Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Lintang ingin tertawa sekaligus marah pada Dion, dengan seenaknya ia berprasangka buruk terhadapnya. "Dasar muka tembok, bisa gak sih membedakan mana yang sedang berkencan dengan pertemuan biasa?"
"Hmm, masa sih muka ganteng di bilang seperti tembok" ucap Dion, meraba wajahnya. "Lagipula kalian, seperti dua orang yang sedang melepas rindu."
"Kalo gak tau sebenarnya, jangan asal ngomong. Di jaman now, setiap perbuatan tidak menyenangkan bisa di hukum..."
"Termasuk perbuatan mu, seminggu yang lalu" potong Dion cepat. "Apa kamu lupa atau amnesia?"
"Memangnya, apa yang sudah aku lakukan?" tanya Lintang bingung.
"Kamu nendang tulang kering aku sampai retak, dan aku selama seminggu ini gak bisa beraktivitas" jawab Dion ketus. "Coba, berapa kerugian yang aku alami? Selain luka fisik, juga harus menanggung kerugian karena partner bisnis ku menuntut ganti rugi."
"Oh maaf, aku gak sengaja. Tapi salah sendiri, kenapa kamu ngomongnya gak pake filter?"
Dion memutar bola matanya kesal. "Aku cuman bercanda doang, tapi kamu nanggapinya serius."
"Terus kamu maunya apa? Minta ganti rugi, atau menuntut aku ke penjara" tantang Lintang berani.
"Enggak perlu ganti rugi, aku sudah kaya tapi cukup penjarakan hati mu pada ku" ucap Dion puitis.
"Huh, dasar playboy genit! Sana kembali ke meja mu, nanti Om- ku marah ngeliat kamu ada di sini" Lintang mendorong bahu Dion, yang duduk dekat dengannya.
"Oke, kali ini kamu bebas. Tapi lain kali, gak ada ampun" ucap Dion, mengangkat b*k*ngnya dari kursi.
Lintang menatap kepergian Dion kembali ke tempatnya, sementara pesanannya baru saja di antar. Ia mencoba sedikit kuah sotonya, cukup enak untuk lidahnya yang belum terbiasa dengan makanan daerah sini. Sesendok demi sesendok Lintang menyuapkan makanannya, sambil menunggu Om Ahmad selesai dengan urusannya. Saat tinggal setengah lagi tersisa, Om Ahmad menghampirinya.
"Lintang, Om gak bisa lama-lama. Sudah di tunggu peserta seminar di atas" ucapnya, sembari membawa tas yang ada di meja.
"Iya Om. Makasih untuk info nya, tapi Lintang tetap pada keputusan semula."
"Baik, nanti Om sampaikan sama Dewa. See you later, Lintang!" Om Ahmad melambaikan tangan, untuk kembali ke atas. Nenghadiri seminar, yang diselenggarakan juga di hotel tempatnya menginap.
Kembali Lintang melanjutkan makannya, tetapi seperti biasa hidupnya akan menjadi lebih rumit di banding yang lalu. Dion Arya yang masih penasaran mendatangi mejanya lagi.
"Di tinggal pergi lagi, gak dibawa sekalian" kata Dion menarik kursi di depan Lintang.
"Please, jangan ganggu dulu. Aku butuh asupan, buat ngelawan orang macam kamu."
"Hahaha! ternyata, aku lawan sepadan buat mu."
"Berisik, bisa diem gak sih? Suara kamu, bikin tuli pengunjung."
"Dion Arya!" pekik suara seorang wanita, yang tengah memasuki restoran.
"Hah, banyak juga penggemar mu Dion."
"Walaupun banyak yang suka aku, tapi kamu lah pemilik hati ku."
"Gombal!"
Sementara itu, perempuan yang memanggil Dion semakin dekat. Lintang memandang penampilan modis teman Dion, atau apa pun dia sebutannya.
"Kapan datang, babe?" tanya perempuan itu, dengan manja. Tangannya memegang pundak Dion, lalu mengguncangnya. "Enggak bilang-bilang, kalo udah tiba di tanah air" ucapnya tanpa henti.
"Aku baru mendarat belum lama ini, apa kabar Chintya? Kamu semakin cantik dan seksi..."
"Aku baik dan akan bertambah baik, dengan kehadiran mu. Tapi aku kok merasa, kamu ngomongnya gak jujur deh" sanggah Chintya cepat.
