Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Suara hati
Malamnya, Agnia terlihat sedang berada di restoran mewah. Ia kedapatan sedang minum dengan di temani Airlangga yang hanya diam memperhatikan.
"Sebentar lagi perang sesungguhnya akan di mulai. Aku sungguh tidak menyangka bakal ada di situasi seperti ini!" Agnia tersenyum kecut lalu kembali meneguk segelas minuman beralkohol.
Sedari tadi perempuan itu sungguh ingin meluapkan semuanya. Antara senang karena ia sudah tidak sebodoh dulu lagi, juga takut karena jelas kerumitan setelah ini bakalan menjadi.
Alih-alih ikutan minum sampai mabuk, Airlangga hanya diam sambil menghitung sudah berapa gelas yang telah di minum oleh Agnia.
"Aku bahkan ingin masalah ini tidak segera selesai agar kau terus bisa bekerja di sisiku!" kata Agnia lagi yang mulai ngelantur.
Di saat itu, Airlangga sadar bahwa Agnia sudah mulai tak sadar dengan ucapannya karena mabuk. Ia membiarkan Agnia minum karena orang dewasa dan alkohol sudah merupakan hal wajar. Asal tak keterlaluan, ia tak mau terlalu ikut campur.
"Kenapa kau tak minum, hah?" tanya Agnia yang menuang lagi minumannya. "Kau ini gagah dan tampan. Sudah pasti kuat minum juga kan?"
Semakin ngaco' saja kalau berbicara.
"Jatahmu tinggal dua gelas. Setalah itu kita pulang!" balas Airlangga masih di posisi yang sama.
Tapi yang diberitahu malah tak mendengarkan. Agnia terus meminum minuman itu hingga tandas. Tuang minum lagi, tuang minum lagi. Begitu seterusnya. Dan saat akan memesan lagi, Airlangga melarangnya.
"Sudah!"
Agnia memberontak. "Beri aku satu lagi!" teriaknya pada pelayan.
Airlangga mulai risau. Pria itu akhirinya melarang pelayan untuk mengantarkan minuman dan untungnya pelayan itu menurut.
"Kita pulang!" kata Airlangga.
"Hey, aku &@&$$-#-#$$_&!"
Tidak jelas mengucapakan apa karena mabuk. Airlangga memapah dan memasukkan Agnia ke mobil untuk sejurus kemudian melesat menuju kediaman Agnia.
Setibanya, Airlangga hendak menggendong Agnia tapi perempuan itu tiba-tiba mengeluarkan seluruh isi perutnya di sebelah mobil. Airlangga bantu memijat tengkuk Agnia yang kini sedang muntah hingga perempuan itu bersimbah keringat.
Seusainya, Airlangga menggendong Agnia di punggungnya. Perempuan itu terlihat lemas tak berdaya dengan tubuh yang lengket. Ketika berjalan, Agnia malah semakin tertidur pulas di atas punggung kokoh Airlangga.
Di kala itu, Airlangga merasa jika dirinya hampir sama dengan Agnia. Sama-sama sendiri dan memiliki problematika yang pelik. Airlangga menekan bel, pelayan yang membukakan pintu terkejut, tapi tak berani menegur.
"Bawakan Air hangat ke kamar!" ucapnya sembari berlalu.
Pelayan itu mengangguk lalu segera pergi menuruti perintah.
Airlangga meletakkan Agnia di tempat tidur perlahan-lahan. Dalam desiran yang terasa aneh, ia memandang bibir yang tempo hari sempat mengambil ciuman pertamanya sebagaimana laki-laki.
Merasa bingung kenapa takdir menyeretnya pada perempuan ini. Tapi lamunannya seketika buyar ketika sang pembantu datang.
"Ini airnya!"
Airlangga mengangguk, "Terimakasih!"
Pelayan itu pun pergi, meninggalkan Airlangga yang kini menyeka badan Agnia yang lengket karena tadi sempat muntah.
"Setelah kasusmu selesai, kau akan tidur dengan nyenyak!" batin Airlangga.
Tapi saat menyeka lengan perempuan itu, Agnia tiba-tiba berbicara sendiri dan membuatnya memusatkan perhatiannya.
"Kenapa kau tidak menyukai ku pengawal kulkas? Kau sungguh dingin dan seperti tidak berperasaan. Apa aku tidak cantik? Zidan bilang kau sangat menghormati wanita. Tapi kenapa kau selalu cuek padaku. Apa aku tidak semenarik itu?" kata Agnia dengan suara parau.
Airlangga terdiam melihat Agnia yang berbicara sambil merem. Efek alkohol sungguh membuat Agnia mengucapkan segala perasaan yang selama ini di pendam. Tapi saat ini, Airlangga jadi tahu kalau Zidan pasti sudah di wawancarai oleh Agnia.
Airlangga menarik senyum tipis.
Airlangga mempercepat proses menyeka lalu kemudian meninggalkan perempuan yang kini sudah terlihat lebih nyaman saat tidur.
Di kamar, ia tertegun seorang diri. Sejak saat itu, ia bahkan enggan berhubungan dengan siapapun. Ia dan harga dirinya pernah di rendahkan. Melihat Agnia yang kehidupannya sangat berbeda dengannya, ia sungguh tak mau meladeni perempuan itu.
Tak terbesit apapun selain bekerja dan fokus pada urusan Ibunya yang hingga detik ini belum menemukan titik terang.
Kehidupan sedang rumit dan luka hatinya masih menganga. Tak selayaknya ia memikirkan hal lain selain peta kehidupan yang sudah ia rancang sebelumya.