Aozora Jelitha, dikhianati oleh calon suaminya yang ternyata berselingkuh dengan adiknya sendiri. Padahal hari pernikahan mereka tinggal menunggu hari.
Sudah gagal menikah, ia juga dipaksa oleh ayah dan ibu tirinya, untuk membayar utang-utang papanya dengan menikahi pria yang koma,dan kalaupun bangun dari koma bisa dipastikan akan lumpuh. Kalau dia tidak mau, perusahaan yang merupakan peninggalan almarhum mamanya akan bangkrut. Pria itu adalah Arsenio Reymond Pratama. Ia pewaris perusahaan besar yang mengalami koma dan lumpuh karena sebuah kecelakaan.Karena pria itu koma, paman atau adik dari papanya Arsenio beserta putranya yang ternyata mantan dari Aozora, berusaha untuk mengambil alih perusahaan.Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba Aozora mengambil alih kepemimpinan untuk menggantikan Arsenio suaminya yang koma. Selama memimpin perusahaan, Aozora selalu mendapatkan bantuan, yang entah dari mana asalnya.
Siapakah sosok yang membantu Aozora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu harus berterima kasih padaku
Sementara itu Damian yang diliputi amarah yang amat sangat mendatangi perusahan Arsen, dengan tujuan ingin mendatangi Aozora. Namun belum sampai di ruangan Zora, pria paruh baya itu berpapasan dengan Dimas putranya. Tentu saja pria itu semakin kaget, karena yang dia tahu, putranya itu dalam perjalanan bulan madu ke Paris.
"Dimas, kenapa kamu di sini?" tanya Damian dengan kening berkerut.
Dimas menghela napasnya dan menceritakan apa yang terjadi.
"Brengsek! Dia sepertinya benar-benar mengajak perang sekarang!" Damian mengepalkan tangannya dengan sangat kencang.
"Papa sendiri kenapa ada di sini? Bukannya ruangan Papa tidak di sini?" Dimas balik bertanya.
"Papa mau menemui Zora. Papa mau bertanya, di mana dia menyembunyikan surat-surat penting perusahaan dan aset-aset Arsen." sahut Damian, masih dengan manik mata yang menyala-nyala.
"Maksud Papa?" Dimas masih gagal paham.
Damian akhirnya menceritakan apa yang terjadi padanya hari ini.
Mata Dimas membola, terkesiap kaget mendengar kenekatan Papanya. Ia pun dengan cepat meraih tangan papanya itu dan menarik masuk ke dalam ruangannya.
"Kenapa kamu menarik tangan Papa? Bukannya Papa tadi bilang mau menemui Aozora?" protes Damian.
"Apa Papa gila? kalau Papa mendatangi Aozora dan menanyakannya, sama saja Papa mengungkapkan pada mereka kalau Papa tadi masuk ke dalam kamar Arsen dan berniat mencuri surat-surat penting. Apa Papa mau mereka tahu?"
Damian sontak terdiam dan menyadari kalau yang diucapkan oleh putranya itu benar.
"Kamu benar, Dim. Untung aku belum marah-marah ke Aozora," ucap Damian, mengembuskan napas lega.
"Papa tenang saja, aku akan mengawasi Aozora diam-diam dan memastikan apakah surat-surat berharga itu ada di tangannya atau tidak," Dimas berbicara dengan tegas.
"Apa kamu tahu, Arsen sudah sadar dari komanya," ucap Damian, setelah rasa geramnya pada Aozora, menyurut.
"Apa?" pekik Dimas, terkesiap kaget.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu pagi berganti siang. Aozora berdiri dari kursinya dan hendak keluar untuk makan siang. Namun, baru saja dia hendak melangkah, telepon di atas meja berbunyi.
"Iya," sahut Aozora , singkat.
"Bu, di bawah ada pria yang ingin bertemu dengan anda. Namanya Pak Aditya. Katanya beliau itu Papanya Ibu, apa itu benar?" ternyata yang menghubunginya dari meja resepsionis.
Aozora diam untuk sejenak. Berpikir dalam hati, untuk apa pria yang sudah tidak dia anggap papa itu menemuinya.
