She'S Become Untouchable
"Tap! Tap! Tap!"
Suara langkah kaki yang sedang berlari dengan tergesa - gesa.
"Dia kesana!" Teriak seorang gadis pada teman - temannya.
"Huf! Huf! Huf!"
Seorang gadis berkacamata dengan rambut panjangnya yang di kuncir namun terlihat acak - acakan sedang berlari menghindari kejaran beberapa siswi lain yang telah mengganggunya.
"Hiks! Hiks! Hiks!"
Gadis itu berlari sambil menangis, penampilanya sungguh kacau. Seragam sekolahnya penuh coretan spidol begitu juga wajahnya, satu lensa kaca matanya bahkan pecah.
"Si culun Mora!! Keluar atau aku sebarin foto - fotomu yang menggelikan tadi." Teriak seorang gadis yang sepertinya adalah pelaku yang merundung gadis tadi.
Gadis yang di kejar - kejar tadi bernama Amora Titania Genovieve, dia lebih akrab di panggil Mora atau si culun Mora. Dia adalah salah satu siswi SMA di sekolah bergengsi tempat anak - anak orang kaya belajar, begitu juga beberapa gadis tadi yang mengejar Mora.
Mora tetap diam di persembunyiannya, dia bersembunyi di sebuah bangunan terbengkalai di jalan kecil yang lumayan jauh dari sekolahnya. Dia menahan suara isakan tangisnya dan berusaha tidak bergerak agar tidak ketahuan.
"Si culun Mora.." Panggil gadis yang mengejar Mora tadi.
'Ya Tuhan, tolong sembunyikan aku, tolong jangan buat mereka menemukan aku.' Mora berdoa dalam hatinya.
Ketiga gadis tadi berkeliling mencari keberadaan Mora sembari membawa tongkat kayu dan memukulkannya secara asal sampai membuat suara keras dan membuat Mora terkejut, Mora benar - benar ketakutan sekarang.
"Sedang apa kalian?" Sebuah suara bariton yang menggelegar mengagetkan ketiga gadis yang sedang mencari Mora.
"E- Itu, kucingku hilang disini, paman." Ujar salah satu gadis bernama Leah yang merupakan ketua dari dua gadis lainnya.
"Pergi!" Usir pria itu dan mereka bertiga pun ketakutan dan pergi.
Setelah para gadis itu pergi, pria dengan suara bariton tadi pun duduk dan menyenderkan dirinya di dinding dan menyentuh lengannya yang sepertinya terluka.
Mora yang tidak mendengar suara apapun lagi perlahan keluar dari persembunyiannya. Dia berjalan pelan - pelan agar tidak menimbulkan suara apapun tapi dia terkejut sampai jatuh terduduk ketika melihat tatapan mata setajam elang menatap kearahnya dan menodongkan senjata api kearahnya.
"Siapa kau!" Ujar pria yang terluka tadi.
"Mo- Mora." Sahut Mora polos, dia gemetar ketakutan sekarang, dia takut pria itu akan menembaknya.
Mora bahkan berkaca - kaca dan menangis setelah menyebutkan namanya, dia adalah gadis yang sangat cengeng.
"Keluar sekarang, atau aku akan membunuhmu di sini." Ujar pria tadi, dan Mora mengangguk - angguk panik.
Mora pun bangun dan hendak bergegas lari, tapi dia melirik kembali pria tadi yang tampaknya sedang kesakitan. Dengan takut - takut Mora berjalan kembali menghampiri pria tadi.
"Pa- paman, i- itu lengan paman ber- berdarah." Ujar Mora dengan takut - takut.
"Siapa yang pamanmu dan siapa yang berdarah, pergi kau!" Ujar pria itu, dia marah.
Jelas jelas dari lengannya mengalir darah, tapi dia mengelaknya. Mora yang berhati malaikat pun mendekat dan duduk di sebelah pria tadi.
"I-izinkan saya mengobati paman sebagai ucapan terimakasihku." Ujar Mora.
"Jangan panggil aku paman, aku bukan pamanmu. Dan juga, kamu berterimakasih untuk apa? Aku menodongkan senjata api padamu dan kamu berterimakasih?" Ujar pria tadi.
