NovelToon NovelToon
Tawanan Hati Sang Presdir

Tawanan Hati Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Office Romance
Popularitas:14.6k
Nilai: 5
Nama Author: Marthin Liem

Cindy, seorang karyawan yang tiga kali membuat kesalahan fatal di mata Jason, bosnya, sampai ia dipecat secara tidak hormat. Namun, malam itu, nasib buruk menghampiri ketika ia dijebak oleh saudara sepupunya sendiri di sebuah club dan dijual kepada seorang mucikari. Beruntung, Jason muncul tepat waktu untuk menyelamatkan. Namun, itu hanya awal dari petualangan yang lebih menegangkan.
Cindy kini menjadi tawanan pria yang telah membayarnya dengan harga yang sangat tinggi, tanpa ia tahu siapa sosok di balik image seorang pengusaha sukes dan terkenal itu.
Jason memiliki sisi gelap yang membuat semua orang tunduk padanya, siapa ia sebenarnya?
Bagaimana nasib Cindy saat berada di tangan Jason?
penasaran?
ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chilling Night

Cindy membenamkan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal, udara daerah pegunungan itu semakin menusuk kulit, hingga tidak menyalakan AC, karena biasanya jika di Jakarta, Jason selalu tidur dalam keadaan AC yang menyala.

"Jangan tidur dulu dong," goda Jason sambil mencoba membuka selimut Cindy.

"Diam!" Gadis itu menegur Jason, menolak tindakan iseng pria itu, lalu kembali meringkuk dalam selimut.

Sementara itu, Jason, yang tengah gundah, meraih sebotol wine dari dalam ransel untuk menghangatkan tubuh. Ia meneguk sedikit, sementara Cindy sudah larut ke alam mimpinya.

"Hmm... Akunya malah dianggurin," keluh Jason, merasa sedikit kesal. Ia memutuskan untuk keluar dari kamar, meninggalkan Cindy sendirian.

"Aku akan memberi perhitungan pada si Willy. Katanya itu obat paling bagus, tapi nyatanya mana?" Jason yang dongkol hendak menemui sahabatnya, ia melangkah menuju kamar yang ditempati oleh Willy. Namun, pintu berlatar cokelat itu sudah tertutup rapat, membuat Jason berusaha membukanya.

"Yah, malah dikunci." Jason akhirnya menggedor pintu. "Will?" serunya, namun sayup terdengar suara rintihan dan desahan dari dalam kamar.

Ia semakin mendekatkan telinganya ke pintu, terpaku meresapi suara-suara dari dalam kamar.

"Aww... Pelan Om!" terdengar teriakan kecil seorang gadis yang meringis sedikit.

"Iya, ini juga pelan kok, tahan sedikit ya. Sudah mau masuk semua nih," balas Willy dalam percakapan tersebut.

Jason yang kesal memukul pintu tersebut, tetapi tampaknya Willy dan seseorang di dalam kamar tidak memperdulikan suara yang mengganggu.

Jason terus mendengarkan de sahan- de sahan itu, darahnya naik dan berdesir, keinginan untuk merengkuh keintiman bersama Cindy malam itu gagal.

Emosinya semakin memuncak, ia memutuskan untuk duduk di sofa tengah, menyalakan rokok, dan menyesapnya perlahan, menikmati sensasi menenangkan saat asap nikotin berputar-putar di mulutnya sebelum dilepaskan perlahan-lahan, begitu seterusnya.

"Hai," sapa seseorang dari pinggir, membuat Jason melirik ke arahnya.

Ia mengamati wajah manis wanita itu, tetapi ada sedikit kebingungan.

"Hmm ya hai," Jason membalas sambil mengapit rokok di sela-sela jarinya.

"Boleh saya duduk di sini?" tanya wanita itu tersenyum lembut, wajahnya terlihat pucat dan rambutnya sedikit basah.

"Boleh, silahkan." Jason mengangguk, merasa sedikit tidak tega.

Aroma bunga kantil menyergap saat wanita itu duduk di sebelah Jason.

"Wangi parfumnya kok horor, sih?" gumam Jason agak terganggu dengan wangi tubuh wanita tersebut.

Wajah wanita itu memang manis, tapi tidak sesuai dengan tipe Jason.

Wanita itu memiliki rambut hitam panjang hingga pinggang, alis tebal yang teratur, sepasang mata bulat yang indah, kulit kuning langsat, dan postur tinggi semampai. Ia mengenakan gaun tipis berwarna merah muda tanpa lengan.

