S 2
"Aku Punya Papa." Tiga kata yang selalu diucapkan Farzan bocah berusia 6 tahun itu, ketika teman-teman seusianya mengolok dirinya tidak punya papa.
Ibu mana yang tidak sakit hati melihat putranya yang selalu diolok, namun Zana hanya bisa diam karena dia tidak bisa menunjukkan siapa ayah dari anaknya.
Hingga ketika Farzan dinyatakan mengidap Pneumonia, penyakit yang bisa mengancam nyawanya, membuat dunia Zana seakan runtuh. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk pengobatan putranya, namun hasilnya selalu nihil bahkan semua yang ia punya telah habis terjual. Dan pada akhirnya, dengan terpaksa Zana kembali ke kota kelahirannya untuk mencari sosok ayah biologis putranya, yaitu laki-laki yang telah menghancurkan masa depannya 7 tahun lalu, dengan harapan laki-laki itu bisa menolong putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26. TUGAS TERAKHIR
"Kak Farzan, jadi wanita itu sangat ribet ya. Kalau mau pergi keluar rumah harus berdandan dulu, dan waktunya tidak sebentar. Lihat saja Mama kita berdua sudah lama sekali belum juga keluar dari kamar." Gerutu Arkan sambil menatap kesal pada pintu kamar mamanya.
Bagaimana tidak, sudah hampir satu jam ia dan Farzan berdiri didepan kamar mamanya itu, menunggu dua wanita yang telah melahirkan mereka itu untuk berdandan sebentar katanya. Tapi nyatanya sudah hampir satu jam tak juga keluar kamar.
Farzan hanya tersenyum mendengar celotehan adiknya itu. Meski bosan menunggu, tapi dalam hatinya tidak sabar ingin melihat bagaimana penampilan mamanya saat berdandan. Selama ini sang mama selalu berpenampilan sederhana dan tidak pernah memakai riasan apapun diwajahnya.
Selang lima menit kemudian, pintu kamar Jane pun terbuka. Jane dan Zana keluar dari kamar dengan penampilan yang begitu memukau.
Tetapi Arkan yang sudah biasa melihat mamanya berdandan tentu merasa biasa saja, berbeda dengan Farzan yang baru pertama kalinya melihat sang mama berdandan. Ia benar-benar dibuat pangling, sedikitpun rasanya ia tidak ingin berkedip menatap mamanya yang benar-benar terlihat jauh lebih cantik.
"Farzan, kenapa menatap Mama seperti itu? Apa penampilan Mama aneh ya?" Tanya Zana, karena putranya itu terus menatapnya tanpa kedip, ia berpikir Farzan tidak menyukai penampilannya.
"Tidak Ma, justru Mama terlihat sangat cantik seperti bidadari yang membuat aku seketika jatuh cinta." Ujar Farzan.
Zana tersipu malu karena ucapan putranya itu, baginya pujian itu terlalu berlebih-lebihan.
"Anaknya saja jatuh cinta padamu. Bagaimana dengan Papanya? Hem, aku yakin Kak Farhan pasti tidak akan berkedip bila melihat penampilanmu saat ini." Goda Jane sambil menyenggol lengan Zana.
"Itu tidak akan, karena aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi." Kata Zana menegaskan.
Jane hanya tersenyum tipis. Zana memang mengatakan tidak ingin lagi bertemu dengan Farhan, tapi kenyataannya mereka akan bertemu nanti malam. Bahkan besok mereka akan menikah.
"Ma, kita sudah menunggu hampir satu jam. Apa Mama mau membuat aku dan Kak Farzan sampai jamuran kalau harus menunggu lagi Mama dan Tante Zana selesai mengobrol?" Celetuk Arkan.
Jane dan Zana serentak terkereh, mereka berdua pun lekas mengajak putra mereka untuk segera pergi ke toko perhiasan seperti yang sudah dikatakan Jane tadi malam. Ia meminta Zana untuk menemaninya ke toko perhiasan membeli cincin couple
untuknya dan suaminya, yang sebenarnya adalah membeli cincin pernikahan untuk Zana dan Farhan.
Jane mengajak Zana dan dua bocah tampan yang menjadi pengawalnya itu ke toko perhiasan yang sebelumnya sudah diberitahukan oleh Farhan, bahkan laki-laki itu sudah mentransfer uang dengan jumlah yang cukup besar ke rekening Jane untuk membeli cincin pernikahan kemudian membawa Farzan dan Zana untuk jalan-jalan setelahnya.
Sesampainya di toko perhiasan itu, Jane langsung meminta kasir untuk mengeluarkan semua koleksi cincin terbaik di toko itu.
"Wah semua cincin ini sangat bagus, aku jadi bingung memilihnya. Apa Kak Zana bersedia membantuku untuk memilih?" Tanya Jane.
"Tapi aku tidak yakin kau dan suamimu akan suka dengan pilihanku, Jane." Kata Zana.
"Tidak masalah, apapun pilihan Kak Zana aku dan Kak Adam pasti suka." Ujar Jane meyakinkan.
Meski agak ragu, Zana pun mulai memperhatikan satu-persatu cincin itu. Ia tidak mungkin membuat Jane menjadi kecewa bila tidak menuruti permintaannya. Dengan pandangan yang tak berkedip ia mengindai satu-persatu cincin couple itu.