"Intinya saya berterimakasih pada paman." Ujar Mora, dia mengeluarkan kotak p3k dari tas nya.
"Boleh saya bantu obati paman?" Lagi, Mora memanggilnya paman.
"Jangan panggil aku pa- ARRG!!" Pria tadi mengerang kesakitan ketika Mora menyentuh lengannya.
"M- maaf pam- eh pak." Ujar Mora ketakutan.
"Pergi! Kamu bukan mau mengobati tapi memperburuk keadaan, pergi!" Usir pria itu, dan Mora ketakutan.
"M-maaf." Ujar Mora dan akhirnya Mora bangun dari duduknya.
Mora pergi tapi dia meninggalkan kotak obatnya di samping pria tadi. Mora kembali menjadi was - was ketika dia sudah keluar dari bangunan terbengkalai itu, dia takut ketika gadis yang mengejarnya masih ada di sana.
"Terimakasih Tuhan." Gumam Mora ketika tidak ada siapapun di sana, Mora pun berlari pergi dari sana.
Singkat cerita Mora sampai di rumah dengan pakaian yang sebelumnya itu, padahal itu belum jam pulang sekolah tapi Mora sudah pulang ke rumahnya lebih dulu.
"Non Mora, kenapa lagi??" Seorang pembantu rumah tangga menghampiri Mora dengan sedih.
"Mora tidak apa - apa, bi." Sahut Mora.
"Non Mora di buly teman non Mora terus, bibi bantu ngomong ke papanya non Mora, ya? Supaya papanya non Mora bisa dateng ke sekolah dan ngomong ke pihak sekolah." Ucap si bibi.
"Jangan ganggu papa bi, papa sibuk. Mora tidak apa - apa." Sahut Mora, lalu masuk kedalam kamar.
Pelayan rumah itu hanya bisa menatap Mora sedih, dia yang paling tahu seperti apa Mora dan bagaimana orang - orang selalu memperlakukan Mora dengan tidak adil, bahkan papa kandung Mora sendiri.
"Kasian.." Hanya itu yang bisa bibi itu katakan.
Mora masuk kedalam kamarnya dan menangis sendirian di dalam sana, tangisannya begitu pilu sampai tubuhnya tersenggal - senggal karena saking menyedihkan nya hidupnya itu.
Mora lahir di keluarga yang berada, ayahnya seorang pengusaha yang sukses tetapi Mora tidak memiliki ibu. Ibu Mora meninggal dalam kecelakaan keluarga yang melibatkan ayah Mora, adik ayah Mora yang mengemudikan mobil dan Mora sendiri saat dia berusia lima tahun.
Sejak kecelakaan itu keluarga harmonis yang sebelumnya ada itu hilang dan menjadi keluarga yang dingin. Ayah Mora selalu menyibukkan diri untuk bekerja dan dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang merenggut nyawa adik dan istrinya, sampai dia tidak memperhatikan Mora yang masih butuh kasih sayang darinya.
"Mama.. Mora sakit." Ucap Mora dalam tangisnya. Mora memeluk kedua lututnya sendiri dan menenggelamkan wajahnya di kedua sikunya.
Betapa malangnya Mora, gadis kecil yang dulu ceria, kini hidup tertutup dan murung. Terlebih dia selalu menjadi bahan rundungan siswa dan siswi di sekolah.
"Tin! Tin!" Suara klakson mobil terdengar.
Seorang gadis yang seumuran dengan Mora dan memakai seragam yang sama dengan Mora terlihat turun dari mobil sedan hitam. Gadis itu hanya turun orang nya saja, pelayan rumah yang membawakan tas sekolah dan barang lain milik gadis itu.
"Mamaku sudah pulang, bi?" Tanya gadis itu.
"Belum non Aby, yang sudah pulang non Mora." Sahut si bibi.
"Mora? Apa dia pulang dengan keadaan kacau lagi?" Tanya gadis itu, dan si bibi mengangguk sedih.
