It'S Okay If You Forget Me

TRINGG!!!

Bel masuk kelas telah bunyi. Seluruh murid memasuki kelas masing-masing termasuk Paolo. Paolo pikir Vitt sudah masuk ke kelas, akan tetapi dugaannya salah.

"Ke mana dia?" Paolo bergumam sambil mendudukkan diri dibangkunya, sambil menatap sebalahnya yang kosong.

Carlota memasuki kelas sambil mengacungkan dua jempol tangannya pada teman-temannya. Segala sikap Carlota tidak lepas dari pengawasan Paolo.

'Akhirnya si pincang mendapatkan pelajaran, semoga saja dia membusuk di dalam toilet!' suara hati Carlota terdengar di telinga Paolo.

Paolo mengumpat di dalam hati, rahangnya mengeras, kemudian beranjak berdiri keluar dari kelas tersebut bersamaan dengan guru memasuki kelas, dan langsung menahannya.

"Tuan Volterra, kembali duduk di tempat!" titah guru pria berkepala pelontos itu sambil menatap tajam Daniel.

"Aku harus ke toilet!" Paolo menjawab datar, lalu segera berlalu dari hadapan gurunya menuju toilet wanita yang tidak jauh dari kantin.

"Sial, seharusnya aku tidak meninggalkannya sendirian!" Paolo memaki dan menyalahkan dirinya sendiri.

Sampai di depan toilet yang dituju, dia melihat stiker perbaikan. Paolo tidak menghiraukan stiker tersebut, dia menendang pintu toilet itu sampai jebol, lalu melangkah masuk ke dalam.

Di dalam toilet terdapat 10 bilik toilet berjajar rapi.

"Hallo, ada orang diluar?!" teriakan putus asa terdengar dari bilik nomor 3.

"Vitt!"

"Dan, apakah itu kau? Tolong keluarkan aku dari sini. Carlota mengunciku di dalam sini. Aku takut, di sini sangat sesak, banyak kecoa dan  panas," ucap Vitt memohon sambil menangis ketakutan.

Paolo segera membuka pintu tersebut dari luar. Pintu sudah terbuka lebar, memperlihatkan Vitt yang berdiri di di atas kloset menghindari puluhan kecoa yang merayap di lantai. Hati Paolo sangat sakit melihat Vitt sangat kacau dan ketakutan seperti ini.

"Dan, aku takut." Vitt menangis histeris ketika Daniel membawanya keluar dari bilik tersebut.

"Sekarang tidak ada yang boleh kau takutkan lagi karena aku akan selalu berada di sisimu," bisik Paolo mendekap tubuh gadis cantik itu dengan erat, sambil mengusap-usap punggungnya seolah memberikan kenyamanan dan ketenangan.

Vitt mengangguk sambil membalas pelukan Daniel tak kalah erat.

Setelah Vitt tenang, Paolo membawa gadis itu ke ruang kesehatan. Paolo menggendong Vitt ala bridal style lalu meletakkan Vitt di atas brangkar pasien di ruangan tersebut.

"Aku ingin kau memeriksanya. Ada seorang siswi yang menguncinya di dalam toilet yang dipenuhi puluhan kecoa," ucap Paolo kepada dokter yang berjaga di sana.

"Mustahil kalau ada bullying di sekolahan ini," ucap dokter pria tersebut.

"Kau tidak percaya kepadaku!" balas Paolo marah.

"Tidak, bukan begitu Tuan Volterra," jawab dokter menunduk takut saat melihat tatapan tajam pemuda itu.

"Jika kau masih banyak bicara, maka aku tidak akan segan memerintahkan Paman Douglass untuk mendepakmu dari sini!" ancaman Paolo terdengar sangat mengerikan bagi dokter muda itu.

"Tidak, Tuan, maafkan aku."

"Dan, jangan seperti itu." Vitt mengingatkan Daniel agar tidak memberikan ancaman kepada dokter tersebut. "Aku baik-baik saja, aku tidak terluka sama sekali, jadi kau tidak perlu se-khawatir ini," lanjut Vitt menenangkan Daniel agar tidak marah lagi.

"Tapi, hatimu dan jiwamu pasti terluka 'kan?" jawab Paolo menatap cemas pada Vitt.

"Tunggu apa lagi, periksa hati dan jiwanya!" perintah Paolo semakin marah kepada dokter itu yang malah diam saja seperti orang bodoh.

"Tapi, Tuan ... aku dokter umum bukan dokter spesialis hati atau kejiwaan," jawab dokter dengan nada takut.

"Payah!" maki Paolo karena sangat kesal.

Vitt mendudukkan diri, dia masih tidak paham dengan segala sikap Daniel yang sangat overprotektif padanya.