Setelah mengalami gagal menikah, Xander Rey Lergan belum juga kunjung menikah di usianya menginjak 32 tahun. Namun, sebagai penerus tunggal, menikah adalah sebuah tuntutan. Tapi hatinya masih terikat dengan—Raisa.
Saat mengetahui Raisa telah menjanda kembali, Xander tak mau kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya. Kali ini, dia menggunakan kekuasaannya sebagai pewaris keluarga Lergan untuk menjerat Raisa sebagai istrinya. Xander sengaja, menyulitkan Raisa untuk dapat menekannya.
"Aku dapat memberikan darahku untuk kembaranmu. Dengan syarat, menikahlah denganku."
Raisa tak bisa menolak, dan dengan terpaksa dia menerima tawaran Xander demi saudaranya.
Mengetahui pernikahan Xander dan Raisa, menuai kemarahan keluarga Lergan. Mereka merasa, Raisa yang seorang janda tak pantas bersama Xander yang seorang perjaka dengan status pewaris.
"Keluargamu tak merestui, kita bercerai saja."
"Cerai? Kalau gitu ... aku hamili saja kamu sekarang! Agar, kamu tak bisa lari dariku—Raisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemajuan yang baik
Naya akhirnya diperbolehkan oleh dokter untuk menjenguk Zion yang masih terbaring koma. Perasaan rindu yang mendalam mengalir begitu saja, seakan tak mampu dibendung. Dengan hati yang bergetar, Naya mendekat dan meraih tangan Zion. Air matanya jatuh, mengalir deras, dan isak tangisnya terdengar pelan, seolah meresap dalam setiap detik keheningan itu.
Matanya menatap wajah suaminya yang pucat dan terdiam, mengingatkan pada kenangan-kenangan manis yang pernah mereka bagi. Hatinya hancur, namun harapan tetap terjaga, meski dia tahu Zion belum bisa mendengarnya. Naya mengatakan kerinduan hangat selama ini memeluknya tak henti.
"Mas, aku kangen," ucap Naya dengan isak tertahan. Dia berusaha menghentikan air matanya yang terus turun membasahi maskernya. Berusaha untuk tetap tegar, walau keadaan saat ini sangat lemah.
"Zevan dan kembar selalu menanyakanmu, kenapa kamu belum sadar juga?" ujarnya serak disertai dengan air mata yang terus mengalir.
Zion tak merespon, dia tetap diam. Suara monitor mengiringi suara tangis Naya. Biasanya saat dia menangis, Zion akan memeluknya. Tapi sekarang, pria itu seakan tak bisa melakukannya. Naya merindukan suaminya, dia mengenang segala hal tentang pria itu.
"Nay." Naya menoleh, dia melihat kakak sekaligus kembarannya yang datang menghampirinya.
"Kak," Naya memeluk Abercio, hatinya sudah sangat lelah saat ini.
"Jangan menangis lagi, ada Zevan di depan. Dia merengek meminta ikut untuk menjemputmu," ucap Abercio menenangkan adiknya.
Setelah Naya cukup tenang, dia pun keluar menemui putranya. Sementara Abercio, masih memandangi adik iparnya yang terbaring tak berdaya. Biasanya mereka akan saling berdebat tanpa henti. Saat ini, dia merindukan hal itu.
“Cepat sadar, Zion. Kalau kamu tak kunjung sadar, aku akan carikan suami baru untuk adikku! Kamu dengar tidak?! Adikku masih muda, cantik, dan bahkan bos-bos batu bara pun berusaha merebut hatinya! Jangan biarkan itu terjadi!”
Abercio berkata dengan nada yang pelan, sebelum akhirnya ia buru-buru meninggalkan ruangan itu. Namun, tanpa disadari oleh Abercio, di balik kepergiannya, jemari Zion mulai bergerak perlahan. Air mata membasahi pelipisnya, setelah dia mendengar semua curhatan istrinya tadi di alam bawah sadarnya.
.
.
.
Pagi ini, dengan penuh perhatian, Raisa membantu Xander mengenakan dasi. Hari itu bukanlah pagi biasa, sebab rapat besar di perusahaan Lergan menanti, dan semua mata akan tertuju padanya. Tuan Austin dan Reza sudah mengingatkan agar Xander mengenakan pakaian yang tepat, layaknya seorang CEO. Dengan ketelitian, Raisa menyiapkan segala sesuatunya.