"Anak itu, dia selalu tidak pernah bilang padaku siapa yang sudah mengganggunya." Ucapnya dengan nada khawatir.
Gadis bernama Abygail itu pun langsung masuk dan naik keatas lantai dua, dia mengetuk kamar Mora. Mora terkejut ketika pintu kamarnya di ketuk, dia segera menghapus air matanya dan berpura - pura baik - baik saja.
"Mora, buka pintunya, ini aku Aby." Suara Aby terdengar daei dalam kamar Mora.
"Cklek!" Pintu kamar terbuka dan Aby pun masuk kedalam kamar Mora.
"Apa kamu di rundung? Kenapa kamu selalu tidak pernah mengatakannya padaku siapa yang merundungmu." Ujar Aby dengan khawatir.
"Aku tidak apa - apa, Aby." Ucap Mora.
"Tidak apa - apa bagaimana?! Lihat seragammu, lihat wajahmu, sudah seperti itu masih bilang tidak apa - apa?!" Ujar Aby dengan suara seperti marah.
"Terimakasih sudah peduli padaku, Aby." Ujar Mora, dan menangis terharu.
Aby memeluk Mora si cengeng yang sedang menangis itu, dia mudah tersentuh hanya dengan perhatian kecil dari orang lain karena dia tidak pernah di perhatikan. Tapi jangan pikir bahwa Aby adalah orang baik, Aby hanya berpura - pura baik dan hanya memanfaatkan keluguan Mora. Aby memiliki ambisi menjadi pengganti Mora di rumah itu, dia ingin menjadi nona satu - satunya di rumah Mora.
Aby adalah sepupu Mora, ibunya Aby adalah istri dari adik papa nya Mora yang ikut meninggal dalam kecelakaan yang juga menewaskan ibu Mora.
"Bersihkan dirimu, lalu istirahatlah." Ujar Aby, Mora mengangguk.
Aby lalu keluar dari kamar Mora, dan menutup pintu kamar Mora. Setelah sudah tidak ada orang, barulah dia menunjukan seringai liciknya.
'Semakin kamu di rundung, semakin bagus.' Batin Aby.
"Bibi, buatkan aku minuman dingin, lalu antar kekamarku." Teriak Aby pada pelayan.
Aby lebih mendominasi di rumah itu dari pada Mora yang adalah putri pemilik rumah itu. Semua terjadi karena ayah Mora selalu mengutamakan Aby dari pada Mora, sehingga Aby menjadi besar kepala dan tinggi hati.
Singkat cerita malam pun tiba, ayah Mora pulang dan duduk di meja makan setelah pulang kerja. Mora tidak ikut makan malam karena dia masih sibuk belajar, tapi ayah Mora sama sekali tidak menanyakan keberadaan Mora.
"Papa, aku butuh tanda tangan papa untuk ikut perjalanan trip ku di sekolah." Abygail membuka percakapan.
"Aby, mama kan bisa menandatangani itu, kenapa harus minta pamanmu yang menandatangani." Ujar ibu Aby yang bernama Roseline.
"Dan juga, jangan panggil paman Andreas dengan sebutan papa, nak.. Dia bukan papamu." Timpal Roseline lagi.
"Aku hanya sedang merindukan papaku saja, ma." Ujar Aby sedih.
"Tidak masalah, Rose. Aby masih anak - anak. Kemari nak, papa tanda tangani." Ujar Andreas.
Andreas tidak melihat di ujung tangga putrinya sendiri menangis melihat papanya lebih perhatian pada Aby dibanding dirinya. Mora menghapus air matanya melihat itu, padahal dia sendiri tidak pernah bisa sedekat itu dengan papanya sendiri.
"Snif! Snif!" Akhirnya Mora tidak jadi turun dan memutuskan kembali masuk kedalam kamarnya.
'Aku lelah, ma..' Batin Mora, sembari memeluk figura foto ibunya.
TO BE CONTINUED…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-10-31
1
Nur Bahagia
poor mora 🥺
2024-09-10
1
Nur Bahagia
woohhh jahat berarti nih si aby 🤨 orang licik lebih berbahaya
2024-09-10
1