NovelToon NovelToon
Vanadium

Vanadium

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama / Epik Petualangan / Keluarga / Anak Lelaki/Pria Miskin / Pulau Terpencil
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: ahyaa

Ada begitu banyak pertanyaan dalam hidupku, dan pertanyaan terbesarnya adalah tentang cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ahyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode dua puluh enam

     Kami berdua tidak berlarian lagi, melainkan sedang berjalan santai, tapi Vana tetap saja menggenggam tanganku, tambah erat malahan.

    Kami berjalan di pinggir pantai, kaki ku sedikit basah terkena cipratan air. Gelombang terus menerus datang silih berganti, membuat sebuah urutan frekuensi yang harmoni, deburan nya seakan memanjakan telinga. Tidak terlalu terang memang, tapi tidak masalah karena cahaya rembulan seakan menemani kami.

     Aku tidak tau akan di bawa ke mana oleh Vana, Karena sejak tadi ia membawaku ke arah selatan, alias ke arah sebelah kiri rumah, tempat yang belum pernah aku datangi, berbeda dengan arah sebelah kanan rumah, karena sedari tadi pagi aku sudah beberapa kali pulang pergi dari sana.

     Sedari tadi aku tidak melihat adanya perahu ataupun nelayan yang berada di bagian sini, agak aneh menurutku.

    " memangnya kita mau ke mana van?" tanyaku sambil menggerakkan tangan kiri ku yang bebas.

     " aku akan menunjukkan kepadamu tempat yang bisa membuatmu takjub um" jawab Vana.

    Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, baiklah aku akan mengikutinya, lagipula kan tadi aku sendiri yang setuju mau ikut.

     Kami berjalan hampir sejauh dua ratus meter, hingga akhirnya sesuatu yang menjadi tujuan Vana terlihat. ia menghentikan langkahnya, menghadap ke arahku, lalu menutup mataku setelah ia minta izin, aku mengangguk tidak masalah

    Kami tiba di samping batu yang aku yakini itu seperti sebuah goa, terdengar seperti suara kunci yang di putar, menandakan bahwa tempat itu memiliki sebuah akses masuk.

    Vana menggiring ku untuk masuk ke dalam, ia terlihat seperti sedang menekan sesuatu, namun tetap saja belum melepaskan tangan nya yang menutupi mataku.

Dari jarak sedekat itu aku bisa mendengar irama nafasnya, ia perlahan mulai melepaskan tangannya yang menutupi mataku, dan aku pun terdiam.

Aku benar benar terdiam, aku tidak mengira akan berada di tempat seperti ini, tidak pernah aku bayangkan.

Goa itu tidak besar, palingan hanya sekitar tiga meter untuk lebarnya, sementara panjangnya 4 meter, atap goa itu terbentuk secara alami dari bebatuan berbentuk setengah lingkaran.

Ada tiga hal yang membuat ku terkesan melihat tempat ini, pertama dindingnya murni terbuat dari bebatuan keras tetapi di ukir dengan sedemikian rupa, aku mencoba memegang dindingnya, di setiap ukiran yang ada di dinding batu itu ternyata tersambung antara satu dengan yang lainnya. Kedua, sistem sirkulasi udara serta perapian dan penerangan yang entah bagaimana caranya bisa hadir dan bekerja dengan optimal dengan baik di dalam ruangan ini, aku tidak melihat ada lobang sebagai tempat sirkulasi, kecuali ada sebuah tungku perapian yang berada di pojok goa. Ketika, desain interior yang tepat, aku tidak tau mengapa tetapi ketika masuk mataku langsung di manjakan oleh penataan yang tepat, segala sesuatu yang ada benar benar di perhatikan letaknya, fungsi, serta hubungannya dengan benda benda yang lainnya. Setelah masuk melalui pintu tadi, kita akan langsung di sambut dengan bagian dalam yang terdiri dari dinding dinding yang di penuhi oleh lukisan lukisan yang kemudian aku langsung menelan ludah, aku pasti tidak bisa membuatnya. Setelah itu kita akan menemukan kursi keliling di bagian tengah yang di alasi dengan karpet tebal, di bagian belakang ada seperti tempat untuk kamar mandi, dapur, serta ada juga dua ayunan yang tergantung.

