Amora Tithania Genovieve atau sering di panggil Mora, telah mati karena pembulyan yang di terimanya di sekolah.
Tiba - tiba sosok jiwa bergentayangan yang kebetulan bernama Mora juga, masuk kedalam tubuh Mora yang mati.
Mora yang kembali hidup itu akhirnya bertekad untuk membalaskan dendam atas pembulyan yang di terima oleh Mora yang telah mati, sebelum dia membalaskan dendamnya sendiri.
Akankah orang - orang sadar bahwa Mora bukanlah Mora?? Dan bisakah Mora mendapatkan keadilan atas Mora yang sudah mati?
BACA A GIRL ENTANGLED IN MEMORIES, untuk mengikuti kisah ini dari awal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 26. Kemana Jasadku?
Mora menghapus air matanya, lalu dia berjalan mendekat kearah Andreas yang sedang sangat fokus.
"Papa, aku pulang." Ujar Mora, lalu dia duduk di sofa di sebelah Andreas.
"Eh, hai sayang.. kamu dari mana dengan teman - temanmu?" Tanya Andreas.
Saat Mora akan pergi dengan Brandon, dia mengirim pesan pada ayahnya bahwa dirinya akan pulang dengan teman kelasnya, ayahnya pun mengijinkan.
"Mmmm... papa bisa janji padaku dulu tidak, jangan marah." Ujar Mora.
"Kamu melakukan kesalahan?" Tanya Andreas dengan tatapan menyelidik.
"Tidak, tapi papa bisa janji dulu bahwa papa tidak akan marah?" Ujar Mora. Andreas mengernyit sambil tersenyum..
"Ya, papa janji tidak akan marah." Sahut Andreas. Mora pun menyengir senang, dia langsung duduk memutar dan menghadap Andreas dengan antusias.
"Papa bilang aku tidak boleh mengendarai motor papa karena kakiku pendek, kan?" Tanya Mora.
"Benar." Sahut Andreas.
"Kalau kakiku sampai di tanah, aku boleh mengendarai motor, kan?" Tanya Mora lagi.
"Mmm... iiiyaa.." Sahut Andreas dengan ragu - ragu.
"Jadi aku membeli motorku sendiri." Ujar Mora, lalu menyengir.
"Hah! Kamu beli motor?! Mora, kenapa kamu beli motor, papa sudah sediakan mobil dan supir untukmu, kamu tinggal.." Tanya Andreas.
"Eiit! Eiit! papa sudah janji tidak akan marah, jadi papa tidak boleh marah." Potong Mora.
"Papa tidak marah, sayang. Papa khawatir terjadi sesuatu padamu, kamu anak perempuan papa satu - satunya, selain itu kamu juga tidak pernah belajar motor sebelumnya, kan.." Ujar Andreas.
"Aku bisa bawa motor papa yang besar itu keliling kota." Ujar Mora tidak mau kalah.
"Papa, aku suka motor.. tolong jangan larang aku, ya - ya - ya?" Ujar Mora memohon.
'Sumpah aku merasa geli sendiri memohon seperti anak manja.' Batin Mora.
"Haihh.. lagi pula motornya sudah di beli, papa bisa apa." Ujar Andreas sambil menghela nafas.
"Jadi boleh kan, aku mengendarai motor?" Tanya Mora.
"Tapi janji jangan terjadi apapun padamu, jika sampai kamu terlibat kecelakaan, papa tarik motormu." Ujar Andreas.
"Siap komandan!" Ujar Mora langsung berdiri dan memberi hormat pada Andreas, Andreas pun terkekeh melihatnya.
Mora ikut senang melihat Andreas tertawa lepas, karena menurut dari ingatan Mora asli, Andreas kehilangan senyum lepasnya setelah kematian istrinya.
"Dan lapor satu lagi komandan papa, aku harus pergi ke toko buku dengan teman - temanku, apakah komandan papa mengijinkan?" Tanya Mora.
"Hahahah.."
Andreas tak henti - hentinya tertawa melihat aksi Mora yang menurutnya konyol, Andreas pun mengangguk sambil tertawa sampai tidak bisa bicara.
"Terimakasih komandan papa, aku ke kamar dulu." Ujar Mora, dia memeluk Andreas lalu berlari pergi menaiki tangga menuju kamarnya.
Para pelayan disana sampai ikut tersenyum haru mendengar tawa Andreas yang lama hilang kini terdengar lagi berkat Mora.