"Iya, dia benar! Suruh saja dia langsung ke ruanganku!" titah Aozora, akhirnya.
Tidak perlu menunggu lama, pintu ruangannya diketuk dari luar, dan Aozora yakin kalau yang datang itu adalah papanya.
"Masuk!" titah Aozora.
Pintu pun dibuka oleh seseorang, dan seperti dugaan Aozora, pria yang berdiri di ambang pintu itu adalah Aditya.
"Hai, Nak, apa kabar kamu?" tanya Aditya basa-basi.
"Tidak perlu berbasa-basi! Sekarang jelaskan apa tujuan anda datang ke sini?" suara Aozora terdengar sangat dingin.
"Emm, kenapa sikap kamu seperti ini, Nak? Aku ini papamu," Aditya memasang wajah memelas.
"Jangan lupa, kalau anda sudah menjualku, jadi hubungan kita pun sudah berakhir. Sekarang, cepat katakan, apa tujuan anda datang ke sini? Aku tidak punya banyak waktu, karena aku ingin keluar, untuk makan siang!" kadar dingin Aozora sama sekali tidak berkurang, justru sekarang terlihat semakin dingin.
"Baiklah, Papa ke sini hanya mau meminta kamu untuk tidak menarik investasi di perusahaan Papa, Nak! Karena kalau investasi itu ditarik, bisa-bisa perusahaan itu akan bangkrut," tutur Aditya, memasang wajah se sendu mungkin.
"Hah, investasi ditarik? Maksudnya?" Aozora mengernyitkan keningnya, terlihat bingung.
"Nak, please jangan pura-pura tidak tahu. Papa tahu, kalau kamu lah yang menarik semua investasi perusahaan Arsen ke perusahaan Papa. Dan Papa menyadari kalau kamu melakukan itu, karena ingin menghancurkan kami. Tapi, Nak ... Kamu harus ingat, perusahaan itu adalah peninggalan mamamu. Kamu tidak mungkin kan tega melihat perusahaan itu tinggal nama? Jadi, Papa mohon agar kamu kembali mengembalikan investasi itu ke perusahaan Papa," mohon Aditya dengan panjang lebar, berharap putrinya itu mau berubah pikiran.
Aozora masih terlihat bingung untuk beberapa saat. Namun detik berikutnya, wanita itu berdecih dan tersenyum smirk.
"Kenapa aku harus mengembalikan investasi itu? Itu memang perusahaan peninggalan mendiang mamaku, tapi bukannya sekarang perusahaan itu sudah beralih nama? Jadi, untuk apa aku menyelamatkan perusahaan yang dengan licik sudah kalian rebut itu. Maaf, kalau kedatangan anda ke sini sia-sia karena aku tidak peduli perusahaan itu mau bangkrut atau tidak!" jawab Aozora dengan tegas.
"Zora, Please jangan begini, Nak! tolong bantu Papa!" Aditya masih saja berusaha untuk memohon.
"Jangan menyebut anda papaku lagi! Anda sudah tidak ada hubungannya lagi denganku! Sekarang, tolong keluar dari sini, karena percuma saja anda memohon, aku tidak akan berubah pikiran!" napas Aozora terlihat memburu saat mengucapkan ucapannya.
"Nak ...."
"Pergi!" bentak Aozora.
Aditya menghela napasnya, berbalik, lalu beranjak pergi. Karena ia yakin, sekeras apapun dia memohon, putrinya yang sudah dipenuhi rada sakit hati yang amat sangat itu, tidak akan mengabulkan permohonannya.
Sepeninggal Aditya, Aozora pun berjongkok dan menangis sesenggukan sembari menutup mukanya. Bohong kalau dia tidak terluka melihat wajah memelas pria yang pertama kali dicintainya di dunia ini.
"Aku tidak boleh lemah. Kamu jangan mudah simpati lagi, Aozora!" Aozora membatin, menyemangati dirinya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aozora turun dari mobil, lalu berjalan dengan gontai untuk masuk ke dalam rumah. Tampak wajah lelah terlukis di wajah wanita cantik itu
"Lama sekali kamu pulang?" Aozora terjengkit kaget, karena tiba-tiba Arsenio suaminya muncul dari dalam.
