Permata Hatiku

"Astaga Bu Tedjo. Jangan berburuk sangka jika tidak tahu kebenarannya. Nanti jatuhnya fitnah. Kalau Bu Nanda enggak terima, bisa dituntut secara hukum loh, Bu. Kalau saya sih lebih milih hidup tenang daripada berurusan sama hukum. Lebih enak tidur di kasur sendiri di rumah walaupun usang daripada harus tidur di hotel tapi hotel prodeo,"

"Bisa saja kan kalau Elang enggak mirip ke ayahnya tapi lebih mirip ke Bundanya. Ya, ke Bu Nanda. Bisa jadi gen pribumi Bu Nanda lebih kuat daripada suaminya yang kata Bu Tedjo namanya mirip nama bule. Atau bisa juga mendiang suami Bu Nanda itu bukan bule secara utuh alias campuran. Punya darah pribumi di keluarganya. Pikiran kita mah positif-positif saja, Bu. Kalau mikirin negatif terus tambah takut dosa saya nya," ujar Bu Juleha penuh penekanan pada Bu Tedjo. Sejujurnya ia sebal pada argumen Bu Tedjo yang selalu memojokkan Nanda dan Elang sejak keduanya tinggal di kampung tersebut.

Hanya saja sebagai tetangga, ia tahu Nanda tak punya pilihan lain yang lebih baik untuk saat ini. Sebab, kampung tersebut letaknya tak jauh dari pabrik tempat Nanda bekerja sekaligus sekolah Elang. Dan harga rumah kontrakan di daerah tersebut juga tak begitu mahal.

"Lihat saja nanti kalau sampai omongan saya soal janda gatel itu benar. Bu Juleha pasti langsung sungkem sama saya," ucap Bu Tedjo dengan ketusnya.

"Saya mah sungkemnya sama suami atau orang tua di desa kalau pulang kampung, Bu. Buat apa juga saya sungkem sama Bu Tedjo atuh," jawab Bu Juleha to the point.

"Huft !!" gerutu Bu Tedjo. Ia merasa gagal memprovokasi Bu Juleha untuk mendukungnya.

"Ya sudah saya mau pergi spa dulu. Tolong nanti kalau si janda gatel itu pulang, bilang suruh cepat bayar uang kontrakannya. Sudah lewat satu hari nih. Saya permisi," ketus Bu Tedjo.

"Iya, Bu. Nanti pesannya saya sampaikan ke Bu Nanda. Hati-hati di jalan, Bu. Jangan lupa minum es jeruk di depan jalan biar segeran," ujar Bu Juleha.

Bu Tedjo pun bergegas pergi dari sana. Di jalan, bibirnya terus komat-kamis tidak jelas menyumpahi Nanda. Entah apa penyebabnya sehingga Bu Tedjo selalu saja bersikap sinis dan julid pada Nanda.

Entah ia merasa takut tersaingi akan kecantikan Nanda yang alami atau memang hatinya selalu dipenuhi rasa iri dan syndrome OKB (Orang Kaya Baru) yang angkuh serta suka semena-mena.

Namun ingatlah bahwa roda kehidupan itu selalu berputar. Kadang kita bisa di bawah namun tak menutup kemungkinan suatu saat kita bisa berada di atas maupun sebaliknya. Oleh karena itu bersikaplah sewajarnya, sederhana, dan tidak sombong jika kita sedang diberi kenikmatan hidup berada di level atas. Perbanyak sedekah dan bersyukur.

Namun jika Tuhan memberi kita kenikmatan hidup berada di bawah, maka tetap semangat dan jangan pantang menyerah. Syukuri dan jalani apa adanya serta jangan lupa terus berdoa pada Sang Pemilik Kehidupan. Hanya Tuhan yang berkuasa di atas segalanya di muka bumi ini.

☘️☘️

Rumah pribadi Langit dan Kayla, Bandung.

"Bangun, Kay !!" teriak Langit ketika masuk ke dalam kamar pribadi mereka dan melihat sang istri masih tertidur pulas di jam sepuluh pagi.

"Eugh..."

"Apaan sih, Mas !!" bentak Kayla namun matanya masih terpejam. Tentu saja ia masih mengantuk sebab pukul dua pagi dirinya baru pulang ke rumah.

"Semalam kamu pergi ke mana? Kenapa enggak pamit padaku?" cecar Langit.

"Aku reuni sama teman lama, Mas. Terus nemenin dia sampai dijemput sama suaminya dulu jadi aku pulang agak telat," jawab Kayla yang akhirnya terpaksa bangun. Ia tengah mengucek matanya yang masih sangat mengantuk.

"Kurangi kegiatan malammu yang enggak penting itu. Kalau perlu tinggalkan. Sebelum nantinya kamu terjerumus ke hal-hal negatif yang akan merusak nama baikmu serta keluarga kita," perintah Langit dengan tegas.

"Mas enggak ada hak ngelarang aku buat jalan sama teman-temanku! Aku bosan kalau di rumah terus. Aku juga butuh hiburan, Mas. Apalagi Mas juga enggak bisa kasih aku nafkah batin yang seharusnya menjadi hakku. Oke lah dulu saat aku mengandung Ara, memang aku enggak minta hal itu karena mood kehamilanku yang malas begituan. Lagi pula juga khawatir jabang bayi kita keguguran. Tapi bukan berarti selamanya aku enggak dapat hal itu dari Mas!" bentak Kayla tanpa sadar.

"KAYLA !" pekik Langit.

PLAKK !!

Seketika tamparan pertama dari cap lima jari tangan milik Langit menyentuh pipi mulus Kayla, istrinya. Selama pernikahan mereka, Langit tak pernah menampar atau melukai Kayla secara fisik. Bahkan berucap tinggi pada Kayla, sangat jarang terjadi. Langit selalu mengalah selama ini pada istrinya.

Sebab ia merasa bersalah karena tak bisa menyenangkan Kayla di atas ranjang. Ya, ia mengetahui dirinya impo*ten tepatnya beberapa bulan setelah kelahiran Ara. Saat Kayla meminta ingin bercinta dengannya. Kayla mengatakan pada Langit ingin memiliki anak lebih dari satu. Sebab ia adalah anak tunggal dan tak punya saudara.

Ia tak mau jika nanti anaknya akan kesepian seperti dirinya. Padahal faktanya, hal itu hanya alibi Kayla untuk menutupi rahasianya sendiri agar Langit tak curiga padanya. Kebohongan yang ditutupi oleh kebohongan yang lainnya. Seakan seperti bom waktu yang siap meledak suatu hari nanti tanpa ia menyadarinya. Justru bisa menjadi boomerang untuk dirinya sendiri maupun keluarganya.

Namun saat ini kemarahan Langit mendadak sampai ke ubun-ubun. Terlebih Kayla terus menyinggung dan menyudutkan kelemahan dirinya sebagai pria tulen. Seolah mengolok-olok harga dirinya sebagai laki-laki yang tak berguna. Sungguh miris.

Dan entah bagaimana nantinya sikap mertua Kayla terutama Ayu pada sang menantu idaman. Jika ternyata Kayla tak secantik dan sebaik yang ia kira selama ini. Semoga Ayu Windarsih juga tidak syok bila mengetahui kenyataan pahit bahwa putra kesayangan dan kebanggaannya mengidap impo*ten.

Bersambung...

🍁🍁🍁