"Non Mora benar - benar sudah berubah, dia bahkan bisa mengembalikan tawa papanya dengan kekonyolannya." Ujar pelayan yang senior.
"Benar, sudah lama tidak mendengar tawa tuan." Ujar yang lain.
Andreas sendiri pun tidak percaya akhirnya dia bisa kembali tertawa lepas, dia selalu berpikir bahwa kebahagiaan nya sudah hilang bersama kepergian istrinya, tapi nyatanya putrinya bisa membuatnya tertawa hanya dengan hal konyol.
Sementara Mora, ketika sudah berada di dalam kamarnya sendiri, wajah Mora menjadi begitu serius. Dia langsung bergegas berganti pakaian karena dia ingin pergi menghadiri pemakaman tubuhnya sendiri.
Mora memakai celana jeans dengan kaos hitam dan jaket hitam sebagai luarannya, ia lantas mengambil topi lalu memasukannya kedalam tas punggung kecilnya lalu pergi dari sana.
"Papa, aku pergi dulu." Teriak Mora dari tangga.
"Jangan lari, sayang." Teriak Andreas.
"Aku telat.." Teriak Mora, lalu langsung keluar kedepan.
Mora memakai helmnya, lalu dia langsung menyalakan motornya dan pergi dari rumah. Andreas bahkan terkejut melihat Mora yang langsung mengebut pergi, Mora terlihat seakan benar - benar sudah terlatih mengendarai motor.
"Apa selama ini kalian mengajari Mora mengendarai motor?" Tanya Andreas pada supir nya.
"Tidak tuan, tidak pernah. Kalau sepeda dulu pernah, tapi waktu itu non Mora langsung gemetar ketakutan, padahal baru duduk." Ujar supir.
'Aku dulu tidak begitu memperhatikannya, mungkinkah dia belajar dari teman - temannya?' Batin Andreas.
'Aku papa nya, tapi aku tisak tahu tumbuh kembang anakku sendiri..' Andreas sedikit sedih jika mengingat dirinya pernah acuh pada Mora.
"Ya sudah." Ujar Andreas, lalu masuk lagi kedalam rumah.
Sementara Mora, dia melesat dengan kecepatan lumayan tinggi. Tatapannya sangat fokus kedepan dan refleks tangan nya sangat bagus ketika menyalip segala kendaraan di depannya.
'Semoga aku bisa melihat tubuhku lebih dulu.' Batin Mora.
Dia menuju ke panti asuhan dimana dia di besarkan, karena menurut berita di tv jasadnya sudah di ambil oleh keluarga, jadi Mora langsung tertuju kesana. Sampai akhirnya Mora pun tiba di depan panti asuhan, tapi Mora mengernyit bingung..
"Tidak ada bendera kuning, dan seperti tidak terjadi apa - apa disana.. dimana jasadku?' Batin Mora.
Tiba - tiba salah satu suster yang mengurus panti itu terlihat mendatangi Mora. Mora pun menatap suster itu dengan segenap kerinduan, dia adalah suster yang membesarkan Mora dan selalu mengajarkan hal baik pada Mora, dia bagai ibu bagi Mora.
"Halo, cari siapa?" Sapa suster.
"Halo suster, aku teman kak Mora.." Sahut Mora. Seketika wajah suster itu menjadi sedih dan bahkan langsung berkaca - kaca.
"Mora.." Gumam suster itu.
"Suster aku melihat berita itu, jadi aku datang untuk mengantar kepergiannya yang terakhir." Ujar Mora.
"Dia tidak disini, nak. Seseorang yang mengaku sebagai keluarganya sudah lebih dulu membawa jasadnya dari rumah sakit." Ujar Suster.
Mora tentu terkejut mendengarnya, seseorang yang mengaku sebagai keluarganya? Padahal selama dia hidup tidak seorang pun datang mencarinya, kini ketika dia sudah menjadi jasad tiba - tiba ada yang membawanya pergi.
'Siapa? Kemana jasadku?' Batin Mora.
"Suster, aku turut berduka cita atas kepergian kak Mora. Sayang sekali aku tidak bisa menemuinya untuk yang terakhir kali." Ujar Mora.
"Ya, nak.." Ucap suster sambil menghapus air matanya.
"Dan suster, sebelum aku dan kak Mora berpisah di pertemuan kami terakhir kali, dia menitipkan ini padaku untuk di berikan pada suster." Ujar Mora lalu memberikan sebuah kartu.
"Apa ini, nak?" Tanya Suster.