Vana menyikut lengan ku, ternyata dari tadi dia mengajakku bicara, tapi karena aku terlalu fokus memperhatikan sekitar aku malah tidak tau kalau sedari tadi dia sudah mencoba mengambil perhatian ku.

Itulah salah satu kelemahan pembicaraan tanpa suara, karena kita tidak bisa langsung berbicara tanpa harus kontak mata terlebih dahulu ataupun harus menyentuh.

" *bagaimana? Indah bukan*?" tanya Vana.

Aku tertawa, lalu mengangguk. Vana benar tempat ini benar benar indah sekaligus menakjubkan.

" *apakah tempat ini milikmu van*?" tanyaku

Vana mengangguk mengiyakan, lalu ia tersenyum.

" *apakah kau selalu ke sini van? Terus kenapa kamu meminta ku untuk ikut dengan mu malam ini*". tanyaku.

Sebagai jawabannya vana memintaku untuk duduk di kursi keliling, ia ke belakang sebentar. Aku duduk sambil memperhatikan sekitar, di tembok goa itu mungkin terpasang hampir dua puluh lukisan, beberapa lukisan hanya berupa goresan tinta, beberapa di antaranya ada yang lebih detail hingga bisa menunjukkan bentuknya, ada juga lukisan wajah orang yang sudah tua, dan yang paling aku sukai adalah lukisan dengan tema pemandangan, entah siapapun yang melukisnya pastilah ia sangat berbakat, karena lukisan itu terlihat seperti nyata.

Aku baru menyadari ternyata di sudut ruangan ada sebuah gitar berwarna hitam yang sudah sedikit berdebu, aku bangkit mengambilnya lalu kembali duduk lagi.

Gitar itu entah sudah dari tahun berapa, tidak ada tertulis tahun pembuatannya apalagi mereknya, bisa jadi gitar ini di buat sendiri. Aku mengelap sedikit bagian bagian yang berdebu sambil sesekali meniupnya. Aku bisa memainkan alat musik ini, jangan salah, satu di antara pemain musik ketika di kampung ku ada hajatan adalah aku sebagai gitarisnya, meskipun tim ku isinya orang orang dewasa semua.

Perlahan jari jemariku mulai memetik senarnya yang sudah kekuningan, dalam diam dan ruangan yang tertutup melodi yang keluar terdengar indah, aku tidak tau melodi apa yang sedang aku mainkan saat ini, jadi jemariku hanya refleks bergerak.

" *kau bisa bermain gitar um*?" tanya vana yang entah sejak kapan ia sudah ada di depanku, mungkin gara gara aku fokus memainkan gitar makanya aku tidak sadar.

" *bisa sih, tapi cuman sedikit, lagipula aku sudah lama tidak memegang gitar makanya suaranya sedikit sumbang di dengar*." jawabku sambil nyengir.

" *bohong, mana mungkin cuman sedikit, orang jelas jelas tadi kamu pinter banget maininnya*." ucap Vana

Aku menggaruk kepalaku, bagiku memang tidak terlalu bagus sih, tapi tidak tau lah bagaimana dengan yang mendengar nya, syukur syukur kalau di bilang bagus.

" *ini sepertinya akan menyenangkan Dium, tunggu sebentar, aku akan mengambil sesuatu*." ucap Vana.

Aku pikir tadi dia sudah selesai ke belakang, ternyata belum dan harus ke sana lagi. Aku kembali memainkan gitar itu, namun kali ini lebih spesifik. Untaian lagu perlahan mulai terdengar, aku tidak tau apa judul lagu ini, yang aku tau pasti ibu sering menyanyikan ini kalau kami lagi duduk santai di teras depan rumah. Aku menelan ludah, menghentikan sejenak memetik gitar, entah kenapa tiba tiba dadaku menjadi sesak, aku malah jadi teringat sama ibu, serta pesan terakhir ibu, aku belum tau di mana ayah saat ini, apakah dia masih hidup atau tidak, apakah dia akan mengenali anaknya atau tidak, yang aku tau pasti saat ini aku akan menempuh pendidikan ku terlebih dahulu, karena itu lebih penting.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!