Meskipun mungkin di luar sana banyak orang yang menganggapnya cantik, Jason lebih menyukai wanita yang memiliki wajah imut, dan tubuh mungil seperti Cindy.

Jason menoleh ke arah wanita itu. "Kamu tinggal di mana? Kok saya baru lihat kamu," tanyanya, mencoba menunjukkan rasa ingin tahu tanpa menatap langsung.

"Sa-saya tinggal di belakang," jawab wanita itu, bibirnya gemetar.

"Maksudmu, di paviliun?" Jason bertanya lagi, tetapi wanita itu hanya diam, gemeretak di antara giginya semakin terdengar jelas.

Jason merasa kasihan. "Sepertinya di kedinginan sekali," batinnya. Lalu, lengan wanita itu menyentuh pergelangan tangan Jason, membuatnya kaget.

"Gila! Ini tangan udah kaya es batu," gumamnya.

"Tuan, saya kedinginan," bisik wanita itu.

"Tunggu sebentar!" Jason beranjak untuk mengambil secangkir air hangat, lalu kembali ke ruang tengah.

"Ini, supaya badanmu lebih hangat," ucap Jason sambil menyerahkan secangkir air panas, dan wanita jtu meraih cangkir tersebut dengan hati-hati.

"Terima kasih, Tuan," ucap wanita tersebut lirih, sambil menggenggam cangkir itu dengan erat.

"Ya, sama-sama," jawab Jason sambil mengangguk. Saat hendak kembali ke kamar, langkahnya terhenti oleh suara wanita tersebut.

"Tuan mau kemana?" tanya wanita itu.

"Saya mau tidur," jawab Jason, merasa tak nyaman dengan situasi saat ini.

"Tuan, bisa tolong antarkan saya?" pintanya. Jason yang merasa tidak tega pun mengangguk.

"Ya, kamu mau kemana?" tanya Jason dengan lembut.

"Antar saya ke belakang, saya takut. Saya butuh teman, saya selalu sendirian di sana," terangnya, mengundang rasa iba pada Jason.

"Sendirian? Bukannya di villa ini ada Bu Dewi, Pak Usep, dan putri mereka, siapa namanya? Kalau gak salah Nao... Naomi ya?" Jason mencoba mengingat-ingat kembali.

Wanita itu menggeleng dan terisak, suara tangisannya amat memilukan, membuat hati teriris bagi siapa pun yang mendengarnya.

"Tidak, saya sendirian, Tuan. Saya butuh teman," ujar wanita tersebut di antara isak tangisnya.

Jason mengernyitkan kening, merasa agak aneh dengan ucapan wanita itu. "Baik, saya akan antar kamu ke belakang, dasar perempuan!" umpatnya kesal.

Wanita itu mulai berjalan terlebih dahulu, sementara Jason mengikuti dari belakang. Langkahnya terlihat kaku, membuat Jason merasa semakin jengkel.

"Bisa tidak kalau jalan lebih cepat lagi!" protesnya, namun wanita itu hanya menoleh sejenak dengan tatapan yang sama kaku. Sorot matanya menusuk tajam, dan Jason bisa melihat lingkar kelopak mata yang menghitam.

"Kayanya kamu kurang tidur ya?" cetus Jason, mencoba mencari tahu penyebab kekakuan wanita itu.

Wanita itu tidak membalas, tetapi terus fokus menatap lurus ke depan sambil mengayunkan kakinya dengan santai. Jason, meski merasa dongkol, tetap mengikutinya, sampai langkah kaki mereka terhenti di tepi kolam renang di belakang perkebunan.

Villa ini memiliki dua kolam renang berukuran besar. Kolam utama di depan disiapkan untuk tamu yang menyewa, sehingga selalu dijaga kebersihannya oleh Pak Usep atau Bu Dewi.

Namun, tidak demikian dengan kolam renang yang terbengkalai di belakang. Airnya berwarna hitam karena tergenang air hujan, dan banyak tanaman liar serta lumut yang tumbuh subur di sekitarnya. Pemandangan itu cukup mengerikan, tapi Jason tidak terpengaruh.

"Kenapa kamu membawa saya ke sini? Apa kamu pikir saya akan tergoda olehmu?" tanya Jason, mencoba mencari tahu alasan wanita itu. Namun, wanita itu tidak menjawab. Ia malah duduk di tepi kolam sambil menggerak-gerakan kedua kakinya dan bersenandung lirih.