"Itu adalah kartu berisi uang tabungan kak Mora, dia ingin agar adik - adik nya bersekolah dengan baik dan menjadi anak - anak yang berguna bagi panti dan Negara. Aku tidak menyangka itu akan menjadi pertemuan terakhir kami.." Ujar Mora.
Sungguh Mora ingin sekali memeluk suster di depannya, rambut putihnya menandakan betapa sudah lelahnya dia tapi masih harus mengabdikan hidupnya untuk membesarkan anak - anak malang yang tidak memiliki keluarga.
"Aku pergi dulu, suster." Ujar Mora, karena dia harus mencari kemana Jasadnya di bawa pergi.
"Iya nak, terimakasih.." Ujar suster.
Mora mengangguk, tapi lalu memeluk suster itu dengan segenap kerinduannya.
'Aku tidak punya ibu, Tuhan.. Tapi wanita hebat dan mulia ini membesarkan aku denga. Penuh kasih sayang. Tolong jaga dia agar selalu sehat..' Batin Mora.
Mora melepaskan pelukannya, lalu pergi dari sana. Sementara suster itu kembali menangis setelah Mora pergi..
"Pelukannya.. kenapa aku merasa seperti sedang memeluk Mora- ku." Gumam suster itu.
Mora langsung melesat dengan motornya menuju ke rumah sakit dimana jadanya di autopsi sebelumnya. Mora memakai topi dan masker lalu masuk ke dalam rumah sakit itu.
"Selamat malam, saya teman mendiang Mora, korban pembunuhan yang jasadnya baru teridentivikasi siang tadi, jika boleh tahu keluarganya yang mana yang membawa jasadnya?" Tanya Mora pada resepsionis.
"Maaf, tapi kami tidak bisa memberi tahu anda." Ujar resepsionis.
"Saya ingin melayat teman saya." Ujar Mora.
"Tapi maaf, kami tidak bisa memberi tahu." Ucap resepsionis, dan pergi dari sana mengurusi kesibukannya yang lain.
'Apa - apaan dia. Aku hanya orang biasa bukan pejabat penting, kenapa dia tidak mau memberi informasi dimana Jasadku berada..' Batin Mora.
'Atau jangan - jangan aku ini keturunan tersembunyi sebuah keluarga kaya yang tak di inginkan?' Batin Mora lagi.
"Heiishh... Mikir apa aku ini." Gumam Mora.
Akhirnya Mora berjalan pergi tapi karena dia tidak fokus dia pun menabrak seseorang.
"Aduh!" Mora terhuyung tapi orang yang di tabraknya langsung menangkapnya.
"Maaf, aku tidak berjalan dengan benar." Ujar Mora, dan setelah melihat yang di tabraknya, termyata..
'Pria dermawan itu..' Batin Mora.
Byan juga terkejut, rupanya yang menabraknya adalah Mora, nyaris saja dia akan membiarkan tubuh Mora terjatuh tadi.
"Kamu tidak apa - apa?" Tanya Byan akhirnya.
"Aku tidak apa - apa, sekali lagi maaf." Ujar Mora, lalu berdiri dengan benar.
"Kenapa kamu di sini?" Tanya Byan dengan akrab.
"Aku ingin melihat seorang teman yang sudah meninggal untuk terakhir kalinya, tapi mereka tidak mengijinkan aku." Ujar Mora, dengan sedih.
"Temanmu meninggal?" Tanya Byan.
"Ya, dia korban pembunuhan yang baru teridentifikasi." Ujar Mora, Byan pun mengernyit.
"Kamu mengenalnya?" Tanya Byan, Mora pun mengangguk.
"Dia kenalanku, tapi ya sudah lah.. Mungkin keluarganya ingin memakamkannya sendiri. Hanya saja, kenapa setelah puluhan tahun dia hidup, keluarganya baru datang setelah dia meninggal.. selama ini dia hanya hidup di panti." Ujar Mora malah curhat.
'Hatinya begitu lembut, bahkan dia memikirkan temannya yang sudah meninggal.' Batin Byan.
"Ayo.." Ajak Byan.
"Kemana?" Tanya Mora bingung.
"Kamu bilang ingin menemui temanmu untuk yang terakhir kali, bukan? Aku yang mengambil jasadnya, dia adalah salah satu karyawanku." Ujar Byan..
Mora pun tertegun dan mematung sejenak..
'Karyawan? dia bosku dari restoran yang mana? Selain di restoran siang dan malam itu, aku hanya bekerja di dunia gelap dalam misi pembunuhan.' Batin Mora.
...TO BE CONTINUED.....