Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 25 Pipi Yang Terno-da
Happy reading 😘
Sepasang mata terpejam menyelami rasa tenang yang dihadirkan oleh suara deburan ombak dan belaian lembut angin laut. Menghempas rasa sesak dan pikiran buruk yang sempat menyayat kalbu.
Satu jam telah berlalu. Namun Zaenal masih berada di posisi sama. Berdiri di bawah naungan sinar sang raja siang, yang mendekap tubuhnya dengan kehangatan.
"Zen, main voli yok! Nih aku udah beli bola." Dino berusaha memecah suasana dan mengalihkan fokus Zaenal. Namun Zaenal masih enggan membuka mata. Ia tenggelam dalam fokusnya, menikmati rasa tenang yang memenuhi relung jiwa.
"Zen, sampai kapan kamu mau berdiri di sini? Ayo kita main bola! Aku gabut banget. Dari tadi cuma nungguin orang semedi."
Dino merasa usahanya sia-sia. Zaenal masih saja terdiam dengan mata terpejam.
"Ck, aku mesti gimana biar kamu melek, Zen?"
Hampir saja Dino menyerah. Namun tiba-tiba ide brilian hadir saat pandangan netranya membentur objek yang sukses menarik perhatian.
"Aha!" ucapnya diikuti senyum mengembang. Ia yakin idenya kali ini akan berhasil membuat Zaenal membuka mata.
Dino melambaikan tangan ke arah seorang wanita yang tengah berdiri tidak jauh darinya.
Wanita itu mengangguk dan tersenyum, lalu berlari kecil ke arahnya.
"Hai, Mas Tampan," sapa si wanita begitu tiba di hadapan Dino.
"Hai." Dino membalas singkat dan tersenyum nyengir. Ia merasa geli sekaligus ngeri melihat penampilan wanita yang kini berdiri tepat di hadapannya itu.
"Mas Tampan manggil saya ya?"
"Iya."
"Mas Tampan mau make jasa saya?"
Dino mengangguk pelan, terselip rasa ragu saat melihat wajah si wanita dari jarak yang sangat dekat.
Amburadul
"Ehem, kenalin. Nama saya Merry. Kalau malam dipanggil Honey, kalau pagi ... Heru." Wanita yang ternyata bernama Merry itu berucap dengan logatnya yang terdengar kemayu disertai kerlingan mata.
"Mbak Merry, saya mau minta tolong --" ucap Dino tertahan.
"Minta tolong apa, Mas?" Merry memainkan bulu mata anti badainya dan menatap lekat wajah Dino yang kini terlihat pias.
Dengan berbisik, Dino mengungkapkan permintaanya pada Merry.
"Aisssshhh siap, Mas Tampan."
Tanpa malu-malu Merry melabuhkan kecupan dalam di pipi Zaenal, sesuai arahan dari Dino.
Refleks, Zaenal membuka mata. Fokusnya buyar karena sentuhan yang meno-dai pipi.
"Siapa kamu?" Manik mata Zaenal berotasi sempurna. Ia terkesiap kala menatap wajah seseorang yang sangat asing baginya.
Terlebih wajah orang itu mirip Miranda, wanita setengah pria yang sering lewat di depan rumahnya.
"Hallo, Mas. Saya Merry. Kalau malam saya Honey. Kalau pagi ... Heru." Merry memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan.
Zaenal bergidik. Bukannya menyambut uluran tangan Merry, Zaenal malah memutar tumit lalu berlari kencang meninggalkan wanita jadi-jadian itu, disusul oleh Dino yang turut berlari di belakangnya.
"Mas Tampan, woeeew! Berhenti! Mana bayaran buat Merry." Merry berteriak, lalu berlari mengejar Zaenal dan Dino. Namun yang dikejar enggan berhenti dan malah semakin kencang berlari.
Zaenal menghentikan ayunan kaki setelah tiba di tempat yang dirasa aman. Begitu juga Dino.
Masih dengan nafas yang terengah-engah, Zaenal melontarkan umpatan.
Ia sangat marah sekaligus kesal pada Dino.
"Zen, maaf ya?"
"Ck, semudah itu ngucapin kata maaf setelah nyuruh ban-ci meno-dai pipiku." Zaenal kembali mengumpat dan mengusap kasar pipinya yang telah terno-da.
"Pfffttttt." Dino tidak bisa menahan tawa yang sedari tadi ditahan. Tepatnya saat menyaksikan pipi Zaenal dino-dai oleh Merry dengan bibirnya yang bergin-cu tebal.
"Yaelah, malah ketawa." Satu jitakan mendarat tepat di dahi Dino, sebagai hadiah dari Zaenal.
"Sorry, Zen. Aku terpaksa nyuruh bencis buat nyium kamu. Biar kamu melek. Nggak merem mulu."
"Bukan gitu caranya do-dol!"
"Terus gimana? Udah ratusan bahkan ribuan cara aku kerahin, tapi kamu tetep merem. Ya udah, terpaksa dech pake cara terakhir yang ternyata jitu."
