Seorang pemuda biasa saja yang sama sekali tidak menonjol namun pintar dan bercita cita menjadi dokter, tiba tiba di datangi oleh hantu teman sekelasnya yang cantik, indigo dan terkenal sebagai detektif di sekolahnya dari masa depan. Menurut sang hantu, dirinya akan meninggal 50 hari dari sekarang dan dia minta tolong sang pemuda menjaga dirinya yang masih hidup.
Sang pemuda menjadi bingung karena gadis teman sekelasnya sebenarnya ingin mengusir hantu adik kembar sang pemuda yang selalu duduk di pundaknya. Akhirnya karena dia tidak mau melihat teman sekelasnya meninggal dan dia sendiri juga menaruh hati kepada sang gadis, akhirnya dia memutuskan untuk membantu. Di mulailah petualangan mereka mengungkap dalang di balik kematian sang gadis yang ternyata melibatkan sebuah sindikat besar yang jahat.
Keduanya menjadi pasangan detektif dan asisten yang memecahkan banyak kasus sambil mencari informasi tetang sindikat itu.
Mohon komen dan likenya ya, terima kasih sudah membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Sesuai prediksi Amelia, satu mobil ambulans dari rumah sakit terdekat tiba bersama tiga mobil polisi. Petugas medis langsung membawa Amelia duduk di belakang ambulans di temani oleh Tino untuk menjalani pemeriksaan dan di obati kaki nya yang terluka, tiba tiba “tap,” pundak Tino di pegang seseorang, Tino menoleh melihat siapa yang memegang pundaknya dan dia langsung kaget,
“Pa..pak Ardi ?” tanya Tino sambil berbalik dan mundur.
“Hehe ternyata benar kalian lagi, begitu mendengar ciri ciri kalian di sebut, saya langsung meluncur kesini,” jawab Ardi.
“Um...ada apa ya pak ?” tanya Tino.
“Haduh kalian ini, kenapa sih kalian suka sekali menantang bahaya, ini sudah ketiga kali nya loh bertemu saya,” jawab Ardi.
“Maaf pak, tadi waktu kembali dari sini saya di culik,” ujar Amelia yang duduk di belakang mobil ambulans yang terbuka.
“Iya saya sudah dengar laporannya, bukan sengaja di culik kan ?” tanya Ardi.
“Tidak pak, dia benar benar di culik, untung saya tidak datang terlambat,” jawab Tino.
“Hoo begitu, berarti kamu yang menolong dia ?” tanya Ardi.
“Uh...um...dia sudah lepas sendiri pak, saya cuma jemput saja,” jawab Tino.
“Tin, sini, duduk sebelah ku,” Amelia menarik tangan Tino.
“Boleh tahu siapa penculiknya dan bagaimana kamu di culik ?” tanya Ardi.
Amelia menceritakan kronologisnya pada Ardi, setelah itu Ardi langsung menoleh melihat seorang polisi di belakangnya,
“Periksa rumah paling ujung yang sendirian dan ada kebun pisang di belakangnya, periksa halaman belakang rumah itu,” ujar Ardi.
“Siap sersan,” balas polisi itu.
“Hmm lalu ada lagi ?” tanya Ardi.
“Tidak ada pak, hanya saja ketika di tangkap ada yang menembak kepala pelaku dari jarak jauh,” jawab Amelia.
“Saya sudah dengar persoalannya, untung kalian tidak apa apa,” ujar Ardi.
Kemudian Ardi jongkok di depan keduanya dan dia mengambil sebatang rokok dari kantung nya dan menyalakannya, setelah menyemburkan asapnya ke samping,
“Kamu tahu alasan kenapa dia di tembak ?” tanya Ardi kepada Amelia.
“Tidak pak, saya dan Tino saja sampai kaget setengah mati,” jawab Amelia.
“Itu benar pak, pelaku sudah di bekuk dan siap di bawa, tapi tiba tiba saja kepalanya tertembus peluru di depan kita,” tambah Tino.
“Dling,” tiba tiba smartphone Ardi berbunyi, dia mengambil nya dan melihat pesan yang masuk, Ardi langsung tersenyum dan memperlihatkan foto di pesan kepada Amelia dan Tino, ternyata foto itu adalah foto sebuah kantung plastik kecil yang masih berisikan sebuah pil merah yang tersisa separuh. Amelia dan Tino langsung kaget melihatnya,
“Yah...mungkin yang membungkam pelaku adalah sindikat itu karena ada benda ini di meja, kamu tau ada benda ini di sana ?” tanya Ardi.
“Tidak pak, dia menakutkan dan mengancam saya, lagipula saya di ikat agak jauh dari meja jadi saya hanya bisa melihat sekeliling saja untuk mencari petunjuk dan rute kabur,” jawab Amelia.
“Hmm begitu ya, tapi ini kalian jujur ya, kalian tidak merancang dia (Amelia) di culik dan kamu (Tino) menolong karena tahu pelaku memiliki benda ini ?” tanya Ardi.
“Tidak pak, kita benar benar tidak tahu, hanya kebetulan saja,” jawab Tino.
