Renatta Putri Setiawan, seorang gadis berusia 22 tahun. Hidup dalam kemewahan dan kemanjaan dari keluarganya. Apapun yang menjadi keinginannya, selalu ia di penuhi oleh orang tua dan saudaranya.
Namun, suatu hari gadis manja itu harus menuruti keinginan orang tuanya. Ia harus mau dijodohkan dengan seorang pria berusia 40 tahun, agar keluarga Setiawan tidak mengalami kebangkrutan.
Renatta yang membayangkan dirinya akan hidup susah jika keluarganya bangkrut, terpaksa menerima perjodohan itu. Asalkan ia tetap hidup mewah dan berkecukupan.
Gadis itu sudah membayangkan, pria 40 tahun itu pasti berperut buncit dan berkepala plontos. Namun, siapa sangka jika pria yang akan dijodohkan dengan dirinya ternyata adalah Johanes Richard Wijaya. Tetangga depan rumahnya, dosen di kampusnya, serta cinta pertama yang membuatnya patah hati.
Apa yang akan Renatta lakukan untuk membalas sakit hatinya pada pria yang pernah menolaknya itu?
****
Hai-hai teman Readers. Kembali lagi bersama Author Amatir disini.
Semoga cerita kali ini berkenan, ya.
Ingat, novel ini hanya fiksi belaka. Tidak ada ikmah yang dapat di ambil setelah membacanya.
Terima Gaji.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Apa Yang Om Rahasiakan Dari Aku?
Richard mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebentar lagi jam makan siang. Ia tidak mau terjebak macet di jalan, dan semakin lama bertemu dengan sang istri.
Tiba di pintu gerbang komplek perumahan, ia melihat orang suruhannya keluar.
Richard memencet klakson beberapa kali. Membuat orang suruhannya berhenti.
Pria muda itu kemudian memutar balik motor yang ia kendarai, saat melihat mobil sang atasan.
“Aku mau pulang, bos. Sejak tadi aku menunggu. Istrimu tidak kunjung keluar dari rumah orang tuanya.” Ucap pria muda yang wajahnya tertutup helm full face.
“Jika aku masuk kedalam, dia akan terkejut melihat ku. Karena tahu alamat rumahnya.” Pria muda itu terkekeh.
“Pergilah. Terimakasih telah bekerja dengan baik. Aku sudah mentransfer sejumlah uang.” Ucap Richard sembari menutup kaca mobilnya lalu kembali melaju.
“Setidaknya dia ingat mengatakan terimakasih.” Ucap pria muda itu kemudian meninggalkan komplek perumahan mewah itu.
Richard tiba di depan rumahnya. Namun, pria itu tidak masuk ke dalam. Ia memilih membelokkan mobilnya ke arah pintu gerbang rumah mertuanya.
Pria itu menekan klakson beberapa kali. Pintu gerbang putih tinggi menjulang itu pun terbuka.
“Selamat siang, pak.” Sapa seorang asisten yang membukakan pintu untuknya.
“Siang. Apa rumah sepi?” Tanya Richard sembari memindai lantai dasar rumah mertuanya.
“Ada nyonya Dona sedang menyiapkan makan siang.”
Richard mengangguk kemudian beranjak menuju dapur. Meski tujuannya kemari adalah untuk menemui sang istri, namun ia harus memiliki sopan santun sekedar menyapa mama mertuanya.
“Ma.”
Mama Dona yang sedang berkutat di balik meja dapur, mendongak saat mendengar suara sang menantu.
“Kamu sudah pulang kerja? Kata Rena kamu ada pertemuan penting hari ini.” Tanyanya pada Richard.
“Sudah selesai, ma. Dimana Rena?” Tanya Richard tanpa basa-basi lebih lama.
“Dia di kamar. Katanya mau mengambil barang yang ketinggalan.” Jelas mama Dona.
Richard mengangguk. “Kalau begitu, aku ke atas dulu, ma.”
“Ya sudah. Tetapi, jangan lama-lama. Kita makan siang bersama.” Mama Dona melambaikan tangan pada sang menantu.
Dengan langkah lebar, Richard menapaki anak tangga. Bahkan, sekali berpijak ia melewati dua anak tangga.
Dengan mengendap, Richard membaringkan tubuhnya di samping sang istri.
Pria itu sudah melepaskan jas dan dasi kerjanya di dalam mobil. Hanya tersisa kemeja putih dan celana bahan yang membalut tubuh kekarnya.
Merasa ada beban berat yang menimpa pinggangnya, Renatta perlahan membuka mata.
Ia mendapati tangan sang suami kini membelitnya.
“Om.”
Richard yang baru memejamkan mata, seketika menatap sang istri.
“Apa aku menganggu tidurmu?” Tanya pria itu.
Renatta menggeleng pelan. Ia masih belum yakin jika Richard benar ada bersamanya.
Sebuah kecupan mendarat pada pipi wanita muda itu. Seketika ia sadar, jika Richard nyata adanya.
“Kenapa sudah pulang kantor?” Wanita itu beringsut bangun dan menyandarkan punggung pada kepala ranjang.
“Memangnya tidak boleh? Aku bosnya.” Pria itu menarik sang istri agar tidur di atas dada bidangnya.
