Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15. Selasa Kliwon
Malam Selasa Kliwon pukul 21.00
Paijo menggelengkan kepalanya saat melihat putranya berjalan bolak-balik di depan kamarnya.
"Ngopo to le, Ne awakmu ngga wani turu neng kamarmu yo wes nggak usah mlebu. Neng kene ae, turuo ng sofa!" serunya
(Kamu itu ngapain, Kalau kamu tidak berani tidur di kamarmu Ya sudah jangan masuk. Di sini saja tidur di sofa)
"Tapi pak," wajah Amar terlihat bimbang
"Tapi opo, saiki kowe tinggal milih, awakmu Wedi Karo bojomu opo Wedi kelangan nyawamu?"
(Tapi apa, sekarang kamu tinggal pilih, kamu takut sama istrimu atau takut kehilangan nyawamu)
Amar pun buru-buru masuk dan menutup pintu kamarnya.
"Dasar bocah gemblung, masih saja memilih istrimu!" gerutu Paijo
Amar segera mengunci kamarnya dan meletakan kuncinya di bawah bantal. Ia melihat Marni memasang sesaji di meja riasnya kemudian duduk disampingnya.
"Kamu kenapa Mas, kenapa keringetan begitu?"
"Biasa dek, tadi mas abis olahraga sebentar!"
"Oh ya dek, semenjak kita nikah kita belum ke rumah orang tuamu, bagaimana kalau sabtu besok kita silaturahmi kesana,"
Tiba-tiba raut wajah manis Marni berubah mendengar pertanyaan suaminya.
"Kenapa, kamu ingin mencari tahu tentang aku?" tanyanya dengan. Tatapan mata tajam yang membuat Amar langsung mengalihkan pandangannya
Tatapan mata Marni begitu menakutkan hingga membuat Amar tak berani menatapnya.
"Bukan begitu dek, kan sudah menjadi tradisi di sini kalau pengantin baru itu wajib melakukan silaturahmi ke kediaman mertuanya untuk memperkenalkan keluarganya, itu saja dek,"
"Tapi aku tidak mau, lagipula keluarga ku sudah meninggal semua jadi untuk apa kita ke sana, lagipula aku sudah nyaman di sini. Kalianlah keluargaku sekarang." jawab Marni
"Kalau gitu kita kan bisa nyekar ke makam bapak ibumu Dek. Daripada kamu tiap malam Selasa Kliwon bikin sesaji kan lebih afdol kalau kita ngirim doa atau berziarah ke makamnya,"
"Gak perlu Mas, lagipula mereka tidak pernah peduli padaku, Jadi untuk apa aku melakukan semua itu," jawab Marni
Wanita yang biasa terlihat sangat manis dan santun tiba-tiba berubah menjadi temperamen saat Amar menyinggung masalah keluarganya. Amar pun segera meminta maaf kepadanya. Ia tahu jika Marni menyimpan luka yang dalam terhadap keluarganya hingga membuat ia memilih hidup sendiri meninggalkan keluarganya.
Marni segera merebahkan tubuhnya dan menutupinya dengan selimut. Amar yang merasa bersalah pun segera berbaring di sampingnya dan memeluk wanita itu dari belakang.
"Maafkan aku ya dek," bisik Amar kemudian mengecup kepala istrinya
Marni hanya diam tak bergeming. Tidak lama suara dengkuran halus mulai terdengar pertanda ia sudah terlelap.
Mengetahui Marni sudah tidur Amar memilih duduk. Netranya bergerak kearah jarum jam.
Pukul 22.00, masih ada dua jam lagi untuknya bersiap-siap.
"Tidurlah di bawah kolong, jangan lupa bawa pisau. Bunuh apapun yang keluar dari tubuh istrimu jika kau ingin selamat, dan jangan pernah keluar dari kolong kasur," ucapan Sri selalu ia ingat
Ia pun segera mengambil pisau kecil yang sudah ia siapkan. Sebuah tikar ia rentangkan dibawah ranjang tidurnya. Keringat dingin mulai bermunculan di keningnya saat jarum jam menunjukkan pukul 23. 30.
Tiga puluh menit lagi makhluk itu akan segera keluar dari tubuh Marni. Amar terlihat begitu gugup. Netranya tak berkedip menatap kearah jam di dinding kamarnya.
