Bercerita tentang seorang permaisuri bernama Calista Abriella, yang telah mengabdi pada kekaisaran selama 10 tahunnya lamanya. Calista begitu mencintai Kaisar dan rela melakukan apa saja untuknya, namun cinta tulus Calista tak pernah berbalas.
Sampai suatu peristiwa jatuhnya permaisuri ke kolam, membuat sifat Calista berubah. Ia tak lagi mengharap cinta kaisar dan hidup sesuai keinginannya tanpa mengikuti aturan lagi.
Kaisar yang menyadari perilaku Calista yang berbeda merasa kesal. Sosok yang selalu mengatakan cinta itu, kini selalu mengacuhkannya dan begitu dingin.
Akankah sifat Calista yang berbeda membuat kaisar semakin membencinya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kleo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 - Sahabat Leonardo
Pagi itu, selesai sarapan Calista yang telah menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk, segera bersiap dan datang ke istana pangeran. Ia ingin melihat putranya itu berlatih pedang.
Sesampainya di sana, Calista dapat melihat pemandangan putranya yang berlatih pedang seorang diri. Tanpa ragu Calista segera datang menghampiri Theodore, wajah anak itu berubah senang kala melihat sang ibu.
“Ibu!”
“Theodore bagaimana latihanmu, apa sudah usai?”
“Sudah, Bu, Marquis sudah pergi sedari tadi. Tapi ibu tahu mulai minggu depan aku akan berlatih di tempat pelatihan kesatria.”
“Benarkah?”
“Ya, Marquis bilang aku sudah menguasai semua jurus, jadi minggu depan aku akan mulai berlatih dengan pedang sungguhan,”
Calista tersenyum, ia berjongkok dan mencubit pipi cubby putranya, “Kau memang putra ibu yang paling cerdas.”
Theodore tersenyum bangga, “Ibu apa saat kecil kau menerima pelajaran seperti ini dulu, kan ibu juga dipersiapkan menjadi seorang permaisuri sejak kecil.”
“Hmm, iya ibu menerima pelajaran sepertimu, tapi lebih banyak mengenai peraturan istana dan etiket.”
“Berarti dulu ibu juga berlatih pedang?”
Calista mengangguk.
“Kalau begitu bisakah ibu mempelajari jurus-jurus pedang yang dulu ibu pelajari padaku.”
Calista terdiam sesaat mencoba mengingat-ingat jurus-jurus dasar yang dulu ia kuasai, tanpa menjawab perkataan putranya Calista berjalan menuju pelayan Theodore.
“Pergilah ke istana putih dan minta pelayanku membawakan pedang yang tersimpan di peti.”
“Baik Yang Mulia.”
Sementara menunggu sang pelayan mengambilkan pedang miliknya, Calista kembali datang menghampiri Theodore.
“Tunggulah, ibu akan menunjukkannya padamu,” ucap Calista sembari tersenyum simpul pada putranya.
Tak lama Alie datang membawa sebuah pedang dengan ukiran khas di ganggangnya, itu adalah pedang yang diberikan mendiang ibunya dulu pada Calista.
Calista tanpa pikir panjang mengambil pedang tersebut, di hadapan Theodore Calista mengayun-ayunkan pedangnya dengan berbagai jurus.
Theodore takjub pada sang ibu yang begitu lihai memakai pedang meski menggunakan gaun, dan tak merasa berat sama sekali memegang benda tajam tersebut.
Calista yang mengayun-ayunkan pedangnya tak menyadari akan kedatangan Leonardo yang berdiri belakangnya. Hingga ketika sang kaisar memanggil, Calista refleks langsung mengarahkan pedang ke leher Leonardo.
Sang kaisar terdiam melihat istrinya mengacungkan pedang ke arahnya, ia bukannya takut atau terkejut, Leonardo malah aneh dengan tatapan tajam nan pastinya Calista menatap dirinya.
Bahkan meski ia telah tahu kesalahannya, Calista tetap tak bergeming dan tetap menatap tajam ke arah Kaisar. Untuk sesaat keduanya saling pandang, tatapan kebencian dan tatapan berani saling beradu dalam diam.
Sampai akhirnya Kaisar mengambil tindakan, dengan tenang, ia memindahkan arah pedang yang hampir mengenai lehernya itu dengan salah satu lengannya.
Barulah setelahnya Calista menurunkan pedang miliknya, tanpa memberi hormat wanita itu langsung bertanya tujuan sang kaisar.
“Apa yang membawa Anda kemari yang Mulia?”
“Aku mencarimu di istana putih, tapi rupanya kau tidak ada sana.”
“Jadi apa yang membuat Anda mencari saya?” tanya Calista lagi.