“Kenapa tidak menjawab panggilanku?” Tanya Richard sembari menatap lekat wajah sang istri.
Renatta Setiawan. Gadis kecil yang selalu menganggu hari-harinya sejak gadis itu berusia dua belas tahun.
Kini, gadis yang dulu Richard sebut ‘bocah bau minyak telon’ telah menjelma menjadi wanita cantik, dan mengusik hati pria itu.
“Aku tidak melihat ponsel.” Jawab Renatta santai.
“Sengaja tidak menjawab?” Tuduh pria itu.
Renatta menggeleng. Tangannya terulur meraih ponsel diatas nakas.
“Mode hening.” Ucapnya menunjukkan benda pipih itu pada sang suami.
Ia kembali meletakkan ponselnya di atas nakas.
“Akh.”
Renatta memekik karena Richard menggulingkan tubuhnya, dan membuat ia berada di bawah kukungan pria itu.
“Bagaimana jika kita mencoba keempukan ranjang ini?” Tanya Richard dengan tangan yang mulai nakal.
Renatta mengerti apa maksud ucapan sang suami.
Kepala wanita itu menggeleng pelan.
“Kenapa? Apa itu masih terasa sakit?” Terdengar nada khawatir dari ucapan pria dewasa itu.
Ia seketika duduk di samping sang istri. Lalu menyingkap dress selutut yang Renatta gunakan.
“O-om mau apa?” Renatta panik. Tangannya berusaha menghalangi tangan sang suami.
“Aku ingin melihatnya. Tadi pagi, aku tidak sempat karena tidak ingin terlambat pergi ke kantor.”
Richard menepis tangan sang istri. Pria itu kemudian menurunkan penutup terakhir wilayah terlarang sang istri.
Untuk Richard, wilayah itu bukan hal terlarang lagi. Karena ia memiliki hak penuh atas tubuh Renatta.
“Maaf jika membuatmu sakit.”
Mata Renatta membola, nafasnya seketika tercekat saat merasakan Richard memberi kecupan di bawah sana.
“O-om.”
Pria itu kembali berbaring di samping Renatta. Merengkuh tubuh wanita itu membawa ke dalam dekapannya, kemudian mengusap punggungnya dengan lembut.
“Apa sakit sekali? Kamu pasti merasa tidak nyaman seharian ini.” Gumam Richard di atas kepala sang istri.
“Maaf. Tadi pagi, aku tidak sempat bertanya. Bukannya aku tidak perduli padamu. Hanya saja, aku ada pertemuan penting dan tidak ingin terlambat datang ke kantor.” Jelas Richard kemudian.
‘Kamu tidak tahu, Re. Aku bisa kehilangan akal sehat jika melihat mu tadi pagi. Aku berusaha untuk menahan diri.’
Hati Renatta merasa tersentuh. Ternyata, pria dewasa itu masih perduli padanya.
“Tadi pagi memang sakit sekali. Aku juga kesal karena om tidak perduli padaku. Tapi sekarang sudah lebih baik.” Ucap Renatta sembari menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang suami.
“Jadi sudah bisa melakukan lagi?”
Renatta mendongak kemudian memukul pelan dada suaminya.
“Belum.” Jawabnya dengan mata membola.
Richard terkekeh sembari melabuhkan kecupan di atas kepala sang istri.
Renatta tiba-tiba teringat sesuatu yang terjadi pada Richard semalam.
Wanita berpikir sejenak, apakah ia harus menanyakan pada sang suami atau tidak. Rasa penasaran begitu besar di hati wanita itu.
Entah mimpi apa yang menghantui tidur Richard, hingga pria itu berkeringat.
Renatta yakin, keringat itu karena mimpi buruk. Karena, mereka telah selesai bergulat beberapa jam sebelumnya.
“Om.”
“Hmm. Apa kamu menginginkannya?”
Renatta kembali memukul dada sang suami.
“Apa aku boleh menanyakan sesuatu?”
“Apa?” Usapan lembut ia berikan pada punggung sang istri.
“Apa semalam om mimpi buruk?”
Tangan yang sejak tadi mengusap punggung Renatta itu perlahan melemah.
Dan Renatta dapat merasakan jika saat ini, jantung sang suami berdetak lebih cepat.
‘Tidak. Itu hanya mimpi. Rena tidak boleh tahu.’
“Om.” Wanita itu mendongak, menatap wajah sang suami yang seketika diam.
“Tidak, sayang. Tidur tanpa bermimpi itu tidaklah lengkap. Kamu tidak perlu memikirkan apapun.”
Jawaban Richard tak membuat perasaan dan rasa penasaran Renatta berkurang.
Ia yakin jika sang suami bermimpi buruk. Namun enggan membaginya dengan Renatta.
Wanita itu kembali merebahkan kepalanya di atas dada sang suami. Dan ia masih merasakan debaran yang cukup keras dari jantung pria itu.
‘Apa yang om rahasiakan dari aku, om? Apa untuk sekedar berbagi mimpi saja om tidak mau? Aku lupa. Kita menikah hanya karena sebuah pinjaman.’
****
Bersambung.
dimana mana bikin gerah 😜🤪
aku baru nemu cerita ini setelah kesel nunggu cerita sisa mantan 😁