Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
...Dunia hanya tipu-tipu, banyak orang lucu berhati a**...
...>Zella <...
...✨✨✨...
Jam kuliah telah usai, sinar matahari pun mulai meredup di gantikan dengan bulan yang bersinar terang. Saat ini Zella dan juga Ziven sedang duduk sambil menikmati jus buah strawberry di dalam cafe yang cukup terkenal di kota tersebut.
Sesekali Zella melihat ke luar jendela cafe, banyak mobil dan para pejalan kaki yang sedang berlalu lalang. Sering kali terlintas di benak Zella, bahwa dunia yang dia tempati saat ini bukan lah dunia novel. Sebab semua terlihat sama seperti dunianya yang dulu, aneh bukan? tapi Zella sendiri bingung karena setiap nama orang yang dia temui sama persis dengan nama yang tercantum dalam buku novel.
Sampai tiba-tiba lamunan Zella buyar saat Ziven menjitak keningnya, dia menoleh menunjukan raut jengkel pada pemuda itu.
"Ngapain sih pake jitak-jitak segala? Nanti kalo gue jadi bodoh emang lo mau tanggung jawab," protes Zella.
Ziven terkekeh pelan, dia mengusap lembut kening Zella yang sedikit memerah.
"Jelas mau dong, bahkan gue bakal lebih bertanggung jawab dari perkiraan lo, Zel."
Mendengar hal itu Zella mendengus sebal, "Modus mulu, pantes aja banyak cewe yang ngejar-ngejar lo."
"Cie... Lo cemburu, Zel?" ujar Ziven tersenyum tengil.
Zella menggeleng tegas, "Nggak lah, lo bukan selera gue!"
Sontak raut wajah Ziven berubah shock, dia mencubit pipinya sendiri beberapa kali hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana.
"Lo kenapa, Ven? Tiba-tiba cosplay jadi orang gila," cetus Zella tanpa perasaan.
"Mulut lo tajem amat, Zel. Gue teman lo masa di samain sama orang gila?" sahut Ziven tak terima.
Zella mengangkat kedua bahunya acuh, dia kembali menjawab, "Abisnya lo aneh, tiba-tiba nyakitin diri sendiri,"
Mendengar hal itu, Ziven mendekatkan wajahnya ke arah Zella. Dia mengamati wajah Zella cukup lama sampai membuat kedua pipi Zella memerah.
"Gue cuma penasaran, apa benar gue bukan selera lo? Tapi kenapa wajah lo tiba-tiba merah cuma karena gue lihatin hm,"
Buk.
Tiba-tiba sebuah buku menu mendarat di kepala Ziven, dia mengelus kepalanya yang sedikit sakit.
"Jangan KDRT dulu dong, kita belum sah tahu," gerutu Ziven.
Diam-diam Zella menarik ujung bibirnya sedikit, sangat sedikit sampai Ziven tidak menyadarinya. Zella meraih satu tangan Ziven yang ada di atas meja hingga membuat pemiliknya terkejut.
"Zel, lo mau ngap-"
Cup.
Dengan usil Zella mengecup singkat punggung tangan pemuda itu, dia mendongak dan melihat wajah Ziven yang sudah mirip kepiting rebus.
"Mau ke KUA sekarang atau nanti hm," ucap Zella sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Sontak Ziven langsung menarik tangannya menjauh, jantungnya berdegup kencang di susul keringat dingin yang mulai muncul di telapak tangannya. Zella tertawa renyah begitu menyadari Ziven sedang salah tingkah, dia bahkan sampai memukul meja saking nyaringnya tertawa.
"Haha lo salah tingkah, Ven? Jangan-jangan lo beneran suka sama gue tuh,"
Ziven tertegun, dia tak menjawab namun dia terus memperhatikan ekspresi Zella yang tengah tertawa dengan tatapan dalam. Merasa tidak mendapat jawaban, Zella pun menghentikan tawanya. Dia mengernyit heran saat mendapati Ziven tengah menatapnya tanpa berkedip.
"Woi, Ziven! Kedip anjir, lo nggak kesurupan, kan?"
"Ya, gue kesurupan sama kecantikan lo, Zel." Sahut Ziven ikut menggombal.
Zella tersenyum dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, sambil tersenyum malu-malu layaknya orang yang sedang kasmaran Zella pun menjawab.
"Ish, lo tau aja kalo kecantikan gue emang bikin mabuk haha,"
Pemuda itu memutar kedua bola matanya dengan malas, dia lupa kalo Zella memiliki tingkat kepercayaan diri yang luar biasa. Berbeda dengan Zella, dia sedang melanjutkan tawanya karena berhasil menjahili Ziven.