"Astaga, Mas! Kenapa sih muncul tiba-tiba? Buat kaget saja!" Aozora mengelus-elus dadanya.
"Aku bertanya harusnya kamu jawab, bukannya bertanya balik!" ucap Arsen dingin.
Aozora mengembuskan napasnya dengan sekali hentakan. Ingin dia menjawab ketus, namun dia terlalu lelah untuk berdebat dengan pria menyebalkan di depannya itu.
"Ini baru jam setengah 6, Mas. Aku kan memang biasa pulang jam segini," sahut Aozora berusaha untuk tetap berbicara dengan lembut.
"Harusnya kamu pulang lebih cepat. Jam 4 dari kantor, agar kamu bisa masak makan malam. Ingat, kamu sudah punya suami!" sahut Arsen dengan ketus.
"Kenapa harus aku yang masak? Kan ada bibi. Aku juga lelah, Mas di kantor,"
"Aku tidak mau tahu, kamu harus tetap masak minimal makanan untukku!" ucap Arsen dengan tegas.
Lagi-lagi Aozora menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan sangat pelan. Ia melakukannya berkali-kali guna meredam rasa kesalnya pada sang suami.
"Kenapa kamu seperti itu? Kamu mau marah?" tantang Arsenio dengan tatapan mengintimidasi.
"Tidak!" sahut Aozora, singkat.
"Bagus! Sekarang kamu masak!" titah Arsen.
"Mas bisa tidak aku istirahat sebentar?Nanti aku janji akan tetap masak!" Aozora masih berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak marah.
"Tidak bisa! Ayo aku akan menemanimu di dapur! Lagian seharusnya kamu harus berterima kasih padaku, karena sudah membantumu, membalas orang tuamu!" ucap Arsen, ambigu.
Aozora sontak mengernyitkan keningnya, bingung. "Jangan bilang, kamu yang menarik investasi itu dari perusahaan papa?" mata Aozora, memicing menuntut penjelasan.
"Tuh, kamu tahu! Iya itu aku!" sahut Arsen dengan senyum smirk, menghiasi sudut bibirnya.
"Mas, kenapa kamu melakukan hal itu? Bagaimanapun itu perusahaan peninggalan mendiang mamaku. Aku tidak mau perusahaan itu tinggal nama," ucap Aozora, dengan napas memburu.
"Bodoh! seharusnya kamu bisa memanfaatkan momen ini untuk mendapatkan perusahaan itu lagi. Coba pikirkan baik-baik!"
Aozora terdiam beberapa saat, berusaha mencerna ucapan suaminya itu. Tiba-tiba mata wanita itu membesar sempurna, wajahnya juga terlihat berbinar. Sepertinya ia sudah tahu maksud perkataan Arsenio.
"Ahhh, aku mengerti, Mas. Aku sudah mengerti! Terima kasih!" tanpa sadar Aozora memeluk Arsen, saking bahagianya. Jantung Arsen sontak berdetak sangat kencang karena tubuh Aozora yang menempel ke tubuhnya.
"Emm, ma-maaf! Aku tidak sengaja!" Aozora dengan sigap menjauhkan tubuhnya dari Arsenio, begitu tersadar.
"Tidak apa-apa!" sahut Arsen dengan suara sedikit bergetar. Pria itu berusaha untuk tetap bersikap biasa saja.
"Sekarang sebagai balasannya, cepat masak makanan untukku!" ucap Arsen setelah debaran jantungnya sedikit mereda.
"Siap!" sahut Aozora sembari mendorong kursi roda Arsen menuju dapur.
Tbc
dan menjemput kebahagian masing-masing
bukan aku.
semudah itu di gertak
kalau cinta itu udah pasti di Zora.
laki-laki itu bisa menyentuh perempuan tanpa rasa yang penting puas.
yah kamu juga nya jalang Tsania.
jadi gimana enggak tergoda coba namanya laki-laki
memaki dan berteriaklah sepusamu dan gue akan bekerja dengan diam sampai membuat mulut kalian diam