar sembari menatap kedua orang tuanya.
"Kamu ...,"
Tiba-tiba seorang pria paruh baya datang dan menyela percakapan mereka.
"Tuan, nyonya. Maaf, saya sudah datangi ke kediaman Andrew. Tapi mereka sudah kembali ke Singapura malam tadi." Julia Hampir di buat pingsan, tubuhnya sampai limblung. Untung saja, suaminya cepat menangkap tubuhnya agar tak terjatuh.
"Bagaimana ini? Tamu sudah berdatangan, keluarga pun sudah hadir. Tidak mungkin kita membatalkannya, akan ada berita bu.ruk nantinya." Gumam Evano Reviano.
Tak lama, seorang pria tua datang dan mendekati mereka. Mars yang melihat kakeknya itu langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi tegang. Ia lalu melirik sang papa yang memasang raut wajah yang sama.
"Dimana pengantin wanitanya? Kenapa belum datang juga? Sudah jam berapa ini hah?" Desis pria tua itu.
"Kakek, Aurora dan keluarganya kabur."
"APA?! KENAPA BISA?! TERUS BAGAIMANA SEKARANG? PARA TAMU SUDAH DATANG! KALIAN INGIN BUAT MALU KELUARGA REVIANO HAH?!" Sentak pria tua itu yang membuat mereka hanya diam tertunduk.
"Cari solusinya cepat! Hubungi siapapun, kalau perlu ...."
"Pa, kami sudah ke rumahnya dan tidak ada siapapun di sana. Mereka kembali ke singapura, tidak mungkin ada waktu untuk mengejar mereka ke singapura." Terang Evano.
Tuan Mark memegangi dadanya, Mars langsung memberikan kursi pada kakeknya itu untuk duduk. Tentu saja, ia terkejut mendapat kabar jika pengantin wanita dan keluarganya kabur. Padahal, sebelumnya hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan, Evano dan Julia baru saja memberikan pinjaman uang dengan nominal yang tidak sedikit.
"Tuan ...,"
"Herman, tolong minta para tamu untuk menunggu sebentar. Kita akan mencari solusinya." Titah Tuan Mark.
"Pa, tapi pengantin wanita nya tidak ada, bagaimana kita akan melanjutkan acara ini?!"
"Kamu lah yang pikirkan! Acara ini tidak boleh batal! Mau taruh dimana muka Papa hah?! Nama keluarga kita akan bu.ruk, berita tentang gagalnya pernikahan Mars akan tersebar luas!" Sentak Tuan Mark dengan kesal.
Mars hanya diam, ia tidak tahu harus apa. Herman yang melihatnya pun kasihan. tapi, ia tak tahu harus berbuat apa. Dirinya tahu, jika Mars tak menginginkan pernikahan ini. Sebab setahunya, Mars masih sangat mencintai mendiang istrinya yang meninggal empat tahun lalu. Namun, keluarganya justru mendesaknya agar kembali menikah dengan wanita pilihan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Alistalita
Kasihan Mars, dia yang dijodohkan dia juga yang harus nyari solusi. empat tahun menduda lumayan lama loh, tapi kok bisa orang tua mars kecolongan kaya gitu. Ditipu sama sahabat sendiri, sudah diberi bantuan malah kabur, kenapa gak dibicarakan secara baik2. apa jangan2 malu, anaknya harus dinikahkan dengan seorang duda🤔
Hadirrr kak Ra, sukses selalu mampir dikarya barunya. sepertinya berbau komedi romansa🤭
2024-11-08
39
Inooy
aq melipir k sini atas rekomendasi ka Al,,
kaya nya seru niiih cerita nya, yg satu gadis bar bar ( jd keinget ka Rani 🤭 )..satu nya lg pasti pria kulkas tujuh pintu deeh 😅
2024-11-10
3
Herni Haryani
kasian banget mars dari awal dia tidak mau menikah tapi orang tuanya memaksa tuk menikah lagi akhirnya ya begini kan,makanya segala sesuatu itu ngk usah dipaksakan akibatnya ngk baikkan?????
2024-11-08
7