Pisau kecil sudah berada di tangannya, ia pun sudah berada di kolong tempat tidurnya bersiap menunggu para penghuninya tubuh istrinya keluar.
*Ding, dong!!
Suara jam dindingnya membuat netranya seketika membola. Tiba-tiba terdengar suara aneh yang membuatnya begitu Ingin pergi meninggalkan kamar itu.
"Tidak boleh, apapun yang terjadi aku harus tetap di sini," ucapnya memberanikan diri
*Srak, srak!!
Sekarang Amar mendengar suara derap langkah mendekat kearahnya. Tubuhnya membeku dengan tangan kanan terangkat bersiap menebas siapapun yang mendekat kearahnya.
Tiba-tiba suara itu menghilang berganti menjadi hening. Hanya suara serangga malam yang terdengar bersahutan.
23.59!!!
Tiba-tiba dadanya terasa sesak, suhu dingin di kamarnya tiba-tiba berubah panas membuat tubuhnya berkeringat. Wangi aroma bunga kantil begitu menusuk hidungnya membuat ia harus menutup hidungnya dan meletakan pisau di tangannya.
Saat itulah ia merasakan seseorang seperti mendekat kearahnya, sangat dekat hingga ia bisa mencium aroma tubuhnya.
Suara serangga malam tiba-tiba lenyap seketika, berganti suara menyeramkan yang terdengar di telinganya.
"Wis wengi le, ndang turuo. Opo kowe ora arip??"
(Sudah malam nak tidurlah, Apa kamu tidak ngantuk)
*Deg!!
Amar melotot mendengar ucapan itu, meskipun ia ketakutan pria itu berusaha untuk mengambil pisau yang tergeletak di sampingnya.
Ia pun. Menggerakkan tangannya menegas, mengiris, menusuk dan menyayat tubuh makhluk tak kasat mata itu dengan pisau di tangannya.
Ia tak terus menggerakkan pisau itu meskipun ia tak bisa melihat wujud makhluk itu. Ya hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Sri membunuh makhluk apapun yang mendekat ke arahnya.
Hingga sebuah suara erangan Marni membuat Amar berhenti menggerakkan pisaunya.
Ia mendengar suara marni mengerang kesakitan. Suaranya begitu keras merintih membuat semua orang pasti iba mendengarnya. Amar masih diam tak bergeming. Lelaki itu tak berani keluar, sesuai pesan Sri.
"Jangan keluar dari kolong jika kamu ingin selamat!"
Sementara itu tubuh Marni menggeliat seperti hendak mengeluarkan sesuatu dibarengi dengan suara rintihan kesakitan wanita itu. Setiap orang yang melihat kondisi Marni pasti akan iba dan menolongnya. Namun siapa sangka siapa pun yang mendekat ataupun menolongnya pasti akan mati.
Tiba-tiba beberapa kelabang dan ular berbisa keluar dari tanda lahir Marni. Satu persatu binatang berbisa itu turun dari tubuh Marni dan mendekati Amar.
Amar begitu ketakutan saat melihat puluhan bahkan ratusan kelabang dan ular berbisa mengepungnya.
Ia tahu ia tidak akan bisa menghabisi makhluk itu dengan pisau di tangannya.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri dari serbuan binatang itu ialah dengan meninggalkan kamarnya.
Amarpun membunuh satu persatu binatang yang hendak menyerangnya. Ia buru-buru keluar dari kolong tempat tidurnya untuk melarikan diri. Namun ia lupa jika kunci kamarnya ia letakan dibawah bantal tempat tidurnya. Mau tidak mau ia harus mengambilnya di kasur. Saat ia hendak mengambil kunci itu tubuhnya tiba-tiba membeku melihat sosok Kala Jengking raksasa yang keluar dari tubuh Istrinya.
Makhluk itu bun bertengger di atas tubuh Marni yang masih terlelap.
Makhluk itu menggerakkan dua capitnya seolah bersiap untuk menyerangnya. Mata merahnya bahkan tak berkedip saat beradu pandang dengannya.
Sementara Amar tengah ketakutan melawan maut, kedua ia tuanya justru tengah terbuai dengan mimpi indah mereka.
"Ya Allah, tolong selamatkan aku??"