"Eh, kamu kok aneh banget," gerutu Jason, merasa curiga bahwa wanita itu mungkin mengidap gangguan mental.

Wanita itu kembali menoleh ke arah Jason, separuh wajahnya tertutup oleh rambutnya yang panjang. Matanya yang sebelumnya sayu, kini membeliak tajam, sementara mulutnya menyeringai menyeramkan.

Jason merasa sedang ditakuti, tapi ia tidak gentar sama sekali. Ia merasa ini bukan hal yang seharusnya ditakuti.

"Eh, kamu mau mencoba menakut-nakuti saya? Kamu pikir saya akan takut?" tantang Jason, mencoba mempertahankan keberaniannya.

Tiba-tiba, wanita itu merangkak mendekati Jason, hendak memburunya. Dengan cepat, ia mencengkram kedua pergelangan kaki pria tersebut, berupaya menyeretnya ke arah kolam. Pria itu kehilangan keseimbangan dan mencoba untuk tidak terjatuh.

"Apa yang akan kamu lakukan, wanita gila?" teriak Jason, merasa sulit untuk bergerak karena wanita itu berusaha menyeretnya ke dalam kolam.

Meskipun dikenal sebagai sosok yang kuat, hebat, dan tangguh, Jason merasa kehilangan kekuatannya.

"Saya butuh teman, temani saya yuk!" desak wanita misterius itu sambil menarik kedua kaki Jason ke dalam kolam. Pria itu pun terus berjuang keras untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman wanita tersebut.

"Tidak! Lepaskan saya!" Teriak Jason, kedua tangannya mencengkram erat kedua pegangan kolam, berusaha keras untuk tidak terjatuh.

Tubuh wanita itu sudah setengah tenggelam, tetapi ia tetap menarik kedua pergelangan kaki Jason tanpa ampun.

"Lepaskan kaki saya!" teriak Jason, kehilangan keseimbangan dan hampir terbenam ke dalam kolam yang gelap dan menakutkan itu.

Cindy, yang melihat Jason berteriak-teriak di sisinya, segera mencoba membangunkannya. "Hei, kamu kenapa?" Ia menepuk pelan tubuh pria tersebut.

Tiba-tiba, Jason membuka kedua mata, menyadari bahwa peristiwa yang baru saja terjadi hanya mimpi. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

"Astaga, aku bermimpi," bisik Jason, masih terguncang oleh mimpi yang terasa begitu nyata. Cindy, yang masih setengah terpejam, terpaku menatap wajah Jason yang penuh keringat.

"Kamu pasti baru saja bermimpi buruk, ya kan?" tanya Cindy, mencoba menenangkan Jason.

Pria itu mengangguk pelan, berusaha untuk menetralisir perasaan tak enak yang masih terasa di pikirannya. Mimpi itu terasa begitu nyata sehingga meninggalkan kesan yang dalam pada dirinya.

Cindy tiba-tiba menertawakan Jason yang masih terengah-engah, mencoba menguasai dirinya sendiri.

"Ternyata orang seperti kamu bisa mimpi buruk juga," ejeknya dengan nada menggoda, sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Jason masih terengah-engah, mencoba meredakan kecemasannya. "Ah, tidak! Kenapa wajah wanita itu tergambar begitu jelas di otakku," gumamnya penuh keheranan dan kebingungan.

Ia yang selama ini selalu menepis hal-hal yang bersifat tahayul, kini merasa terkejut oleh pengalaman pribadinya yang begitu kuat dan nyata.

"Aku tidak boleh takut, itu hanya mimpi. Ya, hanya mimpi," ucap Jason pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan diri. Ia kembali berbaring di sisi Cindy yang kembali terlelap, berharap bisa melanjutkan tidurnya.

Namun, ia merasakan kekeringan di tenggorokannya, sementara Cindy sudah terlelap tanpa menyadari apa pun.

Jason keluar dari kamar untuk mengambil air mineral, menyadari bahwa botolnya sudah kosong dan harus mengisi ulang sendiri.

Saat melangkah keluar, ia mendengar dentingan suara gelas yang dimainkan menggunakan sendok, menciptakan irama yang tidak beraturan.

"Ah, siapa yang malam-malam begini memainkan gelas? Kurang kerjaan banget sih!" gerutu Jason, mencoba mencari tahu asal muasal suara tersebut.

Ia melangkah lebih jauh dan terkejut saat melihat Cindy berada di dapur, sedang asyik memainkan gelas. Gadis itu terlihat sangat fokus.

