Kisah ini mengisahkan tentang seorang gadis lugu dan seorang pilot playboy yang saling jatuh cinta. Pertemuan pertama mereka terjadi di dalam pesawat, ketika sang pilot memenuhi permintaan sepupunya untuk mengajak seorang gadis lugu, ke kokpit pesawat dan menunjukkan betapa indahnya dunia dari ketinggian, serta meyakinkannya untuk tidak merasa cemas. Tanpa diduga, pertemuan ini justru menjadi awal dari kisah mereka yang dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RUDW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam Bersama
---
Hari itu, sepulang kerja, Clarissa tidak langsung kembali ke mess. Ia memutuskan singgah di sebuah salon di pusat perbelanjaan untuk merapikan rambutnya yang sudah cukup panjang, termasuk poni yang kerap menutupi dahinya.
Salon ini bukan tempat asing baginya. Ia pernah datang ke sini sebelumnya, menemani Mirabella dan Catherine, karena salon tersebut merupakan langganan keluarga Wilson. Begitu ia melangkah masuk, seorang pegawai segera menyapanya dengan ramah. Mereka mengenali wajahnya sebagai teman dari pelanggan VIP mereka.
Clarissa dipersilakan duduk di ruang tunggu, menanti gilirannya. Ia paham, tanpa status VIP, ia harus sabar menunggu.
Di sudut ruangan, seorang wanita paruh baya yang anggun menatapnya dengan binar kebahagiaan. Senyumnya merekah seperti seseorang yang akhirnya bertemu dengan orang yang dirindukannya.
"Oh my God! Calon menantuku! Kamu di sini juga?" seru Emily penuh semangat begitu menyadari siapa yang baru saja masuk.
Seperti biasa, wanita elegan itu tengah menikmati perawatan rambutnya, sesuatu yang rutin ia lakukan demi menjaga kilau mahkotanya.
"Hai, Tante Emily," jawab Clarissa dengan sedikit canggung. Tatapan orang-orang di sekitarnya membuatnya merasa diperhatikan lebih dari yang diharapkannya.
"Sini, duduk di samping Tante," ajak Emily sembari menarik tangan Clarissa dengan lembut.
"Kamu mau perawatan juga?" tanyanya penuh perhatian.
Clarissa menggeleng pelan. "Bukan, Tante. Saya hanya ingin merapikan rambut."
Tanpa ragu, Emily segera memanggil seseorang. "Layani calon menantu saya dengan baik, ya. Lakukan sesuai keinginannya," ujarnya pada pria gemulai yang ternyata adalah pemilik salon itu.
"Siap, Nyonya Emily yang selalu menawan!" sahut pria itu dengan ekspresi penuh semangat, yang membuat Clarissa sedikit tersenyum geli.
Tak butuh waktu lama, stylist tersebut bekerja dengan cekatan. Beberapa saat kemudian, hasilnya sungguh luar biasa. Rambut Clarissa kini tampak lebih manis dan elegan, dengan sentuhan blow lembut di ujungnya yang memberi kesan bervolume sempurna.
"Wah, cantik sekali calon menantu Mommy!" seru Emily kagum, lalu dengan cekatan mengabadikan momen itu dengan kamera ponselnya.
Clarissa tersipu. "Terima kasih, Tante."
Emily tersenyum hangat dan tanpa ragu menyerahkan kartu untuk membayar.
"Sekalian dengan punya Clarissa, ya," katanya kepada kasir.
"Eh, tidak usah, Tante. Saya bisa bayar sendiri," ucap Clarissa, merasa tidak enak hati. Ia saja sudah mendapatkan perlakuan istimewa dengan masuk antrean VIP Emily, kini wanita itu malah ingin menanggung biayanya.
"Jangan sungkan, sayang," balas Emily menenangkan. Sejak awal, ia ingin Clarissa memanggilnya "Mommy," tetapi gadis itu selalu menolak dengan halus.
Mau tak mau, Clarissa akhirnya menerimanya. Setelah urusan di salon selesai, Emily menggandeng tangannya.
"Kamu pasti belum makan, kan?" tanyanya penuh perhatian.
Clarissa ragu sejenak sebelum mengangguk pelan.
"Baiklah, kita makan dulu. Ayo!" ajaknya antusias.
"Saya makan di mess saja, Tante," tolak Clarissa halus.
Emily tersenyum penuh pengertian. "Tante yakin kamu belum masak apa pun. Pasti nanti tetap beli makan di luar dan membawanya pulang, kan?"
Clarissa terdiam. Lagi-lagi, Emily benar.
