Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 RAMPASAN
"Ketua!" panggil anggota klub palang merah yang melihat ketuanya pingsan. Mereka langsung mengelilingi tubuh Cecilia. Di bawah pengawasan Dewan Kedisiplinan. Mereka dengan takut-takut memberikan pertolongan untuk menyadarkan pasien pingsan. Dari menggosok-gosok tangannya, hingga memberikan aroma kuat pada indra penciumannya.
Dalam waktu kurang dari lima menit Cecilia bangun.
"Apa yang terjadi?" tanyanya lemah.
Mendengar pertanyaan ketuanya, Jinan menjawab dengan berbisik, "Ketua, ketua sudah sadar, tadi ketua pingsan, karena mendengar-" Dia menggantung ucapannya, dia sesekali melirik takut pada Dewan Kedisiplinan di depan mereka.
Cecilia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan. Saat mulai mengingat, apa yang dikatakan Evan, kepalanya kembali pusing, wajahnya yang pucat menjadi semakin mengerikan. "Tidak, dia pasti hanya bermimpi buruk," batinnya kacau.
"Sepertinya dia akan pingsan lagi?" ucap Gandi menguap bosan.
Cecilia mendongak, melihat Dewan Kedisiplinan masih ada disini, jelas yang tadi itu bukan hanya mimpi, melainkan kenyataan.
"Jika ketua kalian pingsan lagi, kami tak akan menunggu lagi, langsung menggeret kalian keluar, dan mengunci tempat ini," ancam Gandi.
Seketika mereka ketakutan, memandang ketua mereka dengan tatapan minta tolong.
Cecilia tak perlu melihat anggotanya, dia sendiri sedang panik dan ketakutan. Dia menggertakan gigi, dia tak boleh membiarkan klub dibubarkan.
Dia bangkit dari duduknya, memposisikan tubuhnya untuk duduk.
"Tolong jangan membubarkan klub kami, senior. Kami mengaku kami yang salah. Semua ini tidak ada hubungannya dengan klub Kesehatan. Kami yang punya niat buruk merebut milik mereka," kata Cecilia mengucapkan kalimat permohonan yang tulus.
"Sekarang baru mengaku salah," cibir Gandi.
"Maafkan kami, tidak, saya, maafkan saya senior. Itu sikap keegoisan saya, yang melibatkan klub. Tapi aku mohon untuk klub dan anggota kami. Aku memohon sebagai ketua klub, senior. Jangan dibubarkan," Cecilia bersujud saat mengatakan semua itu.
Terlihat dia sudah sangat putus asa. Bagaimanapun juga yang di depannya adalah Dewan Kedisiplinan. Yang bahkan Kepala Sekolah menuruti mereka.
Semua anggota yang melihat ketua mereka bersujud pun mengikutinya.
Dihadapkan pada pemandangan ini, Gandi memandang ketuanya Evan, dan berbisik, "Ketua, bagaimana, kita lepaskan mereka?"
Evan tidak bicara, dia hanya menggerakkan tangannya, mengisyaratkan sesuatu.
Melihat gerakan itu Gandi menyeringai, lihat saja dia akan membuat klub ini menjadi miskin.
"Kalian ingin klub ini tidak dibubarkan kan?" tanya Gandi main-main.
"Ya, Senior tolong,, tolong. Kami akan melakukan apapun," kata Cecilia. Diikuti anggukan setuju dari anggota palang merah yang lain.
"Itu akan sulit, semua anak-anak menuntut kalian, bahkan kepala sekolah memperingatkan kami, jika kami kembali dari sini tanpa membawa rampasan, ahh... Maksudku tidak melakukan apapun. Bagaimana wajah kami nanti," balas Gandi dengan wajah sok polos.
Tapi jelas orang lain melihatnya sebagai rubah licik.
Bagaimana mungkin Cecilia tidak menangkap isyarat itu, dia langsung berkata, "Kami akan membayar kerugian orang-orang dua kali lipat...." dia sedikit menjeda kalimat selanjutnya, "Lalu untuk para senior, karena sudah repot datang kemari, sebagai ucapan terima kasih, kami akan menyiapkan sedikit hadiah."
"Sedikit hadiah, berapa itu?"
Cecilia menggigit bibir, "Ee, mungkin dua digit."
"Hanya segitu?" tanya Gandi. Dia mengangkat alis, menunjukkan ekspresi jijik.
Cecilia menjadi gugup, "Tidak-tidak, tiga,, tiga digit."
"Ohh, tiga ya?"
"Gandi," tegur Louis. Ketua tak ingin menunjukkan hal ini terlalu jelas. Akan merepotkan jika orang berpikir mereka bisa di sogok.
"Ya-ya, aku tahu," Gandi melambaikan tangan. "Ingat ya, bukan kami yang meminta, kalian lah yang ingin memberi kami hadiah," katanya memperingatkan.
Cecilia langsung mengangguk dengan keras, "Ya, Dewan Kedisiplinan hanya meminta kita mengembalikan uang orang-orang saja. Ini adalah inisiatif kami untuk berterima kasih," dia langsung memberikan isyarat pada anggotanya. Seketika mereka mengangguk paham.