“Ok, kalau memang seperti itu, saya tidak akan mempermasalahkan nya lagi, tapi tolong di ingat, sindikat itu bisa melakukan apa saja, sebagai contoh pelaku penculikan kamu, dia bisa di bungkam dari jarak jauh tanpa di ketahui siapa penembaknya, kalian sudah melihat sendirikan betapa berbahaya nya sindikan itu,” ujar Ardi.
“Kita berdua mengerti pak, tapi....dia menembak dari gedung di sebrang rumah sakit,” ujar Tino.
“Hoo benarkah ?” tanya Ardi.
“Saya yakin, saya melihat arah peluru datang dan kalau dari arah dia datang itu mustahil kalau hanya dari sekedar ruko atau rumah bertingkat, bahkan dari rumah sakit yang berlantai lima saja itu tidak mungkin karena banyaknya, bangunan ruko, kabel dan pepohonan, kecuali di lakukan dari atap gedung tinggi dan di wilayah ini hanya ada satu gedung tinggi, yaitu gedung di depan rumah sakit dan memang arah datang nya peluru dari sana,” jawab Tino.
“Hmm...hebat, saya akui, bagaimana kalau kamu jadi polisi saja ?” tanya Ardi.
“Tidak pak, saya mau jadi dokter,” jawab Tino.
Ardi kembali menoleh kepada seorang polisi dan meminta sang polisi melapor ke pusat untuk memeriksa gedung di depan rumah sakit, setelah itu Ardi kembali menoleh melihat keduanya,
“Analisa mu masuk akal, gedung itu tempat ideal untuk mengawasi rumah sakit dan sekitarnya, untuk menembak tepat mengenai kepala tanpa ada halangan memang harus di lakukan dari sana, itu makanya saya bilang kamu hebat,” balas Ardi.
“Kalau gitu apa kita sudah boleh pulang pak ?” tanya Tino.
“Pulang ? hmmm, bagaimana kalau kalian menginap semalam di kantor polisi, kita sediakan ruang untuk kalian,” jawab Ardi.
“Hah ?” tanya keduanya serempak.
“Menurut kalian, sniper yang menembak pelaku, melihat wajah kalian tidak ?” tanya Ardi.
“Ok, tapi jangan di kantor polisi dong pak, di hotel aja,” jawab Amelia.
Tino langsung menoleh melihat Amelia yang terlihat penuh percaya diri, kemudian dia melirik hantu Amelia yang sedang berbaring terlentang melayang di atasnya sambil menguap karena mengantuk.
“Hmm kalau dia ga gemeter seperti kemarin gue rasa ga ada masalah,” ujar Tino dalam hati.
“Ok ok saya mengerti, tunggu sebentar ya, saya atur dulu dengan komandan,” ujar Ardi yang berjalan menjauh sambil mengambil smartphone nya dan dia juga minta seorang polisi mengawasi keduanya.
Amelia menoleh melihat wajah Tino sambil tersenyum, begitu juga Tino yang mengangkat telapaknya ke arah Amelia. “Plok,” Amelia menepuk telapak Tino. Terlihat juga Mei dan May yang berdiri di pangkuan keduanya saling mengangkat tangan dan menepukkannya sampai membuat Tino dan Amelia tertawa. Tak lama kemudian, Ardi kembali,
“Ok komandan setuju, kita tempatkan kalian di hotel dekat kantor saya ya, sebelumnya maaf ya kalau kita terpaksa menempatkan kalian di hotel, alasannya agar sindikat itu tidak mengetahui rumah kalian dan pada akhirnya mencelakai keluarga kalian, saya harap kalian mengerti,” ujar Ardi.
“Tenang saja pak, kita berdua mengerti,” ujar Tino.
“Hehe iya pak, kapan lagi bisa nginep gratis berdua,” balas Amelia.
“Oh ada cctv ya, jadi kalian jangan berbuat macam macam dikamar walau kalian pacaran, itu ga boleh karena biar bagaimana pun saya masih guru kalian di sekolah,” ujar Ardi tersenyum.
“Oh...gitu,” ujar Tino dan Amelia bersamaan.
“Baik, boleh minta nama dan nomor telepon ayah atau ibu kamu untuk mengabari kondisi kalian ?” tanya Ardi kepada Tino.
“Um...boleh saya kabari sendiri saja ?” tanya Tino.
“Oh silahkan, tapi nanti ijinkan saya bicara,” jawab Ardi.
Tino mengambil smartphone nya untuk menelpon ayahnya, kemudian dia menceritakan semua pada ayahnya dan mengalihkan teleponnya pada Ardi. Setelah Ardi meyakinkan ayah Tino,
“Ok sudah ya, tapi....kalian tinggal berdua ?” tanya Ardi.
“Ga apa apa kan, kita sudah tunangan, lagipula detektif harus selalu bersama asisten nya kan,” jawab Amelia.
“Hahaha ya sudah, anggap saja saya tidak tahu, saya tidak akan laporkan ke sekolah,” balas Ardi.
Setelah itu, Ardi mengajak Tino dan Amelia naik ke mobil nya, seorang polisi membawa motor milik Tino dan mengikuti mobil Ardi dari belakang untuk bersama sama ke hotel yang berada di dekat kantor polisi tempat Ardi bermarkas.