"Ck, masih mending dicium mantan, dari pada dicium bencis."
"Emang kamu mau dicium sama Si Indah dan Si Cika?"
"Enggaklah."
"Tadi katanya mending dicium mantan."
"Tadi 'kan asal ngomong."
"Kirain beneran."
"Nggak. Sebelum terbukti kebenaran tentang foto Fiya, aku nggak bakal mau disentuh gadis lain, apalagi mantan. Aku tau watak asli mereka."
Zaenal mendaratkan bobot tubuh di atas hamparan pasir pantai, diikuti oleh Dino yang juga menjatuhkan bobot tubuh bersebelahan dengannya.
Suasana sesaat hening. Hanya terdengar suara gulungan ombak yang menghantam batu karang dan nyanyian burung camar.
Zaenal memandang laut lepas dan sesekali menghela nafas dalam. Terbayang foto Nofiya yang kembali membuat hatinya tersayat.
Sakit, tapi tak berdarah.
"Zen, aku baru inget. Seminggu yang lalu, aku ngeliat Cika jalan berdua sama Rama di taman. Apa mungkin mereka --"
"Jangan suudzon. Mungkin mereka emang lagi PDKT." Zaenal memangkas ucapan Dino, tanpa mengalihkan pandangan mata.
"Bukannya suudzon, Zen. Tapi, ciri-ciri cowo yang foto bareng sama Fiya mirip Si Rama."
Zaenal menautkan kedua pangkal alisnya, lalu mengalihkan atensi ke arah Dino.
"Beneran, Din?"
"Iya."
Dino lantas mengeluarkan selembar foto dari dalam saku kemeja.
"Coba kamu perhatikan benar-benar foto ini. Mirip Rama 'kan?"
Seperti yang diperintahkan oleh Dino, Zaenal memperhatikan foto yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu.
Benar saja. Foto yang ditunjukkan oleh Dino mirip sekali dengan Rama, teman sekampus mereka yang pernah terobsesi pada Nofiya.
"Kurang ajar!"
Zaenal berusaha menahan amarah yang kembali berkobar dengan mengepalkan tangan hingga urat-uratnya terlihat.
"Zen, kita nggak boleh gegabah. Lebih baik kita selidiki kebenarannya."
"Kebenarannya udah jelas, Din. Aku yakin, Rama maksa Fiya ngelakuin perbuatan serendah itu."
"Nggak. Aku nggak yakin, karena yang ngasih foto ini Bagas. Orang sinting yang terkenal culas dan menghalalkan segala cara buat dapetin uang. Satu lagi --"
"Apa?"
"Bagas pernah terobsesi sama Fiya. Dia pernah nembak Fiya, tapi Fiya nggak mau nerima cinta Bagas."
Zaenal terdiam. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Ketika Bagas mengungkapkan kata cinta pada Nofiya. Saat itu ia tengah berpacaran dengan Indah, salah satu mantannya.
"Apa mungkin, Indah juga terlibat?"
"Bisa jadi. Karena dia mantanmu yang paling susah move on."
"Terus, apa yang mesti kita lakuin?"
"Nanti dech aku pikir di rumah, sekalian mengamati foto ini."
"Makasih, Din. Kamu emang sohibku yang paling baik."
"Nggak usah lebay, Zen. Sebagai seorang sahabat, kita harus saling bantu."
Zaenal menarik kedua sudut bibirnya dan merangkul pundak Dino. Ia merasa teramat bersyukur, sebab memiliki sahabat sebaik Dino.
Bagi Zaenal maupun Dino, keyakinan mereka yang berbeda bukanlah penghalang untuk menjalin persahabatan.
Zaenal tetap pada keyakinannya, begitu juga Dino.
Lakum dinukum waliyadin. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
Di tempat yang berbeda, Nofiya tengah duduk termenung sambil menatap benda pipih yang sedari tadi berada di genggaman tangan.
Ia menunggu suara notif pesan dan notif vidio call dari sang kekasih, tetapi yang ditunggu tidak kunjung terdengar.
Prasangka buruk mulai memenuhi ruang pikir, membuat dirinya dihinggapi rasa gelisah.
Apa mungkin, Zen marah dan ingin pisah? batinnya berbisik lirih.
🍁🍁🍁
Bersambung ....
Aku juga ketawa nihh
Aku pikir Kirana putri cantiknya Author
yang gantengnya sejagad jiwa..yang kumisnya bikin Author gak bisa lupa
penjual cilok yg merangkap ustadz...
atau ustadz merangkap tukang cilok...
brilian amat ya idenya
kalimatmu Thor..
mak nyesss dehh
Restu yang pergi entah kemana, sekarang datang juga...
Tu...Tu...lama amat sih lu datengnya..
Tapi beda cerita kalau kata Zaskia gotik.
Dia bilang..paijo...paijo..ditinggalke bhojhone....😄😄
Belajar sama² ya Zen udah ada lampu hijau dari Papa Ridwan.
semoga