Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Halaman Kedua
POV Author
"I-bu! Ikuti Mama Rose ya, I-bu." Dengan sabar Rose mengajari Kavi berbicara.
"Bu." Kavi kecil belajar mengikuti apa yang Rose ajarkan.
"Bagus, pintar anaknya Ibu Runi. Kalau makin pintar, Mama Rose akan belikan buah apel untuk Kavi ya!" Rose mengusap kepala Kavi dengan penuh kasih.
Rose menaruh Kavi lagi di kursinya lalu melayani pembeli yang datang. Rose benar-benar membantu Seruni menjaga anaknya selama ia bekerja. Kavi ditaruh di kursi bayi tepat di samping Rose yang melayani pembeli di toko listrik miliknya. Keluarga Rose tak ada yang keberatan Seruni menitipkan anaknya, mereka kasihan dengan hidup Seruni yang malang dan mau membantu sedikit dengan menjaga Kavi.
Beruntung Kavi seakan mengerti kalau Ibu Runi-nya tersayang harus bekerja keras untuk menghidupinya. Ia tak rewel dan tidak menyusahkan selama dititip dengan Rose.
"Terima kasih, Rose. Kamu sudah banyak membantuku," kata Runi dalam bahasa isyarat.
Banyak bergaul dengan Runi membuat Rose sedikit banyak mengerti tentang bahasa isyarat. Runi yang mengajarkannya. "Iya, Runi. Kavi sudah kuanggap anakku sendiri. Ia anak yang penurut dan baik, aku suka ditemani Kavi selama menjaga toko. Seperti ada asisten pribadi walau asistenku bicaranya belum lancar." Rose tertawa kecil sambil mencium pipi Kavi dengan gemas.
"Aku tak enak terus meminta pertolonganmu."*
"It's oke. Aku ikhlas membantumu. Ayo, kita ke taman. Kita jajan!" ajak Rose.
Runi menganggukkan kepalanya. Runi merasa beruntung bisa mengenal Rose. Rose selalu menemani Runi bahkan Rose belum mau menikah karena takut berpisah dari Runi dan Kavi.
*
*
*
10 Tahun Kemudian
Kavi tumbuh menjadi anak laki-laki baik, sopan dan banyak yang menyukai. Bagi Kavi, Runi adalah dunianya, begitupun sebaliknya. Bagi Runi, Kavi adalah hidupnya.
"Ibu!"
"Ibu!"
"Ibu!"
Suara Kavi saat memanggil Ibu pada Runi, amat Runi suka. Semua seakan menghapus ketakutan Runi selama ini, takut anaknya akan memiliki kekurangan seperti dirinya. Nyatanya Kavi tumbuh menjadi anak yang sehat, pintar dan normal.
Runi membuka lebar kedua tangannya, membiarkan Kavi menghambur ke pelukannya dan memeluknya dengan erat. Sebuah ciuman sayang ditujukan ke pipi Runi yang halus meski tak memakai skincare, hanya sesekali memakai masker jus bengkuang alami.
"Bu, gantungan kuncinya habis hari ini. Semua teman-teman Kavi suka. Kita buat lagi yang banyak ya! Mereka juga suka gelang dan bando. Kita harus buat yang banyak ya, Bu! Biar kita punya banyak uang untuk membeli rumah!" ujar Kavi kecil dengan penuh semangat.
Untuk menambah uang jajan dan pemasukan, Kavi menjual gantungan kunci dan berbagai kerajinan tangan buatan Runi dan dirinya di sekolah. Hasilnya lumayan. Banyak teman-teman Kavi yang suka.
Runi mengacungkan jempolnya sambil tersenyum. Runi memperagakan gerakan menyuap makanan pada Kavi.
"Iya. Kavi mau makan. Ibu suapi ya!" Kavi begitu manja pada Runi. Mereka saling menyayangi dan melengkapi.
Runi mengangukkan kepalanya. Dengan penuh kasih ia menyuapi Kavi agar makan dengan lahap. Kavi akan bercerita tentang pelajaran dan teman-teman di sekolahnya, membuat Runi jadi teringat dengan Avian yang juga selalu bercerita tentang kehidupannya di kampus setiap hari. Krisan merah muda menjadi saksi betapa dekatnya mereka dulu.
"Bu! Ibu kok melamun?" tanya Kavi membuat Runi tersadar dari lamunannya.
Runi menatap Kavi dengan tatapan sedih. Ia memaksakan senyum di wajahnya meski masih terasa sakit di dada setiap mengenang Avian, lelaki yang sudah mengenalkan kebahagiaan lain dalam hidupnya sekaligus memberi luka yang tak pernah bisa dihapus.
