Bisakah aku memilih antara Pertarungan atau pelarian?ataukah jalan takdirku sudah harus memilih pelarian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jmath, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 29 CONFESS
Hampir seminggu aku belum mendapat kabar dari Anya. Setiap hari tidak ada tanda pesanku terbaca olehnya. Aku sungguh penasaran hal apa yang membuat Anya seperti ini.
Setelah berbincang dengan Ayahku, Aku memutuskan untuk kembali ke kota. Sungguh tidak nyaman berjauhan dengan Anya apalagi tidak adanya komunikasi diantara kami berdua.
Tepat Seminggu dari hari itu, kini aku berada dalam perjalanan menuju kota. Aku berangkat siang hari agar malam hari bisa sampai di Paviliun kakek.
Setelah sampai di paviliun Kakek, Aku memarkirkan motorku didekat pas satpam. Disana ada Jerry dan Jack yang sedang mengobrol dengan para Satpam.
"Tuan Liam, Lama tidak berjumpa, bagaimana kabar Anda Tuan?". Mereka bertiga langsung berdiri ketika aku menghampiri mereka.
"Kabarku baik, Bagaimana kabar kalian semua disini?". Aku menyuruh mereka agar tidak bersikap formal padaku.
"Kabar kami juga baik Tuan, Apakah Tuan Liam mau menemui Tuan besar?". Tanya Jerry padaku.
"Hmm..Iyah Jerry. Tapi sebelum menemui kakek, bisakah kau mengantarkan ku menemui Anya? Aku ada perlu dengannya". Aku tidak tau jika pertanyaan ku tadi membuat Mereka semua terkejut.
"Baik Tuan, Aku akan menelepon kediaman Tuan Jeano dan menanyakan apakah Nona Anya berada disana atau tidak". Jawab Jerry.
Jerry menjauh dari tempat ku berdiri. Jerry pun mencoba menelepon paviliun paman Jeano. Nampak ia berbicara dengan Maid disana. Usai menutup telepon nya, ia berjalan mendekati ku.
"Tuan, Maid mengadakan Nona Anya sedang keluar bersama dengan Leon. Para maid mengatakan bahwa setiap sore Nona Anya keluar kesana sampai malam tiba"? Ujar Jerry.
"Baik Jerry, terimakasih. Tolong sampaikan pada Kakek bahwa besok aku akan menemuinya". Aku pun berpamitan kepada mereka dan melakukan motor ku ke arah Taman.
Hatiku sungguh senang karena sebentar lagi aku akan bertemu dengan nya. Entah perasaan dari mana rasanya jantungku ingin meledak saking antusiasnya.
Di Taman yang cukup sepi itu aku melihat Anya sedang mendengarkan musik bersama Air pod yang menempel pada kepalanya. Rambutnya yang tidak digerai itu terbang menutupi matanya yang indah. Sungguh cantik sekali.
Aku berjalan mendekati nya, Rupanya ia terlalu fokus mendengarkan lagunya hingga tidak menyadari keberadaanku.
Ku menepuk pundaknya sekali dengan pelan. Ia memalingkan wajahnya ke arahku. Matanya yang indah menatapku dengan Lamat.
"Liam".. Setelah mengatakan itu, dia langsung berhamburan memeluk ku dengan erat. Aku pun tak kalah melakukan hal yang sama dengannya. Sungguh rasanya nyaman sekali berada dipelukan Anya.
Hampir dua menit kami berpelukan, Hingga tersadar, Kami saling menjauh dan bersikap canggung satu sama lain.
Suasana yang sepi menjadi semakin sepi ketika kami berdua juga saling berdiam diri. Tidak ada yg berinisiatif untuk memulai percakapan.
Akhirnya dengan kesadaran yang tinggi aku pun berani memulai percakapan itu.
"Anya".. Ujarku pelan. Dia hanya mengangguk.
"Maafkan aku jika aku berbuat salah, aku sungguh tidak atau letak kesalahannya dimana. Ku harap kau bisa memaafkan ku". Ujarku pada Anya. Kini dengan rasa percaya diri aku menatap matanya yang indah. Dia hanya diam dan menunduk.
"Jangan Diam saja Anya, Aku kesini ingin tau alasan nya". Aku pun bertanya lagi pada nya.
"Aku disini yang salah, bukan kau Liam". Ia menundukkan wajahnya lagi. Kulihat ia mengusap airmata yang jatuh dipipinya.
"Ku mohon Anya jangan seperti ini, Melihat mu menangis membuat sakit". Ucapku Pedih.
"Aku..Aku...". Anya tidak melanjutkan ucapannya. Ia semakin menangis kencang dan menutup wajahnya dengan kedua tangan nya.
Aku memeluknya dan ku usap rambutnya yang halus itu. Aku memberikan kalimat penenang agar ia menghentikan tangisannya.
Setelah tangisan nya hampir reda, Aku memberanikan diri berbicara pada Anya. Aku mengatakan semuanya pada Anya. Semua hal setelah kami berdua tidak berkomunikasi.
"Sebulan lebih aku tidak melihat mu, sekarang rambutmu semakin panjang. kau.... terlihat cantik dengan itu". Anya menoleh dan tersenyum padaku.
"Aku merindukan segala hal tentang mu, Apa kau merasakan hal yang sama dengan ku?" Aku menatap nya lagi. Aku melihat nya menutup wajahnya dengan kedua tangan nya.
Aku tau dia tidak ingin terlihat malu didepanku. Dia melakukan itu sambil menghentakan kakinya ditanah. Sama seperti anak kecil yang senang jika diberi hadiah.
"Kenapa kau menutup wajahmu Anya, Aku sudah disini. Tidak kah kau ingin menemuiku?hmm...Aku menggenggamnya tangan nya. Ia semakin menundukkan wajahnya.
Tingkahnya terlihat lucu sekali didepanku. Rasanya aku ingin memeluk nya lagi.
"Baiklah, jika kau tidak ingin menemuiku aku akan kembali pulang ke pulang Valentia. Masih ada satu Minggu libur". Ucapku padanya. Aku berniat pulang ke Paviliun Kakek jika Anya terus diam seperti ini.
Saat aku hendak beranjak dari tempat kami duduk Anya menarik tanganku.
Cup
Dan dalam hitungan detik semua itu terjadi. Anya mengecup bibirku sekilas. Aku dibuat terdiam Karena nya. Dan yang semakin membuatku gugup adalah ketika ia berbicara lagi.
"Aku Merindukan mu Liam, Sangat rindu". Ia menutup wajahnya lagi. Nampak wajahnya yang merah merona.
Aku tersenyum dan merasa kupu-kupu bersarang di perutku.
Tanpa perlu mengatakan apa pun, Aku memeluknya nya. Menyalurkan rasa rindu yang kurasa sepihak dan kini rindu ini terbalas kan. Sungguh rasanya aku sangat bahagia.
"Aku menyukai mu Anya". Ucapku padanya...tanpa membalas Anya hanya menciumku lagi, kali ini lebih menuntut. Kini aku tau tanpa ia membalas perasaan ku aku sudah tau bahwa ia menyukaiku melalui tindakan nya.
Malam ini kami semakin terbuai satu sama lain. Jatuh cinta rasanya semenyenangkan ini. Terima Anya sudah membalas perasaan ku.
Tanpa kami sadari ternyata ada seseorang yang melihat kami. Ia menelepon seseorang diseberang sana.
dari novel Alice Celestia Dalian, jngn lupa mampiirrr 😉