Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Martabak Mini
Assandi memukul setir mobilnya dengan keras. Dia tadi hampir saja tidak bisa mengontrol pikirannya.
Apalagi sekarang bayang-bayang tubuh Airin yang indah tanpa sehelai benang memenuhi panggilan nalurinya sebagai laki-laki.
"Aaaakkkhhh, sialan. Kenapa nggak ilang-ilang sih muka dia yang..."
"Ah sudahlah." Geram Assandi.
Dia membuka tasnya untuk mengambil ponsel miliknya. Tapi dia bingung, karena di tangannya ada dua ponsel yang dia genggam.
Assandi menepuk dahinya keras, "Astagaaaa, ini kan ponsel dia. Kenapa aku bawa."
Dia segera keluar dari mobil, tapi langkahnya terhenti mengingat note dari ponsel Airin.
Dirinya membuka kembali note tersebut dan membacanya ulang. Assandi segera pergi memasuki mobil dan berjalan keluar.
Dia ingin menuju ke tempat sesuai dengan alarm di ponsel Airin. Tangannya masih fokus mengemudi tapi pikirannya masih melekat bayangan Airin yang tidak berpakaian satupun.
Assandi mengacak rambutnya gusar, dia menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai disana.
Di lain tempat, Airin kebingungan mencari ponselnya. Dia mengamati seluruh tempat di kamarnya.
Tapi ponsel miliknya tidak kunjung ketemu. Karena dirinya tidak mengetahui jika ponsel pribadinya dibawa oleh Assandi.
"Aku meletekkannya dimana ya, kok tidak ada?" Gumamnya.
Airin melihat tempat tidurnya yang berantakan. Dia mengeryit bingung, karena sebelumnya tempat tidur itu rapi dan boneka terususun baik.
"Loh, kok jadi berantakan seperti ini sih?"
Airin merapikan kembali tempat tidurnya, dia juga menata kembali para boneka pemberian kedua lelaki yang di sayanginya.
Dirinya menatap dua boneka beruang yang masih belum tahu pemberian dari siapa.
Tangan Airin meraih kedua boneka itu, "Kalian ini sebenarnya berasal dari mana? Terus siapa yang membeli kalian? Kenapa tiba-tiba ada disini?" Ucapnya sendiri.
Tangannya mengusap kepala kedua boneka itu. Bibirnya melukis senyum yang sangat manis.
Tok...
Tok...
Tok...
Airin membuka pintu kamarnya, dia terkejut melihat Assandi yang basah kuyup.
"Loh mas, kok basah semua? Kamu dari mana?"
Assandi hanya diam, dia menyerahkan tiga paper bag kepadanya.
Airin melihatnya kebingungan, tangannya menerima paper bag dari Assandi.
"Apa ini mas?"
"Buka sendiri, aku mau ke kamar."
Assandi berbalik badan, tapi langkahnya terhenti ketika melihat kakeknya berjalan menaiki tangga.
Matanya melotot dan berbalik lagi masuk menuju kamar Airin. Tangannya segera menutup pintu kamar itu.
"Kenapa mas?"
"Ada kakek naik ke atas, masa aku harus ke kamar itu."
Airin tersenyum geli melihat wajah Assandi yang menurutnya lucu, seperti anak kecil yang sedang main petak umpet.
"Ya sudah, kamu mandi dulu di sini nggak apa-apa mas, aku akan siapkan kran air hangatnya."
"Nggak perlu!! Aku bisa sendiri." Ucap Assandi tegas.
Airin hanya diam mengamati punggung suaminya yang hilang di balik pintu kamar mandi. Dia merasa sedih Assandi selalu berbicara seperti itu dengannya.
Airin berbalik menuju sofa kamarnya, dia membuka beberapa paper bag itu. Matanya terperangah ketika melihat banyak makanan di dalamnya.
"Wahh, ada martabak mini rasa daging sapi, ada milkshake strawberry dan milkshake coklat juga, terus ini apa ya." Gumamnya.
Airin membuka dua kotak makanan di paper bag ketiga. Hatinya sangat senang melihat isi di dalamnya.
Kotak pertama ada banyak dessert berbagai bentuk dan rasa. Kotak kedua berisi sushi makanan khas jepang dengan berbagai varian.
"Mas Sandi beli sebanyak ini?"
Airin tersenyum bahagia mendapat makanan kesukaannya dari suaminya. Padahal dia belum pernah meminta kepadanya.
Mata Airin menatap ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas meja. Dia meraih ponsel itu dengan rasa bingung.
"Loh, bukannya tadi disini nggak ada ya. Tapi kok sekarang malah muncul disini."
Tangannya membuka layar ponselnya, dia baru ingat. Jika alarm untuk membeli makanan itu sudah berbunyi bebera waktu lalu.
Airin menutup mulutnya tidak percaya, "Tunggu, berarti Mas Sandi membelikanku semua ini karena mendengar alarm ponselku?"
