Sebuah cerita tentang perjuangan hidup Erina, yang terpaksa menandatangani kontrak pernikahan 1 tahun dengan seorang Presdir kaya raya. Demi membebaskan sang ayah dari penjara. Bagaikan mimpi paling buruk dalam hidup Erina. Dia memasuki dunia pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap akan dicintai.
Akankah dia bisa menguasai hatinya untuk tidak terjatuh dalam jurang cinta? ataukah dia akan terperosok lebih dalam setelah mengetahui bahwa suaminya ternyata ada orang paling baik yang pernah ada di hidupnya?
Jika batas waktu pernikahan telah datang, mampukan Erina melepaskan suaminya dan kembali pada kehidupan lamanya? Atau malah cinta yang lama dia pendam malah berbuah manis dengan terbukanya hati sang suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan
Setiap wanita pasti pernah bermimpi, akan menikah dengan laki-laki yang dia cintai dan juga mencintainya. Bukan hanya sekedar pesta mewah yang gagap gempita, bukan tentang dekorasi yang luar biasa, ataupun makanan yang berkelas.
Tak penting siapa yang datang, entah kawan sejawat, keluarga atau bahkan para petinggi dengan jabatan di atas awan. Yang paling penting adalah dengan siapa dia akan bersanding di pelaminan.
Erina sudah berdiri di samping suaminya, mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri. Pernikahan yang sangat di idam-idamkan oleh kebanyakan wanita di luar sana. Bisa mendapatkan seorang Presdir kaya raya yang tampangnya luar biasa menawan. Mereka semua bedecak kagum, memuji paras mempelai pria yang sedang berdiri disampingnya dengan balutan jaz putih di tubuhnya. Bukan karena mempelai wanitanya jelek, namun karena aura Arga yang sangat luar biasa menarik perhatian para tamu undangan.
Erina juga terlihat cantik, dengan balutan gaun putih mewah. Terlihat sangat serasi dengan warna kulitnya yang putih bersih. Rambutnya di sanggul kebelakang di hiasi veil bridge transparan dengan sedikit bunga diatasnya. Menambah kesan menawan pada sang mempelai wanita.
Beberapa tamu yang hadir maju untuk memberi ucapan selamat pada kedua mempelai. Namun diantara banyaknya tamu yang membludak. Erina sama sekali tidak menemukan 1 orang pun yang dia kenal. Erina bahkan tidak memberitahu ayahnya jika hari ini adalah hari pernikahannya. Karena salah satu peraturan yang tertulis di surat perjanjian, Erina sama sekali tidak diperbolehkan memberitahu pihak keluarganya ataupun teman-temannya tentang pernikahan ini.
Baik Erina maupun Arga, keduanya sama-sama membisu. Dalam gugup yang dia rasakan, Erina tetap berusaha menarik sudut bibirnya. Dia selalu tersenyum ceria seakan pernikahan yang tengah berlangsung merupakan pernikahan yang ia dambakan. Aktingnya sungguh luar biasa.
Dalam hiruk-pikuk berjalannya pesta, tak pernah sekalipun Arga mengajaknya berbicara. Tanpa harus melihat jeli, para tamu pasti sudah tahu jika Erina bukanlah wanita yang di inginkan oleh suaminya.
Ibu! Lihatlah putrimu ini. Yang hanya bisa berakting layaknya seorang ratu paling bahagia di muka bumi. Padahal semua orang tahu aku bukanlah mempelai yang di inginkan. Ratu yang tak punya harga diri bahkan dihadapan suamiku sendiri.
Ayah! Andai Ayah tahu sehebat apa masalah yang timbul karena kecerobohan Ayah. Apakah ayah akan sedih jika mengetahui pernikahan yang tak di inginkan ini? Atau ayah malah akan bersorak sorai karena menantumu adalah orang paling kaya yang ada di negara ini?
Erina menggigit bibirnya, hatinya kelu. Entah sampai kapan dia harus berakting seperti ini.
Arga melirik Erina disampingnya, sekilas nampak air mata menetes dari pelupuk matanya. Namun anehnya Erina masih tetap bisa tersenyum lebar seperti awal pertama dia menginjakkan kaki di gedung ini.
Malam semakin menuju puncaknya. Pesta harus tetap usai. Dan semuanya berakhir pada waktunya.
"Bawa Nona Erina Pulang bersama Bibi Sofi" Perintah Arga pada Pak Tan.
"Apakah Tuan tidak akan ikut bersama kami?" Tanya Pak Tan keheranan.
"Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dikantor, malam ini aku tidak akan pulang" jelas Arga.
"Ini hari bahagiamu Arga, lupakan sejenak masalah pekerjaan" Bibi Sofi mengelus pelan pundak Arga, mencoba membujuknya.
"Tidak bisa Bi, ini mendesak"
Tanpa menoleh sedikitpun pada Erina, Arga langsung masuk kedalam mobil lain. Seorang supir menganggukkan kepalanya sebentar, lalu bergegas melajukan mobilnya.