“Sahabatku, Aaron. Dia akan datang ke kekaisaran Lezarde.”
“Baiklah aku akan menyiapkan pesta perjamuan, ” balas Calista yang telah tahu maksud sang kaisar.
“Tapi kenapa Anda tidak menyuruh pelayan untuk menyampaikannya dari pada harus datang sendiri?”
“Tidak ada salahnya untuk itu, karna aku ingin menjenguk putraku ke sini sekaligus,” balas Leonardo sembari berjalan menghampiri Theodore.
“Bagaimana pelajaranmu, kau mempelajarinya dengan baik?”
Theodore yang sejak tadi hanya diam memperhatikan, akhirnya membuka mulut. “Ya, semuanya sudah kupelajari,” balas Theodore yang kemudian menyunggingkan senyum.
Mendengar itu Leonardo mengelus rambut putranya. “Bagus, belajarlah sampai kau menjadi kaisar yang akan menggantikan aku di masa depan.”
Theodore mengangguk, meski ia tersenyum senang pada sang ayah, tapi dalam hatinya Theodore tak menyukai ayahnya itu, baginya sosok ayah dalam diri Leonardo telah mati sejak ia membawa selir ke kekaisaran.
Theodore tidak tahu apa yang dilakukannya itu benar atau salah, yang pasti ia benci melihat ibunya disakiti, dan sangat benci melihat ibunya harus menahan semua penderitaan dalam diam.
“Kau sudah sarapan Theodore, apa kau ingin makan bersama ayah?”
Theodore menggeleng pelan, “Tidak ayah aku sudah kenyang, lagi pula setelah ini aku harus menghadiri kelas lain.”
“Oh, iya, ini sudah waktunya, Ayah, Ibu, aku permisi untuk pergi menghadiri kelas,” ucap sang anak sembari menunduk memberi hormat.
Saat keduanya mengangguk setuju, Theodore pergi meninggalkan keduanya, kala tubuh putranya tak lagi terlihat dari pandangan, barulah Calista berjalan pergi dari tempatnya berdiri.
Ia tak memedulikan Kaisar yang masih ada di tempatnya, memberi salam perpisahan pun juga tidak. Leonardo paham betul akan perubahan tersebut, tapi ia memilih untuk tak terlalu memikirkannya.
Bukankah sangat bagus, wanita itu tak lagi mengganggu waktuku. Leonardo.
...****************...
Dua minggu setelahnya, tampak istana begitu ramai oleh para bangsawan. Seperti yang sudah Calista janjikan pada Leonardo, ia membuat pesta perjamuan dengan sangat megah, banyak makanan khas dari berbagai wilayah dihidangkan di sana.
Ya, seperti pesta sebelumnya para bangsawan sibuk bergosip tentang Calista, di negeri itu cerita tentang kehidupan permaisuri menjadi topik hangat baik di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa, seolah setiap cerita tentangnya tak akan pernah ada habisnya.
Banyak yang beranggapan jika Calista semakin gila setelah sembuh dari sakitnya. Tapi Calista sendiri tak peduli akan apa yang dikatakan orang-orang, hal yang paling penting baginya hannyalah Theodore semata.
Seperti aturan yang ada, Kaisar dan Permaisuri harus berdiri di ambang pintu tempat pesta diadakan, untuk menyambut tamu penting tersebut. Tapi kali ini bukan hanya Kaisar dan Permaisuri, tapi selir kesayangan juga ikut berdiri di samping kanan Leonardo.
Tentu saja para bangsawan mengecam aksinya, wanita tak tahu malu yang melanggar aturan, bisa-bisanya kaisar mencintai orang seperti itu, itulah pikir orang-orang.
Tak lama kereta kuda emas berhenti di depan istana perjamuan, dari dalam keluar seorang pria berambut perak dengan mata berwarna senada, di bawah sinar bulan wajah tampannya itu begitu sempurna terlihat.
Baju kebesaran khas seorang kaisar yang ia kenakan, membuatnya sangat berkarisma setiap ia melangkahkan kakinya menaiki tangga.
Ya, itulah Aaron lebih tepatnya Aaron Ryan Beatrix, seorang kaisar dari negara tetangga sekaligus sahabat Leonardo sejak kecil. Hal itu bermula karna hubungan bilateral dua kaisar terdahulu, Aaron yang selalu ikut sang ayah mengunjungi Lezarde pun jadi sangat dekat dengan Leonardo.
Aaron tersenyum ke arah Calista dan Leonardo, sungguh senyum dan ketampanannya itu membuat seluruh wanita di perjamuan terpana, termasuk Selene yang berada di dekat kaisar.
sblmnya aku mendukung Aaron, skrg males banget