"Ah, itu sih perasaan mu saja. Aku ngomong apa adanya, kamu emang cantik."
"Kalo aku cantik, kamu gak mungkin mandang dia mesra" ucap Chintya, melirik Lintang.
"Oho...ia spesial buat ku" akunya bangga.
"Sekarang ganti selera, pacaran sama gadis bau kencur" dengan sinis, Chintya berkata seperti itu.
Mendengar ucapan penuh ejekan dari Chintya, Lintang langsung bereaksi keras. "Maaf mbak, aku bukan tukang jamu. Lagian situ, memangnya pacar Dion?"
"Saya, mantannya Dion..."
"Udah mantan, kan? Kenapa, masih mengurusi hidupnya?"
"Heh! Sombong banget kamu, sebentar lagi juga Dion bakal depak kamu. Secara Dion itu, berganti pacar seperti makan obat tiga kali sehari" tutur Chintya menggebu-gebu.
"Pengalaman situ ya, Mbak. Di putusin Dion, belum dua puluh empat jam."
"Kamu, berani ngelawan aku!"
"Enggak tuh Mbak, buat apa berantem memperebutkan laki-laki model begini? Di Jakarta, banyak yang lebih ganteng dari dia. Apalagi di bandingin sama oppa-oppa Korea mah, jauh."
"Halah, buktinya kamu mau sama Dion" Chintya tambah nyolot.
"Sudah...sudah, Chintya nanti aku hubungi lagi" Dion menghentikan pertikaian, yang gak mungkin akan cepat selesai.
"Awas, jangan bohong. Aku tunggu kamu, di paradise club malam ini."
"Oke, oke!" Dion tersenyum manis, guna mengusir mantan kekasihnya keluar dari restoran. Ia cukup malu melihat para pengunjung, mulai tertarik dengan keributan di meja Lintang.
"Aku sudah selesai" Lintang berdiri dari kursinya. "Aku mau pulang, kalo kamu masih betah di sini cari kesibukan lainnya."
"Aku antar..."
"Enggak usah!"
"Kenapa gak mau?"
"Karena hidup aku udah sulit tanpa kehadiran mu dan bertambah rumit, dengan datangnya kamu berikut para mantan mu" ucap Lintang dengan telak. Niat hati ingin mendinginkan pikiran, malah menemukan berbagai macam masalah.
"Sorry, kalo aku udah bikin kamu bingung dengan keadaan ini. Lain kali, gak akan terulang lagi..."
"Enggak ada lain kali, cukup kali ini saja" putus Lintang mengakhiri obrolannya. Ia menyampirkan tas selempangnya, kemudian berlalu bersama Mirna yang sedang menunggu di lobi hotel karena shiftnya sudah berakhir.
"Lintang, tunggu!" teriak Dion keras, ia mengabaikan padangan orang yang penasaran ingin tau. Ia berlari kencang mengejar Lintang,namun seorang waiters memanggilnya. "Mas, jangan pergi!"
"Ada apa?" tanya Dion, menghentikan larinya dengan nafas memburu.
"Bill-nya, belum di bayar" jawab sang waiters.
Buru-buru Dion mengeluarkan dompetnya, dan mengambil beberapa lembar uang berwarna merah. "Nih, kalo gak cukup besok saya ke sini lagi."
Kembali Dion berlari ke depan, tetapi yang di dapatinya hanya kepulan asap motor Mirna. Tak kehabisan akal ia segera ke parkiran, untuk mengambil motor sport kesayangannya. Di staternya mesin motor, lalu melaju membelah jalanan yang mulai di padati kendaraan. Sepanjang jalan ia melirik kiri kanan, mencari keberadaan motor matic warna merah. Dari jauh terlihat kendaraan yang di carinya, gegas ia tancap gas meliuk-liuk diantara bermacam kendaraan bermotor yang susul menyusul dengan kepentingannya.
Pada sebuah kost-an elite, motor matic yang di tumpangi Lintang berhenti. Dari kejauhan Dion menghentikan laju kendaraannya, ia hanya diam mengamati keadaan tempat kost itu.
Ternyata pemikirannya benar selama ini, Lintang pastinya simpanan Om-om, terlihat dari gaya berpakaian dan tempat ia tinggali yang berkelas. Darimana, semua itu berasal? Seorang pekerja biasa, yang bermukim di tempat berkelas. 'How, do you think!'
****
yg ad hidupx sendirian nnt x