Belum kering luka hatinya setelah kehilangan kedua orangtuanya dalam waktu berdekatan, Baby Aurora, seorang gadis remaja berusia 19tahun harus dihadapkan pada perjodohan dengan pria yang sama sekali tidak disukainya.
Galak, kasar dan pemarah, itulah sosok Damar Bimasakti di mata Baby.
Sedangkan dalam pandangan Damar, Baby hanyalah barang mentah di mana ia akan keracunan jika memakannya.
Akankah dua karakter yang bagai air dan minyak ini menyatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JPB 26
Bunda Yasmin terlonjak mendengar suara teriakan Baby dari lantai atas. Wanita itu sedang menebak dalam pikirannya tentang apa yang terjadi antara Damar dan Baby.
“Baby kenapa? Diapakan sama Damar sampai berteriak begitu?” gumamnya.
Ia beranjak membuka pintu kamar. Suara gaduh semakin terdengar jelas dari sana. Tetapi Bunda Yasmin tidak lantas menuju lantai atas. Ia memilih tidak ikut campur dengan urusan pasangan suami istri itu.
Menghela napas, sang bunda masuk kembali ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. “Damar sudah dewasa, dia tahu apa yang terbaik.”
Sementara itu di lantai atas, Baby bersandar di dinding dalam keadaan gemetar ketakutan. Ia baru saja mendorong Damar yang mencoba membuka jubah mandi yang membalut tubuhnya.
“Bambang, sini kamu!” ucap Damar setengah berteriak.
“Nggak mau!” Baby menggeser kaki selangkah demi selangkah menjauh dari Damar yang semakin maju mendekati. Sambil berusaha membenarkan jubahnya yang sudah setengah terbuka yang nyaris menampakkan belahan dadanya.
“Menolak suami itu dosa, kamu ngerti nggak sih.”
“Nggak ngerti!” jawabnya dengan cepat.
Semakin kesal dibuatnya, Damar mempercepat langkahnya, menarik tubuh Baby dan menghempasnya hingga terjerembab ke atas tempat tidur. Baby meraih benda apapun yang berada di sekitarnya dan melemparkan ke arah Damar. Bantal kepala, bantal guling, dan selimut sudah teronggok di lantai. Tidak ada lagi benda yang dapat digunakan sebagai senjata untuk melindungi dirinya.
Damar menerkam tubuh Baby dan tak memberinya ruang untuk bergerak. Semakin ia memberontak untuk melepaskan diri, semakin erat pula Damar mencengkramnya.
Keringat dingin sudah membasahi tubuhnya, ada air mata yang tertahan di sana.
“Tolong lepasin, Mas!” lirih Baby seraya memukul-mukul dada Damar dengan tenaga yang tersisa.
Detik itu juga Damar menangkup kedua sisi wajah Baby dan tanpa peduli apapun menyatukan bibir mereka. Kelopak mata Baby mengerjap ketika merasakan bibir Damar bermain di bibirnya.
Agak memaksa, namun tidak kasar. Ada sebuah rasa yang begitu sulit ia pahami. Ini adalah ciuman pertama yang diambil paksa. Mungkin sebentar lagi segel perawan juga akan disobek paksa oleh Damar.
“Bunda tolong ... Mas Damar jahat!” teriak Baby dengan cepat ketika berhasil membebaskan bibirnya dari tawanan suaminya.
“Jangan teriak! Kamu nggak malu teriakan kamu didengar tetangga?”
Mulut Baby terbuka untuk meraup udara demi mengumpulkan tenaga dan berteriak lagi, namun segera dibungkam dengan ciuman oleh Damar.
Kini Baby sudah kehilangan banyak energi. Batinnya berteriak dan meraung memohon pertolongan dari semesta.
Ayah, ibu, Bunda, tolong!
Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain meremas kain seprai sekuat tenaga. Seluruh keberanian dan tenaganya seperti tercabut dari tubuhnya. Damar bahkan tidak memberinya celah untuk bernapas.
Tiba-tiba ....
Tok Tok Tok! Suara ketukan pintu yang cukup keras membuat ciuman paksa itu terhenti.
“Damar, buka pintunya. Baby kamu apakan sampai berteriak begitu?” desak Bunda Yasmin dari balik pintu.
Mendengus kesal, Damar melotot tajam menatap makhluk lemah yang berada dalam kungkungannya. Ia berdiri dengan tidak relanya, kemudian beranjak menuju pintu. Sementara Baby membenarkan jubah mandi dan meringkuk di sudut ruangan.
“Damar ada apa ini?” bentak Bunda Yasmin sesaat setelah pintu terbuka. Pandangannya menyapu seisi kamar. Cukup berantakan layaknya telah terjadi gempa berkekuatan 9,9 SR.
“Anu, Bun ... Si Bambang teriak-teriak.”
“Namanya Baby, Damar!” seru Bunda Yasmin. “Kamu ini nggak ada lembut-lembutnya sama istrimu. Kamu apakan Baby sampai teriak-teriak begitu?”
Damar tidak menjawab. Hal itu membuat Bunda Yasmin menarik napas panjang seraya melirik Baby yang sedang bersandar di sudut dinding. “Kamu ini manusia, Damar, bukan kucing yang kalau mau 'itu' ribut dulu.”
"Kok malah disamain sama kucing Bun?"
"Karena kelakuan kamu kayak kucing garong." Ia bersungut-sungut memarahi Damar, lalu berjalan mendekat dan memeluk menantunya
“Ya Allah, sampai gemetaran begini. Kamu benar-benar keterlaluan, Mar!”
“Tapi aku belum apa-apain, Bun.”
“Kalau kamu apa-apain bisa pingsan dia!” seru Bunda Yasmin membungkam Damar. Ia membantu Baby berdiri dan mengusap keringat yang bercucuran di kening.
“Takut Bunda, Mas Damar jahat,” ucap Baby terbata-bata menahan rasa takut.
“Sudah, Nak ... Jangan nangis lagi. Tidurnya di kamar bunda saja ya.”
Baby mengangguk.
“Tapi, Bunda—” Damar mencoba untuk protes, namun membungkam begitu mendapat pelototan mata.
“Kamu kalau mau anu seharusnya bisa bujuk pelan-pelan, rayu yang baik. Bukan membuat istri kamu ketakutan seperti ini,” ujarnya. “Malam ini Baby tidur sama bunda.”
🌼🌼🌼