Serra Valentino. Gadis itu tidak pernah menduga jika hidupnya akan berubah 180° setelah dijebak oleh kakaknya. Serra melewati satu malam bersama pria asing dan kehilangan mahkotanya yang paling berharga. Namun Serra berada di kamar yang salah. Dia tidur bukan dengan pria hidung belakang yang telah disiapkan oleh kakaknya, melainkan seorang penguasa.
"Menikahlah denganku, aku akan membantumu untuk balas dendam!!"
Serra kemudian menikah dengan laki-laki asing itu. Dan dia membantunya untuk membalas dendam pada keluarganya. Lelaki itu membantu Serra menghancurkan orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya. Namun seiring berjalannya waktu, rahasia besar pun terungkap jika sebenarnya Serra bukanlah putri kandung dari mereka yang selama ini dia anggap sebagai orang tuanya. Melainkan putri dari seorang wanita yang sangat kaya raya dan berpengaruh.
Lalu bagaimana hidup Serra setelah menikah dan menjadi istri seorang penguasa? Kebahagiaan atau penderitaan yang akan dia dapatkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takut Gelap
Wanita itu menggigil ketakutan dan meringkuk dalam gulungan selimut. Cuaca di luar membuat wanita berusia 25 tahun tersebut enggan meninggalkan kasur dan selimutnya. Gemuruh saling menyambar, hujan lebat dan angin bertiup kencang menimbulkan perpaduan bunyi yang menyeramkan diantara kesunyian malam.
Serra mengutuk hujan lebat yang turun malam ini. Ditambah petir dan pemadaman listrik membuat ketakutannya semakin berkali-kali lipat. Serra adalah wanita yang tidak takut pada apapun, kecuali petir dan gelap yang menjadi kelemahannya.
Dia memiliki kenangan buruk pada gelap. Saat berusia 9 tahun. Serra pernah dikunci di dalam lemari pakaian yang sangat gelap selama semalaman penuh oleh ibu dan ayahnya, kemudian Sarah bercerita tentang hantu yang suka muncul ketika gelap, dan sejak saat itu dia menjadi takut pada gelap.
"Lucas," wanita cantik tersebut berbisik lirih pada dirinya sendiri.
Ia tidak ingin sendiri, ia butuh seseorang untuk menemaninya. Ya, Lucas. Nama pertama yang tercetus dibenaknya, tapi masalahnya saat ini dia sedang tidak ada di rumah. Lucas pergi sejak sore tadi dan belum kembali sampai detik ini.
Serra memberanikan diri untuk meninggalkan zona amannya. Bangkit dari kasur dan berjalan hati-hati dalam kegelapan kamar menuju pintu. Dia bisa pergi pada salah satu pelayan di Mansion ini, mereka pasti kau menemaninya sampai Lucas kembali.
Suasana gelap menyambut Serra ketika pertama kali keluar dari kamar. Mansion besar milik suaminya terasa sangat menyeramkan pada malam hari. Tidak ada sinar lampu yang menerangi setiap inci ruangan. Jadi, ia hanya bisa bergantung pada cahaya petir yang muncul silih berganti seiring makin parahnya badai diluar sana. Mengandalkan sinar temaram sebagai penuntunnya.
Serra mulai melangkahkan kakinya dengan ayunan ragu sembari memeluk dirinya sendiri, berusaha menghalau rasa dingin yang menusuk kulit dan juga rasa takut yang mendominasi dirinya. Tubuh rampingnya hanya dalam balutan gaun tidur tipis.
Gemuruh di luar sana semakin menggila, membuat langkah Serra mengayun semakin cepat, hampir berlari kecil menuju pintu bercat putih yang terlihat di antara sinar petir yang temaram. Manik hazel si wanita berbinar senang dalam langkah-langkah terakhirnya sebelum berhadapan langsung dengan pintu kamar yang di tempati oleh para pelayan.
"Serra, sedang apa kau di-sana?" Wanita itu menoleh cepat kearah sumber suara, melihat sang suami yang berdiri beberapa meter di depannya.
"Lucas," Serra berseru lalu berlari dan berhambur ke dalam pelukan pria itu. Membuat Lucas terpaku oleh pelukan tiba-tiba itu. "Hiks, kenapa kau baru pulang? Aku..sangat ketakutan," lirihnya parau.
Lucas merasakan punggung Serra yang gemetar, tubuhnya berkeringat dingin. Kemudian Lucas melingkarkan kedua tangannya pada tubuh yang tampak rapuh itu. Dagunya bersandar pada kepala coklat Serra.
"Tenanglah, aku ada disini. Jangan takut lagi, semua akan baik-baik saja. Tenang, sudah tidak apa-apa." Lucas berusaha menenangkan Serra dan menyakinkan padanya jika semua akan baik-baik saja.
Dan dirasa Serra sudah mulai tenang. Lucas melepaskan pelukannya. Dia menyalahkan senter pada ponselnya. Lucas melepas jasnya lalu menelanglupkan pada tubuh Serra yang tampak menggigil itu.
