(Bukan) RAHIM PENGGANTI

Dita dan Tasya tampak sangat bahagia. Dicky bisa mendapatkan dua boneka panda ukuran besar. Kedua wanita itu memeluk boneka masing-masing. Ibu di rumah sedang menunggu kepulangan mereka sambil menonton di ruang televisi.

"Ibu ... lihat, aku dapat boneka gede!" teriak Tasya begitu sampai rumah. Ibu tersenyum melihat putrinya bahagia.

Gadis itu mengidap kelainan jantung yang mengharuskan dirinya rutin berobat dan sering di rawat. Kegembiraan Tasya merupakan kebahagiaan bagi Ibu dan Dicky.

"Ini Bu, aku beli martabak durian tadi," ucap Dita, memberikan martabak tadi ke tangan ibu.

"Kenapa repot-repot Nak Dita?" ucap Ibu sungkan.

"Siapa bilang repot, Bu. Bukan aku yang buat, cuma beli," ucap Dita tersenyum . Tasya ikutan tertawa mendengar ucapan Dita.

Wanita itu pamit untuk istirahat. Kakinya sudah pegal keliling pasar malam tadi. Tasya juga ikutan pamit. Keduanya tidur satu kamar.

Tinggal Dicky yang masih menemani ibu menonton. Jarang dia memiliki waktu luang bersama keluarga. Waktu Dicky habis untuk bekerja dengan Rendra.

"Dita anak yang baik. Beruntung Pak Rendra memiliki istri seperti dia. Ibu harap kamu tidak bermain api dengan mencintai Dita!" ucap Ibu.

"Apa maksud, Ibu?" tanya Dicky.

"Ibu ini yang melahirkan kamu. Ibu tahu gimana kamu, Nak. Ibu melihat ada cinta di mata kamu untuk Dita. Ingat Dicky, Dita itu istrinya Pak Rendra. Orang yang banyak menolong kita."

"Ibu jangan kuatir. Aku tahu dan pandai menempatkan hati. Aku nggak mungkin mengkhianati Pak Rendra. Aku bukan seperti kacang lupa akan kulitnya."

"Baguslah, Nak. Ibu tahu bagaimana sikapmu pada Dita. Ibu melihat cinta di mata kamu untuk wanita itu. Dita emang pantas dicintai. Dia wanita baik dan ramah. Namun, harus diingat. Dia itu istri atasanmu."

"Aku akan ingat, Bu." Dicky mendekati ibunya dan memeluk bahu wanita itu. "Aku nggak akan mengecewakan, Ibu. Sekuat dan sebesar apa pun rasa ini, aku tidak akan mengkhianati Pak Rendra. Aku berhutang dua nyawa dengannya. Dua wanita terhebat dan yang paling aku sayangi telah diselamatkan Pak Rendra."

Ibu mengusap lengan Dicky. Wanita itu tahu, anaknya menyukai Dita. Dicky tidak mudah dekat dengan wanita. Namun dengan Dita, anaknya itu tampak gembira. Satu-satunya wanita yang pernah dekat dengan Dicky hanyalah Bella.

***

Pagi harinya Dita bangun dan membantu Ibu Dicky menyiapkan sarapan.

"Biar Ibu aja. Kamu duduk di sana," ucap Ibu saat melihat Dita yang membantunya memasak.

"Aku juga ingin bantu, Bu. Biar tahu memasak yang enak itu."

Dicky yang baru bangun, hendak ke kamar mandi yang ada dekat dapur, kaget melihat Dita yang memasak.

"Bu Dita! Jangan kerjakan apa pun. Nanti Pak Rendra bisa marah jika tahu Ibu memasak!" ucap Dicky.

"Aku cuma bantu, Ibu. Lagi pula Pak Rendra tidak akan tahu jika ngga ada yang melapor."

"Sekali lagi aku katakan, Bu. Jangan sentuh apa pun di dapur. Ibu tunggu saja sarapannya. Biar Ibu yang kerjakan sendiri."

"Dicky betul, Dita. Jika ada yang melapor Dicky bisa di pecat Pak Rendra. Bukannya ibu tidak suka jika dibantu, tapi ibu nggak mau ini nantinya jadi masalah."

Dita dengan cemberut beranjak dari depan kompor. Ketika melewati Dicky, wanita itu mencubit lengan Dicky. "Bawel, kayak nenek-nenek," ucapnya.

Ibu yang melihat jadi tersenyum. Dia tahu Dita anak yang baik. Wanita itu hanya ingin membantu. Namun, ibu takut itu akan jadi bumerang bagi Dicky.

Setelah sarapan, Dita dan Tasya bermain congkak di teras rumah. Saat sedang asyik bermain, Dita merasakan seseorang memeluk tubuhnya dari belakang.

Dita pikir, Dicky yang sedang bercanda dengannya. Sehingga Dita menepis tangan yang memeluk tubuhnya itu.

Bukannya melepaskan pelukan, orang itu bahkan mengecup pipi Dita. Wanita itu makin kaget. Dita ingin marah, tapi urung ketika mendengar suara orang yang memeluknya.

"Kangen banget," ucap pria itu dan kembali mengecup pipi Dita. Tasya langsung pergi melihat semua adegan itu.

Dita memutar kepalanya, melihat siapa orang itu. "Mas Rendra, aku kira ...." Dita menjeda ucapannya.

"Kamu kira aku siapa?" tanya Rendra.

"Nggak ada. Kenapa Mas udah pulang. Udah selesai urusannya?" tanya Dita mengalihkan pembicaraan.

"Kamu nggak senang, kalau aku cepat pulang?"

"Senang, Mas. Cuma heran aja. Katanya seminggu. Ini baru tiga hari."

"Aku kangen kamu!" ucap Rendra lagi. Pria itu duduk di samping Dita dan memeluk tubuh wanita itu erat. Rendra tidak peduli tetangga atau siapa pun yang lewat melihat ke arahnya.

...****************...