Jason mengucek kedua matanya untuk memastikan, jika gadis yang menghadap belakang itu benar-benar Cindy.

"Sayang," serunya, dan gadis itu pun menoleh dengan senyuman yang aneh, membuatnya merasa tidak nyaman.

"Kalau Cindy berada di dapur, yang di kamar itu siapa?" Jason merasa kebingungan, tapi tanpa ingin tahu lebih lanjut, ia memutuskan untuk kembali ke kamar dan melupakan rasa hausnya.

Saat membuka pintu, keterkejutan tak kunjung usai ketika ia melihat Cindy sedang tidur di pelukan seorang pria.

Amarah memuncak, ia pun mendekati mereka dengan langkah yang berat.

Namun, terkejutnya ketika melihat bahwa pria itu ternyata adalah dirinya sendiri. Jason refleks berteriak, merasa tidak percaya atas apa yang dilihatnya.

Sampai Jason kembali terbangun, ternyata ia masih bermimpi. Nafasnya tersendat, dan teriakannya membuat Cindy juga ikut terbangun.

"Ah, ini tidak beres!" Jason melirik ke arah Cindy di sebelahnya.

"Kenapa sih? Tidur lagi ah, ini masih pukul 2 pagi," tanya Cindy saat menatap jam dengan kantuk yang masih terasa.

"Kita harus pulang!" ajak Jason, wajahnya tampak panik.

"Pulang? Kamu jangan ngaco!" Cindy yang masih mengantuk seakan tak setuju atas usul Jason.

"Aku merasa di villa ini ada yang tidak beres. Ayo kita kembali ke Jakarta sekarang juga, malam ini juga, detik ini juga!" Pria itu mempertegas ucapannya dan tampak sangat serius.

"Tapi--" Cindy mencoba menyela, namun langsung dihentikan oleh Jason.

"Tidak ada tapi, cepat kemasi barang-barangmu!" desaknya, seakan tidak bisa ditawar.

Setelah berkemas, Jason menuntun lengan Cindy, dan mereka mulai menggedor kamar kawan-kawannya, dimulai dari kamar Willy.

"Oi, Will, cepat bangun!" teriak Jason dengan keras, membuat pria itu terpaksa membuka pintu dalam keadaan setengah telanjang. Jason berpikir jika Willy mungkin baru saja berhubungan dengan seorang gadis, seperti yang ada dalam mimpi buruknya.

"Kita balik sekarang juga!" desak Jason tampak serius, meskipun Willy terlihat agak keberatan. Namun, setelah beberapa upaya, Jason berhasil membujuknya agar setuju.

Setelah semua berkemas dan bersiap, Jason, Cindy dan Willy menuju kamar Johan yang bersama istri dan anaknya.

Kebetulan, Johan sudah bersiap-siap untuk pulang.

"Eh, kalian, padahal aku baru saja mau membangunkan kalian," kata Johan, sementara Ayu tengah memangku putri mereka.

"Ada yang tidak beres di sini," bisik Jason, dan Johan mengangguk paham.

"Ya, aku pun berpikir demikian," balas Johan.

"Kita akan bahas lebih lanjut setelah kembali ke Jakarta," lanjut Jason, hingga mereka semua sepakat dan bersiap-siap untuk berangkat bersama-sama.

Saat mereka berada di halaman depan, Pak Usep, Bu Dewi, dan Naomi berdiri di sana dengan sikap yang kaku.

"Kalian mau kemana?" tanya Pak Usep, suaranya terdengar datar.

"Kami mau pulang," jawab Johan saat akan ke mobil mereka.

"Tidak bisa, bukankah kalian menyewa villa ini untuk satu minggu?" goda Bu Dewi dengan senyum aneh yang terlihat menyeramkan.

"Tidak, Bu, kami ingin pulang sekarang saja karena ada urusan mendadak," jawab Jason berpura-pura.

"Urusan mendadak atau memang sudah tahu?" sindir Naomi dengan nada tajam, ucapan itu membuat Jason dan kawan-kawannya merinding.

...

Bersambung...

1
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
Kim Jong Unch: Makasih ya kak
total 1 replies
Arista Itaacep22
lanjut thor
Kim Jong Unch
Semangat
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
Arista Itaacep22
seru thor cerita ny, tapi sayang baru sedikit sudah habis aja
Kim Jong Unch: Makasih, sudah mampir kak. ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!