"Ayo kembali ke kamar." Dia merangkul Serra, keduanya lalu kembali ke kamar mereka di lantai dua.
Listrik yang semula mengalami pemadaman kembali hidup. Serra pun bisa menghela napas lega. Di depannya tampak Lucas yang sedang berlutut sambil menggenggam jari-jarinya. Kemudian Lucas berdiri dan melenggang meninggalkan Serra.
Lucas menuang air ke dalam gelas yang kemudian dia berikan pada sang istri yang masih sedikit ketakutan itu. "Minum dulu," tangan Serra yang sedikit gemetaran menerima gelas itu. "Apa kau takut gelap?" Serra mengangguk. "Kenapa?"
"Karena aku memiliki kenangan buruk pada gelap." Jawabnya menimpali. "Saat aku berusia 9 tahun, mama dan papa mengunciku di dalam lemari pakaian yang sangat gelap. Aku menangis dan memohon supaya di keluarkan dari sana, tapi mereka tak melakukannya. Sepanjang malam aku terkurung di dalam lemari yang gelap itu, lalu Sarah menceritakan cerita seram yang membuatku semakin ketakutan. Dan sejak saat itulah gelap menjadi kelemahanku." Tutur Serra.
"Mereka sangat keterlaluan." Ucap Lucas lalu menarik Serra ke dalam pelukannya. Menyandarkan kepala wanita itu pada dada bidangnya yang tersembunyi di balik kemeja gelapnya. "Tidak ada lagi yang berani menyakitimu sekarang, semua akan baik-baik saja. Dan disini aku akan selalu ada untuk melindungimu."
Serra tak kuasa menahan air matanya. Dia mengangkat kedua tangannya lalu membalas pelukan Lucas. Kehangatan yang tak pernah dia dapatkan sejak masih kecil bisa Serra dapatkan setelah Lucas masuk ke dalam hidupnya, dan Serra sangat beruntung karena memiliki orang seperti Lucas disisinya.
"Sudah malam, ayo tidur,"
Serra mengangguk. "Ayo,"
-
-
Tubuh-tubuh itu menggigil kedinginan di dalam sebuah tong besar yang berisi air dengan bunga tujuh rupa dengan berbagai macam air dan kotoran yang tercampur di dalamnya. Mual, jijik, mereka mencoba menahannya. Ditambah dengan hujan lebat yang mengguyur malam ini, membuat tubuh mereka seperti dirajam ribuan jarum tajam.
Siapa lagi mereka berempat jika bukan Kakek Xiao, Axel, Anita dan Andien. Wajah mereka diberi masker kotoran ayam, rambut mereka di cuci dengan kotoran kerbau bercampur air comberan.
"Huha huha.. tralalala...huha huha tralalala.." si dukun sakti membaca mantra sambil berputar-putar mengelilingi tong yang dibuat berendam oleh mereka berempat. "Huha huha.. tralalala... Huha huha.. tralalala..."
"Sebenarnya dia itu dukun asli atau bukan sih. Mantranya aneh banget," komentar Anita mendengar mantra yang dibaca oleh si dukun.
"Sstt, diamlah dan jangan banyak berkomentar. Apa kau ingin hantu-hantu itu terus mengganggu kalian?" Ucap si dukun sakti.
"Amit-amit tujuh turunan!!" Jawab Anita menimpali.
"Kalian berdua para asistenku, cepat tambah lagi ramuan berbagai kotoran yang sudah aku mantra-mantra i ke dalam tong-tong itu. Langsung siram dari atas kepala supaya lebih cepat selesai ritualnya." Si dukun menatap si kembar.
"Woke!!" Jawab keduanya dengan kompak.
Mereka menahan diri supaya tidak tertawa terbahak-bahak. Ternyata sangat menyenangkan. Mengerjai sekaligus cuci mata melihat Anita dan Andien yang hanya memakai pelindung area sensitifnya saja.
"Hoek..."
"Hoek..."
"Hoek..."
"Hoek..."
Mereka merasakan mual yang luar biasa ketika si kembar menambahkan ramuan itu ke dalam tong air tempat mereka berempat berendam. Dan tak cukup sampai disitu, setelah selesai berendam di dalam tong, kemudian mereka berempat berendam di sungai Han dan selanjutnya berputar mengelilingi pohon.
"Huaaa... Huaaa... Huaa.... Setan-setan itu kenapa harus muncul lagi." Mereka berteriak histeris karena kemunculan beberapa hantu di sana.
"Konsentrasi, konsentrasi, jangan dilihat tutup mata kalian dan bayangkan mereka itu pohon dan batu." Pinta si dukun sakti.
Dan penderitaan mereka belum selesai sampai disitu. Karena si kembar tidak akan berhenti sampai disini saja, kembar-kembar nakal, adalah julukan yang paling tepat untuk mereka berdua. Karena tingkat kenakalan dan kejahilan mereka sudah tidak bisa diukur lagi.
-
-
Bersambung.
koreksi..
bukan langkah