"Kalau begitu, tak perlu repot. Kita sudah di sini, sekalian saja kita makan bersama," bujuk Emily lembut, lalu menggandeng tangan Clarissa dan berjalan bersamanya menuju restoran.
---
Sesampainya di restoran yang cukup ramai, Emily berbicara sebentar dengan seorang pramusaji. Tak lama, mereka diarahkan ke ruangan VIP.
"Silakan, Nona Emily. Ada yang sudah menunggu di dalam," ujar pramusaji itu sopan.
Clarissa mengikuti langkah Emily masuk ke dalam ruangan, tetapi hatinya langsung berdebar begitu melihat siapa yang ada di sana.
Xander.
Bukan hanya Xander, tetapi juga ayahnya, Jonathan, serta Claire.
"Hallo, Clarissa! Wah, kamu ikut ke sini juga?" sapa Claire senang.
"Hai, Kak Claire," balas Clarissa dengan senyum terbaiknya, lalu menyapa yang lain dengan sopan.
Namun, saat berhadapan dengan Xander, wajahnya terasa hangat. Lelaki itu menatapnya lekat, seolah terpesona oleh sesuatu.
"Kamu potong rambut?" tanya Xander, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.
Clarissa mengangguk. "Iya, Kak," jawabnya lirih.
"Hmm… cantik. Saya suka," ujar Xander tanpa ragu, membuat tatapan semua orang tertuju pada mereka.
Emily tersenyum penuh arti. "Oh iya, Mommy hampir lupa! Ini Daddy Viktor, ayah Xander. Suami Mommy yang paling tampan di dunia," katanya penuh cinta, lalu menatap suaminya dengan penuh kasih sayang.
Tentu saja, Viktor membalasnya dengan kecupan hangat di keningnya, membuat semua orang tersenyum melihat kemesraan mereka.
"Hallo, Om. Saya Clarissa, teman Mirabella," sapa Clarissa sopan.
Viktor menatapnya dengan seksama sebelum mengangguk. "Salam kenal, Clarissa. Tapi… wajahmu terasa familiar. Seperti seseorang dari masa lalu," gumamnya, seolah tengah mengingat sesuatu.
Clarissa hanya tersenyum tanpa banyak berkata-kata. Pria di hadapannya tampak gagah dan karismatik, meski usianya sudah melewati lima puluh tahun.
---
Makan malam pun dimulai. Percakapan mengalir hangat di meja itu, sementara Clarissa memilih untuk lebih banyak diam. Ia berusaha mengabaikan tatapan Xander yang sejak tadi terus tertuju padanya.
"Kamu tumben jalan tidak bareng Mirabella," ujar Jonathan tiba-tiba.
Claire mengangguk setuju. "Ya, kalian berdua seperti perangko, selalu bersama ke mana pun."
Clarissa tersenyum kecil. "Tadi saya menelepon Mira, tapi tidak diangkat. Jadi saya tinggalkan pesan kalau saya pergi ke salon."
"Semoga dia tidak mengamuk menyadari kamu jalan sendiri," canda Jonathan, membuat semua yang di sana tertawa. Mereka tahu betapa Mirabella selalu perhatian pada Clarissa.
Saat makanan tiba, Xander tanpa ragu memotongkan sosis untuk Clarissa dan meletakkannya di piring gadis itu.
"Makanlah," ujarnya sambil tersenyum.
Clarissa terkejut. "I-iya. Terima kasih," jawabnya gugup.
"Kalau sosisnya kurang, ambil punyaku," tawarnya dengan nada santai.
"Tak perlu, Kak. Ini sudah cukup," tolak Clarissa halus.
Jonathan mengangkat alis, lalu menyeringai. "Dasar modus," sindirnya.
Xander hanya menatapnya malas, tak peduli pada ejekan sepupunya.
Di sisi lain, Emily dan Viktor saling berbisik.
"Dad, sepertinya kita akan segera punya menantu," bisik Emily penuh harap.
Viktor menghela napas pelan. "Aku hanya berharap tidak ada drama percintaan nantinya."
Emily menatap suaminya bingung. "Maksudnya?"
Viktor menatapnya dalam. "Sayang, jangan lupa… Xander sudah punya kekasih. Seluruh negeri ini pun tahu."
Seketika, ekspresi Emily berubah malas.
"Aku tidak akan merestui," gumamnya pelan, kehilangan selera makan. Entah kenapa, hatinya tak pernah merasa cocok dengan Olivia, kekasih Xander. Ada sesuatu yang tidak pas—dan hatinya mengatakan bahwa Clarissa adalah pilihan yang jauh lebih tepat.
Terus dukung Author
Like
Vote
Komentar
Hadiah
Terima kasih 💕