"Bagus," puji Gandi dengan senyum puas.
Setelah sekian lama diam, Evan bicara dengan nada datar, "Kembali."
Sepeninggal Dewan Kedisiplinan akhirnya semua orang bisa melemaskan bahu. Tapi saat memikirkan uang pengembalian dua kali lipat, dan tiga digit untuk Dewan Kedisiplinan, mereka menjadi frustasi.
Memang murid disekolah ini sebagian adalah anak-anak kaya. Tapi semua kekayaan itu adalah milik orang tua mereka. Orang tua memanjakan mereka selama ini, hanya karena mereka menjadi siswa berprestasi dan membanggakan.
Namun, jika mereka meminta untuk mengganti kerugian atas masalah yang mereka lakukan. Orang tua mereka pasti akan marah. Dan tidak akan melepaskan mereka dari hukuman. Terutama Cecilia yang bahkan bukan anak orang kaya. Bibi nya bisa saja menarik bantuannya. Jika tahu dia telah membuat masalah sebesar ini.
...----------------...
Langkah Gandi sangat ringan, saat mengatakan, "Kita harus sering-sering melakukan ini, Ketua. Jadi kita akan cepat kaya, hehehe."
Louis melirik dengan keheranan, "Kau kekurangan uang?" tanyanya tak habis pikir.
"Ya aku kekurangan uang," jawab Gandi tanpa berpikir.
"Aku akan bertanya pada paman. Apa ada masalah di perusahaannya."
"Louis, jangan macam-macam!"
Louis mengabaikannya, "Ketua, uang ini, apa kita perlu membaginya dengan klub Kesehatan."
"Tidak!" seru Gandi tidak setuju.
"Aku tidak bertanya padamu."
Gandi akan membalas lagi, saat merasakan tatapan peringatan dari Evan, membuatnya langsung mengatupkan bibir. Saat dia berfikir uang itu pada akhirnya akan dibagi dua.
Evan tiba-tiba bicara, "Tidak, anggap ini biaya perlindungan mereka."
Mendengar itu Gandi langsung senang. Dengan begitu bagian nya tak akan berkurang banyak.
"Hehehe," tawanya dalam hati. Sudah terbayang di otak nya akan dibelikan apa uang itu.
Gandi tidak tahu saja, bahkan meski uang ini tidak dibagikan pada klub Kesehatan, Evan berencana menggunakannya untuk hal lain.
Louis satu-satunya yang merasa aneh dengan perkataan Evan, menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya. "Sejak kapan ketua menjadi pelit," begitulah kira-kira jika diungkapkan lewat kata-kata.
Tapi Evan pura-pura tak menyadarinya. Lagipula dia mengatakan yang sebenarnya. Dengan uang ini, klub Kesehatan akan mendapat satu kesempatan, perlindungan dari Dewan Kedisiplinan. Dewan Kedisiplinan jadi punya dana cadangan. Dengan begini kedua belah pihak akan diuntungkan.
Jadi dia sama sekali tidak pelit, ini malah kesempatan luar biasa, yang dia berikan cuma-cuma, hanya dengan sedikit uang.
Evan hanya tak ingin repot menjelaskan, jika dia mengatakannya, maka semuanya akan sangat berterima kasih padanya, terutama Aria, gadis itu mungkin akan semakin memujanya.
...----------------...
Di tempat lainnya.
Aria tiba-tiba merasa merinding, seolah setan baru saja melewati nya, apalagi waktu yang mendekati magrib. Bukankah ini waktunya setan dan jin keluar. Tapi gadis itu tak takut, dia tidak percaya adanya setan dan jin. Dia hanya mengeratkan jaketnya, dan melanjutkan pekerjaannya.
Jika saja dia tahu seseorang telah memanfaatkannya. Dia pasti akan sangat marah. Bahkan tanpa perlindungan Dewan Kedisiplinan dia bisa menyelesaikan klub Palang Merah. Tapi untungnya gadis itu tidak tahu.
Aria sedang berada di gudang kosong tempat dia mengikuti Alok malam itu. Setelah berhari-hari mengamati. Dia yakin Alok tidak akan keluar di saat seperti ini.
Karena selama waktu ujian Alok akan dikurung di rumah. Hanya boleh keluar saat sekolah. Dan sudah harus di rumah saat sekolah berakhir. Waktunya selalu tepat sama sekali tidak boleh terlambat. Harus Aria akui dalam hal disiplin Kepala Sekolah sangat ketat. Tapi untuk karakter seseorang, peraturan seketat apapun, tidak akan bisa merubahnya. Dalam hal mendidik anaknya Kepala Sekolah sudah sangat salah.
Jika orang katakan, buah tidak jatuh, jauh dari pohonnya. Maka Aria yakin, kelakuan Alok, tidak luput dari gen jahat kedua orang tuanya.
Setelah memperhitungkan semuanya, sebelum datang kesini, Aria menunggu Alok masuk ke rumahnya, baru dia bisa yakin tak akan ada yang menangkap basah dirinya, di gudang ini. Kecuali ada tamu tak di undang yang tiba-tiba datang.