Azzalea menyukai gurunya, Pak Dimas. Namun, pria itu menolaknya, bagaimana bisa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaikia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Azzalea mengatur berulang kali nafasnya. Ia sedang gerogi berat. Tidak biasanya perasaan seperti ini. Walau sering mengikuti perlombaan dari berbagai jenis jenjang, ia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Kali ini ia bukan dihadapi oleh lembaran kertas jawaban atau para juri melainkan seseorang.
Ia mengigit pelan bibir bawahnya. Menanti penuh harap di loteng bangunan sekolah. Bayangan pertemuan pertama dengan sosok yang beberapa terakhir ini menggangu pikirannya dan hatinya terlintas. Keringat di telapak tangannya semakin terasa, ia mengusap telapak tangan beberapa kali dengan tisu. Ia menunggu penuh penantian.
“Azzalea?”
Suara yang ia tunggu itu akhirnya tiba. Ia segera berbalik. Mereka saling berhadap. Detak jantungnya semakin cepat saat tatapan matanya bertemu dengan kedua manik berwarna coklat madu yang mempesonakan tersebut.
“Pak Dimas..” sapanya lembut dengan senyum cerah.
Wajah pria itu tampak menenangkan seperti biasanya. “Kamu sudah makan siang?”
Ia melihat sang guru membawa sebungkus roti di tangan kanannya.
“Saya sudah makan sebelum kesini, Pak”
Pak Dimas mengambil kursi, sedikit membersihkannya. Duduk lalu memberi kode padanya untuk ikut bergabung duduk di kursi yang sudah diletakkan tisu diatasnya, sama seperti saat itu.
“Kamu mau bicara dengan berdiri?” tanya Pak Dimas yang melihat Azzalea masih berdiri di tempat.
“Lebih tenang kalau begini, Pak” ungkapnya.
Pak Dimas mengangguk. “Silahkan”
Pak Dimas membuka bungkus roti cokelat yang ia beli tadi di kantin sekolah. Perutnya belum diisi apa pun sejak pagi. Jam makan siang juga ia lewatkan karena ada rapat mendadak.
Azzalea mengatur nafas. “Saya suka sama Pak Dimas”
Hening. Gigitan roti itu belum sepenuhnya masuk ke mulut Pak Dimas. Geraknya terhenti mendengar kalimat yang diucapkan sang murid dengan penuh tatapan keyakinan.
“Apa?” tanya Pak Dimas menyakinkan hal yang ia dengar.
“Saya. Suka. Sama. Pak Dimas” tegasnya lagi tanpa ragu.
Pak Dimas mengunyah potongan rotinya pelan. Memandang kearah lain, tidak membalas tatapan sang murid yang selalu tertuju padanya. Seakan memikirkan kalimat yang akan ia ucapkan.
Pak Dimas membalas tatapannya. “Terimakasih atas rasa suka yang kamu ungkapkan. Tapi, saya tidak bisa membalas rasa suka kamu” jawab Pak Dimas.
Kalimat itu terdengar menyakitkan di hati Azzalea, entah mengapa dia kesal dengan jawaban itu. “Pak Dimas tidak suka sama saya?”
Pak Dimas bangkit dari kursinya. Berdiri berhadapan. “Saya suka kamu hanya sekedar murid yang patuh, tidak lebih”
Perlahan kedua bola mata Azzalea memanas. Pak Dimas mengetahui hal tersebut. Dengan tanpa bersalah, pria itu mengelus pucuk kepala Azzalea.
“Saya harap kamu buang rasa suka kamu itu. Kita berbeda, Azza”
Sejak kejadian itu, Azzalea mulai menjauh. Ia mulai menghindari sang guru dengan upaya keras. Ia juga tidak mengambil kelas bahasa inggris pria tersebut. Rasa suka yang ia rasakan tentu dalam karena ini adalah yang pertama baginya. Ia tidak tahu cara apa yang pantas ia lakukan untuk menghilangkan rasa tersebut, menghindar ialah jalannya. Mereka mulai terasa asing hingga Pak Dimas dipindah tugaskan. Ia tidak sempat mengucapkan salam perpisahan.
***
Azzalea menghela nafasnya. “Tidak mengungkapkannya adalah jalan terbaik untuk saat ini..” ucapnya pelan seraya membenarkan selimut.
Kedua bola matanya mulai lelah. Kasur nyaman yang ia miliki ini, seakan memberi bisikan pelan yang membuatnya terlelap perlahan. Ia harus mengumpulkan tenaga untuk sisa liburannya yang akan dilewati tanpa bertemu pria itu sementara.
***