"Em, Jane bagaimana dengan ini, apa kau suka?" Tanya Zana sambil menunjuk sepasang cincin dengan bentuk yang sangat sederhana menurut Jane.
"Apa Kak Zana menyukai cincin itu?" Jane balik bertanya, ia harus memastikan jika Zana menyukainya karena cincin itu nanti akan dipakai oleh Zana sendiri.
"Ini hanya pilihanku Jane, tapi kalau kau tidak menyukainya ya tidak apa-apa. Kau bisa memilih yang lain, yang jauh lebih bagus dari pilihanku." Jawab Zana.
Jane tersenyum, "Tapi apa Kak Zana menyukai cincin yang ini?" Tanyanya lagi.
Zana terlihat ragu untuk menjawabnya, namun sebenarnya ia sangat menyukai cincin pilihannya itu. Ia tahu cincin itu terlihat sederhana bagi orang-orang sekelas Jane, tapi bagi orang sepertinya cincin itu sangat mewah.
Zana hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Baiklah kalau Kak Zana menyukainya, aku akan ambil yang itu saja." Ujar Jane kemudian meminta kasir untuk membungkus cincin itu.
"Tapi Jane, tidak apa-apa kalau kau tidak menyukai cincin pilihanku itu, kau bisa memilih cincin yang lain." Kata Zana, ia merasa Jane hanya menuruti kehendaknya saja.
"Tidak Kak Zana, aku juga menyukainya dan aku yakin Kak Adam juga pasti menyukainya." Ujar Jane.
Cincin itu memang terlihat sederhana bila dipakai oleh Farhan. Tapi Jane yakin laki-laki itu bisa memakluminya. Apalagi Farhan memang harus membiasakan diri dengan segala kesederhanaan yang dimiliki oleh Zana.
Setelah selesai membeli cincin, Jane pun mengajak pasukannya untuk pergi jalan-jalan sesuai seperti sudah diperintahkan oleh Farhan. Membawa putranya dan Zana jalan-jalan sebelum Zana menjadi istrinya, karena ia tahu wanita seperti Zana akan lebih senang menghabiskan waktu di rumah bila nanti telah menjadi seorang istri.
Di sebuah pusat perbelanjaan elit di ibukota, disitulah Jane membawa pasukannya. Ia meminta Zana dan Farzan untuk membeli apapun yang mereka suka dan ia yang akan membayarnya, yang sebenarnya ia menggunakan uang dari Farhan. Dan sebagai bonus, ia dan Arkan tentu juga akan membeli apapun yang mereka inginkan.
Bagi Zana ini adalah hal luar biasa dalam hidupnya. Seumur hidupnya ini adalah pertama kalinya ia memasuki pusat perbelanjaan elit di kota kelahirannya itu. Sejak kecil ia sudah harus bekerja membantu ayahnya dan tidak pernah benar-benar menikmati masa kecilnya dengan indah seperti teman-temannya yang lain, hanya belajar dan bermain.
Hingga dewasa pun ia tetap harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga, serta membiayai sekolah adiknya. Terlebih ketika ia mengandung Farzan sampai melahirkan putranya itu, seluruh waktunya ia habiskan untuk bekerja demi memenuhi segala kebutuhan putranya agar tidak seperti dirinya yang tidak pernah merasakan indahnya masa kecil.
Tanpa terasa hari pun sudah beranjak sore. Sepuluh buah paper bag kini sudah tersusun rapi didalam bagasi mobil Jane.
"Jane, terimakasih untuk hari ini. Aku benar-benar merasa tidak enak padamu. Aku tidak tahu harus membalas kebaikanmu ini dengan apa." Ujar Zana, tadinya ia hanya membeli sepasang pakaian rumahan saja, tapi Jane terus mendesaknya untuk menambah barang belanjaannya, bahkan ia dipaksa membeli peralatan makeup serta aksesoris lainnya.
Begitupun dengan Farzan, putranya itu membeli banyak pakaian dengan berbagai macam model, dengan harga yang tidak murah tentunya.
"Tidak perlu berterimakasih, Kak, karena ini semua memang hak kalian berdua." Ujar Jane sambil tersenyum.
Zane nampak bingung mendengarnya, sementara Jane yang baru menyadari ucapannya barusan seketika nampak gugup. Iapun memutar otak mencari kalimat tepat agar Zana tidak curiga.
"Em maksudku, Kak Zana dan Farzan kan juga sudah seperti keluargaku sendiri. Jadi menurutku ini semua wajar saja." Ujar Jane meralat ucapannya.
Zana nampak mengangguk pelan.
"Ma, ayo kita makan. Aku lapar.'' Seru Arkan yang sudah berada didalam mobil bersama Farzan.
Jane mengacungkan jempolnya, kemudian mengajak Zana untuk masuk kedalam mobil. Sekarang ia tinggal mengerjakan tugas terakhirnya, yaitu membawa Zana untuk bertemu dengan Farhan.
"Ma, kita ke cafe biasa." Ujar Arkan.
"Siap." Ujar Jane kemudian gegas melajukan mobilnya.
.
.
.
TBC.......✨✨✨