Dia tersenyum merona, pipinya sudah seperti kepiting rebus. Tangannya menyentuh dadanya yang berdebar tidak karuan.
"Terima kasih mas, bahkan ini pertama kalinya kamu melakukannya untukku." Gumamnya bahagia.
Dia kembali berkutat dengan makanan itu, ditatanya semua makanan itu di atas meja depan televisi.
Airin berjalan mendekati televisi untuk menyalakan film yang akan dia tonton. Disana dirinya memilih film dari negera Korea Selatan.
Kemudian dia kembali duduk sambil menunggu Assandi selesai mandi.
Cklekk...
Suara pintu kamar mandi terbuka, Airin terpukau menatap wajah dan rambut Assandi yang basah.
Suaminya itu sangat tampan dan sexy jika berpenampil hanya mengenakan kaos putih dan celana pendek hitam.
Kaos yang di pakainya menampilkan otot perut dan lengannya yang kekar. Airin menelan ludahnya sambil melamun.
Assandi melambaikan tangan di depan wajah Airin, "Hei, ngapain kamu bengong."
Airin gelagapan salah tingkah, "E-em, bu-kan kok mas, a-ku hanya melihat TV itu aja."
Assandi mengangkat satu alisnya menatap Airin. Dia berjalan duduk di tepi ranjang sambil melihat ponselnya.
"Mas, ayo makan bareng disini." Airin menepuk sofa di sebelahnya.
Assandi menatap Airin sekilas, "Makan saja, itu semua memang buat kamu."
"Tapi ini kebanyakan mas."
"Ya nanti kalau tidak habis tinggal di makan besoknya. Gitu aja kok repot."
Airin menunduk sedih, padahal dirinya ingin menikmati makanan bersama Assandi sambil menonton film.
Tapi suaminya itu sepertinya tetap tidak mau jika berdekatan dengannya.
Airin beralih menatap televisi yang sudah menampilkan pilihan film. Dia mengambil remot untuk memutar film kesukaannya.
Airin menonton film dengan diam tanpa mengambil satupun makanan yang ada di depannya.
Tangannya hanya meremasi remot yang dia genggam. Assandi melirik istrinya dengan bingung.
Karena perempuan itu sama sekali tidak mengambil makanan dan minuman yang ada di depannya.
Dia berdiri berjalan menghampiri Airin. Assandi sudah duduk di sebelah istrinya.
Tangannya mengambil milkshake coklat kesukaannya, "Ngapain nggak dimakan? Bukannya sudah mengagendakan untuk membeli martabak itu?"
Airin menoleh menatap Assandi, "Em, iya mas, tapi nggak apa-apa bisa aku makan nanti."
Perempuan itu berbalik menatap layar televisi. Wajahnya murung melihat film yang sudah mulai.
Assandi membuka milkshake strawberry dan diberikannya ke Airin.
Istrinya itu menatap bingung, "Kenapa mas?"
"Ya minumlah, mubazir kalau nggak diminum. Apalagi itu makanan masih hangat semua."
Airin menerima minuman itu, "Terima kasih mas."
"Hmm."
Assandi kembali meminum milkshakenya dan mengambil satu potong martabak sapi. Matanya menatap film yang diputar Airin.
Sedangkan perempuan itu meremas tangannya bingung dengan kecanggungan ini.
"Kenapa hanya diam saja?"
"Hah, i-iya mas."
"Makan makanan itu, nggak menghargai perjuanganku apa antri panjang sampai depan jalan raya."
Airin mengangguk pelan dan mengambil martabak kesukaannya. Dia memakannya pelan sambil menonton film.
Hanya ada keheningan di antara mereka. Bahkan sampai film selesai di putar mereka masih diam tidak ada yang memulai pembicaraan.
Assandi bangkit dari duduknya mengambil ponsel di atas nakas. Dia duduk di ranjang tersenyum melihat pesan dari Rosy.
Airin memandang sedih Assandi yang mengabaikannya hanya pesan dari perempuan lain.
Dia kemudian membersihkan semua bungkus makanan dan minuman itu untuk dibuangnya ke tempat sampah.
Airin berjalan keluar kamarnya menuju sampah di dapur. Hatinya masih sedih karena mengingat selama hampir satu setengah jam.
Mereka diam saja tidak ada yang berbicara. Tapi setelah selesai film di putar Assandi malah pergi mengabaikannya lagi untuk melihat pesan dari Rosy.
Airin terduduk lemas di lantai dapur. Dia memeluk kakinya sambil menangis. Sesekali air matanya dia hapus agar tidak menimbulkan bekas.
"Memang dari awal Mas Sandi tidak pernah mencintaiku." Gumamnya sedih.
"Dia hanya mencintai Rosy seorang, aku hanya pelariannya saja jika didepan kakek, hiks." Isaknya.
Airin menunduk menumpahkan semua kesedihannya. Dia tidak menyadari jika di belakangnya sudah berdiri Kakek Leo yang sedih mendengarkan curhatannya.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