Erina hanya mampu memandang mobil suaminya yang pergi semakin menjauh. Memangnya apa yang dia harapkan dari pernikahan ini. Dihari pertama pernikahannya dia merasa sudah dicampakkan.
"Anak itu benar-benar keterlaluan" Bibi Sofi bergumam pelan, namun masih bisa terdengar di telinga Erina.
"Ayo kita pulang bersama Erina, kamu pasti capek seharian berdiri" Bibi Sofi memapah lengan Erina untuk masuk kedalam mobil yang pintu belakangnya sudah di buka oleh Pak Tan.
"Terimakasih Bibi" Erina membungkukkan kepalanya. Hormat.
"Jangan seperti itu, sekarang aku ini Bibimu. Bersikaplah seperti biasanya ya." Bibi menepuk pelan bahu Erina.
Erina mengangguk, bersyukur karena di dalam neraka yang akan dia masuki, dia masih menemukan orang-orang baik di dalamnya.
***
Mobil memasuki puntu gerbang utama yang sangat besar, Erina melemparkan pandangannya ke sekeliling. Taman yang dia lewati terang berpendar, terkena sinar cahaya lampu taman. Beberapa penjaga berdiri berbaris, mereka serempak membungkukkan badan kala mobil berjalan melewati mereka. Di depan pintu teras pelayan perempuan terlihat berdiri berjajar. Sepertinya mereka di tugaskan untuk menyambut kedatangan pengantin baru di rumah itu.
"Selamat atas pernikahan bahagia anda Nona" semua orang disana serempak membungkuk, memberikan ucapan selamat kepada Erina. Kecuali Bibi Sofia dan Pak Tan tentunya.
Lagi-lagi Erina hanya bisa tercengang melihat pemandangan yang ada di depannya.
"Terimakasih" Erina berusaha tersenyum semanis mungkin. Meski dalam hati dia sudah sangat kelelahan berpura-pura bahagia seharian ini.
"Ayo masuk, Erin" Bibi Sofi menggandeng lengan Erina "Kamu pasti lelah ya, mari Bibi tunjukkan kamarmu dan Arga"
Erina mengikuti langkah Bibi Sofia, menuntunnya menaiki satu persatu anak tangga. Hingga dia sampai di sebuah kamar.
"Masuklah, ini kamarmu dan Arga, gantilah pakaianmu dan segeralah tidur" Bibi Sofi menepuk punggung tangan Erina, sembari tersenyum hangat.
"Terimakasih Bi" Erina membalas senyuman Bibi Sofia.
Pintu kamar terbuka lebar, namun Erina ragu untuk melangkahkan kakinya masuk kedalam. Tidak bisakah dia tidur di tempat lain? Dia bisa tidur dimana saja asalkan tidak dengan laki-laki itu.
"Ada apa Erina?" Bibi Sofi memecah lamunan Erina, dia tahu jika saat ini Erina pasti tengah merasa kecewa.
"Ti-Tidak apa-apa Bi" Erina menggeleng-gelengkan kepalanya, gelagapan menjawab pertanyaan Bibi Sofia.
Sekilas Bibi Sofia menangkap raut sedih di wajah Erina. "Bibi tidak tahu ada apa dengan Arga hari ini, seharusnya ini jadi hari yang sangat membahagiakan bagi kalian. Seharusnya dia tidak meninggalkamu sendiri seperti ini" Bibi Sofia mengelus punggung Erina lembut merasa prihatin.
"Ah, tidak apa-apa Bibi, mungkin memang masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan" Erina tertawa, terdengar seperti dipaksakan. "Aku masuk dulu ya Bi"
"Iya, masuklah. Ganti pakaianmu, di ruang ganti sudah ada dua lemari berisi baju-baju, satu milikmu dan satu lagi milik Arga" jelas Bibi "Jika butuh sesuatu panggil saja pelayan yang ada di bawah ya"
Hah! Baju? Baju apa? Aku bahkan belum sempat mengemasi bajuku yang ada di kontrakan.
"Terimakasih Bi" Erina memilih untuk menggangguk saja, biar cepat pikirnya.
Bibi Sofia tersenyum, mengusap lengan Erina sebentar kemudian berbalik dan pergi meninggalkannya yang masih mematung di depan pintu kamar. Memperhatikan Bibi Sofia sampai punggungnya tidak lagi terlihat di bawah tangga.
***
Di sebuah ruangan temaram, Arga duduk di sebuah sofa termenung seorang diri di kantornya.
Bekerja hanyalah sebuah alasan untuknya melarikan diri. Entah kenapa setelah melihat Erina menangis dalam diamnya tadi, hati Arga jadi merasa kurang nyaman.
Sialan! Kenapa aku selalu terbayang-bayang wajah polosnya yang tersenyum sambil menitikan air mata itu.
Arga meraup mukanya sedikit kasar, dia mengangkat kakinya. Tiduran di sofa. Sepertinya di mulai tenggelam dalam rasa bersalah yang cukup dalam pada gadis yang kini sudah berstatus sebagai istrinya.
.
(BERSAMBUNG)
egoisnya kebangetan si arga nih...