Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 27
*****
Pagi itu, Jack sudah rapi dan bersiap untuk pergi melihat apartemen yang ingin ia beli di lantai bawah. "Klik...," suara pintu apartemen tertutup pelan saat ia keluar. Di lorong, ia merapikan jaketnya sambil berjalan menuju lift. Sesampainya di dekat lift, ia bertemu dengan Julia yang kebetulan baru keluar dari apartemen Natalia.
"Hai, Jack!" sapa Julia dengan senyum ceria. "Kau mau kemana pagi-pagi begini?" tanyanya, sambil sedikit mendekat dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.
"Oh, pagi juga, Julia. Aku mau ketemu marketing untuk lihat apartemen di lantai bawah," jawab Jack dengan nada ramah, "Lagian, siapa tahu aku bisa segera pindah biar nggak numpang di tempat Brian terus," lanjutnya sambil terkekeh ringan.
Julia tersenyum mendengar jawaban Jack, sambil tertawa kecil. "Oh ya? Kebetulan Aku juga mau lihat apartemenku yang di lantai bawah," katanya dengan antusias. "Gimana kalau kita turun bareng aja?"
Jack setuju dengan senyum di wajahnya. "Ayo," jawabnya sambil berjalan bersama Julia menuju lift. "Ting!" terdengar suara pintu lift terbuka di hadapan mereka, dan mereka berdua masuk ke dalam lift, bercakap-cakap santai tentang rencana hari itu.
Beberapa saat setelah Jack dan Julia turun, Brian keluar dari apartemennya dengan langkah mantap. "Klik!" pintu apartemen tertutup rapat di belakangnya. Ia berdiri di depan pintu lift, menunggu pintu terbuka dengan wajah datar, mengenakan jaket hitam tebal yang menambah kesan dinginnya pagi itu. "Ting...," suara lift terdengar, menandakan lift sedang dalam perjalanan ke lantai mereka.
Sementara itu, suara langkah cepat terdengar dari arah lorong. "Tak...tak...tak..." Natalia muncul, tampak sedikit tergesa-gesa. Saat melihat Brian di sana, ia langsung menyapanya dengan nada ramah.
"Brian!" katanya dengan senyuman di wajahnya.
Namun, Brian tidak menyapanya kembali. Ia hanya melirik Natalia sekilas dengan tatapan dingin, sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke pintu lift yang masih tertutup.
"Ekpresi menyebalkan itu lagi..." pikir Natalia sambil menghela napas dalam hati. "Apakah dia tidak sebuah robot?" keluhnya dalam hati, sambil mencoba mempertahankan senyum di wajahnya.
Tak ingin menyerah, Natalia memberanikan diri untuk berbicara lagi. " Mmmmm... Terima kasih, karena sudah membantuku..." katanya sambil menundukkan sedikit kepalanya, berusaha terlihat tulus.
Namun, Brian tetap diam. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya, dan wajahnya tak menunjukkan perubahan ekspresi. "Astaga, dia benar benar menyebalkan" pikir Natalia, merasakan perasaan canggung mulai merayap ke dalam dirinya.
Lift akhirnya berbunyi, "Ting...," pintunya terbuka, mengundang keduanya untuk masuk. Brian melangkah masuk terlebih dahulu, dengan langkah cepat, sementara Natalia mengikutinya dengan perlahan di belakang. Pintu lift menutup rapat setelah mereka berdua masuk.
Di dalam lift, suasana hening, hanya terdengar suara lembut dari mesin lift yang bergerak, "Ding... ding...," dan getaran halus di lantai lift. Natalia menatap ke lantai, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk memecah keheningan yang membekukan suasana.
"Canggung sekali....," pikirnya sambil memberanikan diri lagi. "Sebagai ucapan terima kasih..... bolehkah aku mengajakmu makan malam hari ini?" katanya, sedikit berharap.
Namun, sekali lagi, tidak ada jawaban dari Brian. Matanya tetap terpaku lurus ke depan, seolah tidak mendengar apa yang Natalia katakan.
"Aaaaa aku benci ini..." batin Natalia mulai kesal, tapi ia mencoba tetap tenang. "baiklah aku tidak akan mempedulikannya....." pikirnya sambil sesekali melirik ke arah Brian yang tetap tidak menunjukkan reaksi.
*****
Di dalam lift, suasana tetap sunyi. Brian berdiri di satu sisi, tatapannya tetap lurus ke depan sementara tangan Natalia menggenggam ponselnya. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. "Bzzz... Bzzz..." Suara getaran memenuhi keheningan di dalam lift. Natalia melirik layar ponselnya, melihat nama "Manajer Lu" muncul di sana.
Dengan cepat, ia menggeser layar dan menjawab panggilan tersebut. "Halo?" sapanya dengan suara lembut.
Di seberang sana, terdengar suara panik dari Manajer Lu. "Natalia! Maaf, aku nggak bisa menemanimu ke studio hari ini... Ibuku sakit dan aku harus mengantarnya ke rumah sakit sekarang!" Nada bicaranya terdengar terburu-buru dan penuh kekhawatiran.