Jas rapi yang dipilihkan dengan cermat, kemeja yang disetrika sempurna, dan dasi yang harus dipasang dengan presisi. Setiap gerakan Raisa mencerminkan peranannya sebagai pendukung setia, memastikan Xander tampil tidak hanya sebagai pemimpin, tapi juga sebagai sosok yang pantas sebagai seorang pewaris.
"Jam berapa kamu akan ke rumah sakit?" tanya Xander sambil menatap lekat raut wajah serius Raisa.
"Mungkin jam sepuluh," jawab Raisa.
"Apa ada pasien yang hendak melahirkan?" Xander bertanya kembali.
"Seingatku hari ini enggak ada, tapi enggak tahu nanti. Memangnya ada apa?" Raisa lupa jika hari ini ada perkumpulan wali murid di sekolah putrinya. Maka dari itu, Xander pun mengingatkannya.
Xander memeluk pinggang Raisa dan menariknya mendekat. Mengikis jarak di antara mereka, sampai tak tersisa jarak sedikit pun. "Zira memintaku menggantikan Naya untuk menjadi wali murid di sekolahnya. Pasti Naya sedang sibuk mengurus Zion. Kalau kamu sibuk, biar aku saja yang datang."
"Oh ya, aku lupa. Tapi, bukannya kamu akan rapat? Enggak usah, biar aku saja. Acaranya jam setengah sepuluh kan? Masih sempat, walau nanti harus pulang lebih awal," terang Raisa, dia takut suaminya membatalkan rapat demi putrinya.
Xander menggeleng, "Rapatnya hanya satu jam saja. Kalau gitu, kita berdua saja bagaimana? Nanti aku akan menjemputmu." usul Xander.
Raisa setuju, dia menggandeng tangan Xander keluar dari kamar menuju teras. Setiap Xander akan berangkat, Raisa akan mengantarnya sampai teras dan melambaikan tangannya saat mobil melaju meninggalkan kediaman mereka.
"Nanti bekalnya jangan lupa dimakan," lesan Raisa pada putrinya yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Iya, daa bundaaa!" Zira melambaikan tangannya, Raisa pun membalasnya. Sebelum pergi, Xander sempat-sempatnya melayangkan k3cupan padanya. Raisa jadi menggelengkan kepalanya melihat tingkah suaminya.
"Bundaaa, mau lotiiii."
Raisa membalikkan tubuhnya, senyuman menghiasi bibirnya saat melihat Kayden yang baru saja bangun tidur. "Tadi Bunda bangunin susah bangun. Sudah terlambat sekolah juga, ayo sarapan dulu."
Raisa menggandeng tangan anak itu masuk ke dalam rumah. Kayden tak sekolah hari ini, anak itu sulit dibangunkan sejak tadi. Entahlah, mungkin karena semalam Kayden sulit tidur akibat Xander yang menjailinya.
"Loti Kay nda dimakan Ayah centel lucaaak kan?" tanya Kayden saat Raisa membawanya ke ruang makan.
"Senter rusak?" Raisa mengulang perkataan Kayden.
"Heum! Lewel minta Kay panggil ayah. Kay kan ada daddy, nanti kalau daddy Kay pulang malah dia loh! Cekalang, panggil Ayah dulu. Daddy Kay pulang, balu Bang centel lucaaak panggilnya!" Kayden dengan penuh tekanan.
Raisa tersenyum dengan hati yang pedih, dirinya memikirkan nasib Kayden. Bagaimana jika anak itu tahu orang tuanya tewas dalam kecelakaan? Bagaimana reaksinya jika tahu orang tuanya tak akan pernah kembali? Waktu, belum bisa membuat anak itu lupa akan orang tua kandungnya.
"Bunda, dengal nda?" Kayden memanggil Raisa dari lamunannya.
"Dengar sayang, bentar yah." Raisa segera mengiris roti tawar dengan selai coklat kesukaan Kayden. Sambil sesekali dia memandang pada Kayden yang tersenyum ceria tanpa beban. Kayden memang sepupu kecil suaminya. Namun, nalurinya sebagai seorang ibu memanggilnya untuk merawat dan memberikan kasih sayang untuk anak itu.
"Nih rotinya."
"Woaaaah, loti! Loti belemak kesukaan semua olang!" Kayden meraih roti yang sudah ditumpuk dua itu dan memakannya dengan lahap.
Raisa tersenyum, tangannya membelai lembut kepala anak itu. "Tumbuhlah jadi anak yang kuat, Kay. Masih banyak orang di sekitarmu yang sayang denganmu," batinnya.
____________
Bonuuuuus😍
Setan jeruk geprek /Facepalm//Facepalm//Facepalm/