Runi menyuapi Kavi lagi dan berjanji tak akan mengingat Avian. Ia harus melupakan laki-laki yang bahkan tak peduli padanya.
Sehabis menyuapi Kavi, biasanya Runi akan kembali lagi ke tempat kerjanya untuk menyetrika pakaian yang sudah kering. Kavi biasanya ikut Runi bekerja namun hari ini ia memilih untuk di rumah saja. Ia akan membuat berbagai kerajinan karena banyak pesanan yang masuk.
Runi kini menggunakan sepeda untuk bekerja. Lumayan menghemat waktu dan tenaga. Runi menggembok sepedanya di depan ruko milik Rose yang kini sudah lebih besar. Ia masuk dan menyapa Rose dengan menepuk bahunya pelan.
"Hei, pembawa hokiku!" Rose selalu mengatakan kalau Runi adalah pembawa hoki dalam keluarganya. Semenjak kenal dan sering menolong Runi, usaha keluarganya maju pesat. Adik Rose yang membantu Runi melahirkan bahkan bisa membuka cabang di tempat lain. Itulah mengapa keluarga Rose selalu menganggap Runi bak dewi pembawa keberuntungan dan memperlakukan Runi dengan amat baik.
Runi tersenyum kecil. Ia menaruh rantang berisi semur tahu dan telur buatannya. Mata Rose berbinar dibawakan makanan oleh Runi. "Asyik! Pas banget nih aku belum makan siang. Anak gantengku sudah pulang sekolah belum? Kok dia tidak ikut sih?"
Runi menganggukkan kepalanya. Runi membuka telapak tangannya lalu membuat gerakan seolah tangan satu lagi sedang menulis.
"Ish ... jangan belajar terus! Kavi hobby sekali belajar, mirip siapa sih?" ucap Rose.
"Mirip Avian," batin Runi.
"Besok, ajak dia ke sini ya! Aku mau ajak dia jajan di SD depan. Kalau ada Kavi, aku tak perlu malu antri jajanan bersama anak-anak SD," kata Rose sambil tersenyum.
Runi tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Runi tak bisa berlama-lama mengobrol dengan Rose, ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Masih ada satu rumah lagi yang harus ia setrika bajunya. Runi pun pamit untuk bekerja.
Selesai menyetrika baju di rumah Rose, Runi kini pergi ke tetangga sebelah ruko Rose. Pelanggan baru Runi. Baru saja tiba, Runi sudah kena omel.
"Kok baju saya ada bekas setrikanya sih? Memangnya kamu tidak atur suhunya dulu sebelum menyetrikanya? Baju mahal nih! Kamu bisa kerja tidak sih?" omel pelangan baru Runi.
Runi menundukkan wajahnya. "Maaf."* Runi menunjukkan betapa menyesalnya ia. Runi menuliskan di kertas lalu memberikan pada pelanggannya. "Saya janji akan lebih teliti lagi. Sekali lagi saya minta maaf."
"Ah, sudahlah. Saya maafkan tapi jangan sampai terulang lagi ya! Sebenarnya saya mau pakai jasa laundry saja tapi Bu Rose yang merekomendasikan temannya, saya jadi tidak enak menolaknya. Jangan mempermalukan Bu Rose ya. Dia sudah membuka rejeki buat kamu loh!" kata pelanggan baru Runi dengan pedas.
Runi hanya bisa mengangguk pelan.
*
*
*
Biasanya, masalah dalam hidup kalau datang suka keroyokan alias ngajak teman masalah yang lain. Baru saja kemarin kena omel oleh pelanggan jasa cuci setrikanya, hari ini Runi dibuat panik dengan Kavi yang pulang sambil menangis.
"Huaaaaaaa!" Kavi menangis terisak membuat Runi yang sedang memasak harus mematikan kompor miliknya.
Runi menghampiri Kavi dan bertanya apa yang membuatnya menangis. "Huaaaa ... Ibu ...."
Runi semakin khawatir. Selama ini Kavi anak yang tegar dan jarang nangis. Runi memeriksa tubuh Kavi, takut anaknya terluka namun tubuh Kavi baik-baik saja, tak ada luka sama sekali.
Runi memegang kedua bahu Kavi yang naik turun karena menangis lalu menatapnya lekat.
"Ibu ... aku tak mau sekolah lagi! Aku mau berhenti sekolah huaaaa!" Tangisan Kavi semakin kencang.
"Kenapa?"*
"Kata teman-temanku ... aku anak haram! Aku tak punya Bapak. Apa benar aku anak haram? Kenapa aku bisa jadi anak haram, Bu? Huaaaa," isak Kavi.
****
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.