Natalia tersentak mendengar berita itu. "Apa? Ok ngga masalah. aku bisa naik taksi. kamu fokus ke ibumu dulu saja." katanya dengan nada khawatir. Tatapannya tertunduk, menatap lantai lift sambil mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari Manajer Lu.
"Terima kasih. tapi benarkan kamu ga masalah naik taksi?" lanjutnya dengan napas yang terdengar berat.
Natalia menarik napas dalam-dalam, mencoba tetap tenang. "Nggak masalah. Jangan khawatir, Semoga ibumu cepat sembuh ya." jawabnya dengan lembut.
"Terima kasih, Natalia. Maaf banget, ya... bye b!" suara Manajer Lu terdengar terburu-buru sebelum panggilan berakhir.
Natalia menatap layar ponselnya sesaat, lalu memasukkannya kembali ke dalam tas dengan gerakan pelan. "Semoga tidak terjadi hal yang buruk" pikirnya, merasa simpati.
Lift berbunyi pelan, "Ting!" menandakan mereka telah sampai di lantai dasar. Pintu terbuka dengan lembut, memperlihatkan lobby yang sepi.
Natalia mengalihkan pandangannya ke arah Brian, yang tetap dingin dan mencoba tersenyum ringan meskipun dalam hati terasa sedikit berat.
Brian hanya menatapnya dengan dingin, tanpa balasan. Natalia sedikit tersenyum kecut, lalu melangkah keluar dari lift. Pintu lift perlahan menutup kembali, "Srrttt...," dan lift melanjutkan perjalanannya ke basement, mengantar Brian ke mobilnya.
Di basement, Brian berjalan dengan langkah mantap menuju mobilnya yang berparkir di sudut. "Klik," suara pintu mobil terbuka saat ia masuk ke dalam dan segera menyalakan mesinnya. "Vroom...," deru mesin terdengar menggema di ruang parkir bawah tanah itu.
Brian melirik ke arah depan, menarik napas panjang. "aku harus bergegas. aku sudah terlambat," pikirnya, menekan gas dan meluncur keluar dari gedung apartemen.
Saat mobilnya melintasi pintu keluar, matanya menangkap sesuatu—di trotoar, Natalia berdiri sendirian, tampak gelisah sambil menatap jalan. "Dia menunggu taksi," pikir Brian, alisnya sedikit terangkat. Ia berusaha untuk tidak peduli, memfokuskan pandangannya kembali ke jalan di depannya. "itu bukan urusanku..." Namun, hatinya bergejolak. Pikirannya tak bisa lepas dari sosok Natalia yang berdiri di sana, sendirian.
"Sial..." Brian mendesah frustrasi, merasakan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dia memutar setirnya dengan cepat dan membalikkan mobilnya, kembali ke arah Natalia.
"Vroom...," mobil Brian meluncur kembali ke depan apartemen, dan ia berhenti tepat di depan Natalia yang masih menunggu di pinggir jalan. "Ckrek..." Brian menurunkan kaca jendela mobilnya dengan perlahan.
"Naiklah," ucap Brian singkat, dengan nada dinginnya yang khas. Matanya menatap lurus ke depan, enggan menatap langsung ke arah Natalia.
Natalia terkejut melihat Brian kembali. "Hah Brian? Enggak, enggak perlu, aku bisa naik taksi sendiri..." jawabnya sambil menggelengkan kepala. Dalam hati, ia merasa canggung dan enggan merepotkan Brian lagi setelah kejadian kemarin.
Namun, Brian menoleh sedikit, tatapan matanya tajam namun tak sabar. "Buruan naik, sebelum terlambat," ucapnya dengan nada yang terdengar seperti peringatan, sambil menekan tombol pintu mobil untuk membukanya.
Natalia memandangi Brian sesaat. "aku tidak punya pilihan..." pikirnya sambil menggigit bibir bawahnya. Akhirnya, setelah beberapa detik ragu, ia menyerah. "haah.... baiklah....," gumamnya pelan, lalu ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. "Klik..." pintu tertutup dengan lembut.
Suasana di dalam mobil hening. Brian tetap fokus menyetir, tak berkata apa-apa. Natalia menoleh sedikit ke arahnya, lalu kembali menatap ke luar jendela. "suasana seperti ini lagi....," pikirnya, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Brian menginjak pedal gas, mobil melaju dengan cepat keluar dari area apartemen. "Vroom...," suara mesin mobil terdengar halus saat mereka meluncur di jalanan kota yang mulai sibuk. Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan antara mereka, hanya suara lembut dari roda mobil yang menggilas jalanan, "sssrrrrttt...," yang mengisi keheningan di antara mereka.
Namun, di dalam hati Brian, ada perasaan aneh yang mengusiknya. "Kenapa aku menolongnya lagi?," pikirnya dengan nada dingin. Tapi entah mengapa, ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa membiarkan Natalia sendirian.
Sementara itu, Natalia berusaha mencari kata-kata untuk membuka pembicaraan, tapi kehadiran Brian yang begitu dingin membuatnya ragu. batinnya sambil melirik sekilas ke arah Brian.
*****