Beberapa saat kemudian, pembicaraan mereka kembali serius. Minuman di meja mereka sudah tinggal setengah, Zella memesan dua potong kue untuk menemani obrolan mereka selanjutnya.
"Ven, lo punya kenalan pengacara yang profesional nggak?" ujar Zella membuka obrolan kembali.
Salah satu alis Ziven naik, dia merasa aneh karena tiba-tiba Zella meminta di kenalkan dengan pengacara.
"Lo mau cerai?" tebak Ziven.
Tanpa ragu Zella mengangguk, dia menusukan garpu ke dalam kue lalu memasukan potongan kecil kue tersebut ke dalam mulutnya.
Setelah menelan kue itu barulah Zella menjawab, "Ya, gue mau cerai mungkin dalam bulan ini semua udah kelar."
"Kenapa?" pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari bibir Ziven.
"Ogah gue hidup satu rumah terus sama manusia nggak tahu diri kaya Zion, gue nggak mau kewarasan gue hangus gara-gara lihat muka dia terus menerus,"
"Emang apa yang Zion lakuin sama lo? Bukannya dulu lo cinta mati sama dia?" cecar Ziven.
Zella meletakan garpunya ke atas meja, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Dia tukang selingkuh, belum lagi dia selalu menganggap gue nggak pernah ada. orang waras mana yang masih mau bertahan jadi istri laki-laki brengsek kaya gitu,"
"Lo, lo satu-satunya orang yang masih ngejar-ngejar dia tuh," ujar Ziven enteng.
Zella menggaruk pipinya pelan, dia merasa kikuk karena ucapan Ziven tepat sasaran.
"I-itu kan dulu, kalo sekarang gue beneran benci sama tuh orang,"
Ziven mengangguk saja sebagai respon, dia menyesap minumannya begitu juga dengan Zella. Suasana semakin malam, namun mereka masih betah duduk di dalam cafe tersebut.
"Terus Arzen gimana kalo lo cerai? Bukannya dia anak Zion, kalo lo cerai otomatis hak asuh Arzen jatuh ke tangan Zion dong," ujar Ziven.
"Gue lagi ngurus surat adopsi Arzen, gue bakal bawa dia keluar dari mansion sialan itu."
"Lo yakin Arzen bakalan mau?"
Zella terdiam, dia sendiri takut kalo pada akhirnya Arzen menolak untuk pergi dengannya. Tapi Zella tak bisa diam saja melihat Arzen terkurung di sana, meski dia anak Silla tapi dia yakin jika dia meninggalkan Arzen maka sudah bisa di pastikan kalau anak itu akan di abaikan kembali.
"Saran gue, mending lo bilang dulu sama Arzen. Lo ceritain ke dia pelan-pelan, dia anak yang pintar pasti dia bisa memilih jalan yang menurutnya baik untuk masa depannya. Mau bagaimana pun Zion itu ayahnya, lo nggak bisa merebut Arzen gitu aja terlebih lo cuma ibu tiri, Zel."
"Tapi Zion bu-" Zella tak melanjutkan ucapannya. Dia tanpa sadar memainkan jemarinya dan mendongak menatap lekat ke arah Ziven.
"Kalo dia nolak gimana? Gue takut, Ven. Gue nggak siap denger kata-kata itu,"
Tak tega melihat raut sedih dari Zella, Ziven menggeser tempat duduknya hingga berada di samping kursi Zella, dia meraih kedua tangan perempuan itu lalu menggenggamnya dengan lembut.
"Zel, lo harus percaya diri. Kemana Zella yang gue kenal bar-bar hm? Gue yakin lo pasti bisa dapatin apa yang lo inginkan, Zel."
Zella terdiam dia dapat melihat tatapan Ziven begitu tulus padanya, belum pernah Zella menemukan tatapan selembut itu selama dia hidup baik di kehidupannya yang dulu atau saat ini. Dan untuk pertama kalinya ada seseorang yang begitu perduli padanya.
"Ven, kalo gue bilang gue bukan Zella yang asli apa lo bakal berubah?" ujar Zella tiba-tiba.
Dia melihat perubahan di wajah Ziven, dia sudah menduganya tapi Zella tetap saja masih berharap bahwa dia bisa mengatakan setidaknya pada satu orang bahwa dia bukan Zella Allyshon yang asli.
Ziven melepas genggaman tangan Zella, sesaat ada perasaan kosong yang menyelinap masuk ke dalam batin perempuan itu.
'Miris,' batin Zella tertawa hambar.
Ziven menoleh, dia kembali membuka mulutnya lalu berkata, "Zel, sebenarnya gue-"