Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 restoran
"Ba-baik, mohon Tuan tunggu sebentar."
Pelayan bernama Lili itu memutuskan untuk menuruti apa yang dikatakan rayan. Dalam hati, ia berjanji akan langsung melaporkan pada pemilik restoran jika pemuda itu tidak mampu membayar.
Sambil menunggu pesanan, rayan melihat ke dalam cincin penyimpanannya. Di sana terdapat tumpukan koin emas dan perak dari zaman kuno, juga tumpukan kristal energi yang tersimpan rapi dalam sebuah peti di dalamnya.
'Guru, kamu sungguh telah mempersiapkan semua ini untukku?'
Rayan tidak tahu apakah tumpukan koin perak itu masih berlaku di zaman sekarang, tetapi alasan mengapa ia berani memesan semua makanan yang ada di restoran adalah karena ia memiliki begitu banyak koin emas di dalam cincinnya. Sudah pasti, koin emas itu masih bisa digunakan untuk membayar.
"Apakah kamu mendengarnya? Baru saja pria gelandangan itu memesan semua makanan yang tersedia di restoran ini," bisik seorang gadis pada temannya, sambil memandangi rayan penuh penghinaan.
"Ya, aku pikir aku salah dengar, tapi sepertinya memang benar," jawab temannya. Mereka duduk tak jauh dari tempat rayan berada.
"Apakah menurutmu pria itu mampu membayar?" kata gadis itu lagi pada temannya.
"Tidak mungkin! Lihat saja pakaian yang ia kenakan. Aku bahkan lupa kalau ada pakaian seperti itu dipakai oleh seseorang. Aku rasa pemuda itu orang bodoh. Aku tidak mengerti kenapa satpam restoran membiarkan orang semacam itu masuk," jawabnya.
Bisikan demi bisikan terdengar jelas di telinga rayan yang tajam, namun ia tidak terlalu mempedulikannya. Selama mereka tidak bersikap keterlaluan, ia hanya akan menganggap mereka semua adalah orang-orang buta yang suka menilai seseorang dari luarnya saja.
'Ckckck, sepertinya orang-orang di kota ini selalu memandang rendah seseorang melalui pakaiannya?' pikir rayan.
Ia memang hanya mengenakan celana panjang dan kaos biasa yang terlihat lusuh, tetapi itu hanya di mata mereka yang tak memiliki penglihatan yang bagus. Sebab, pakaian yang rayan kenakan tidak sesederhana kelihatannya. Terdapat artefak transparan, pemberian dari sang guru, yang melekat dan menyesuaikan dengan pakaiannya. Sebuah artefak yang mampu menahan senjata setinggi kelas dewa.
'Aku tidak tahu apakah di zaman modern ini ada senjata yang bisa merusak pertahanan artefak yang aku kenakan ini?' pikir rayan.
"Permisi, Tuan. Saya membawakan semua makanan yang Anda pesan."
Sang pelayan, Lili, akhirnya datang dibantu oleh empat pelayan lain. Mereka membawa semua pesanan yang dipesan rayan sebelumnya. Keempat pelayan itu saling memandang saat melihat siapa yang memesan begitu banyak makanan.
"Lili, apakah kamu yakin dia yang memesan?" tanya seorang pelayan senior yang berusia sekitar 25 tahunan pada Lili.
Lili hanya bisa menganggukkan kepalanya tak berdaya. Ia hanya berharap tidak akan terkena masalah di hari pertamanya bekerja. Sebenarnya ia sudah meragukan pemuda itu, tetapi karena sikap profesionalnya sebagai pelayan, ia tetap berusaha melayani rayan dengan baik. Jika pemuda itu tak mampu membayar, Lili hanya perlu menjelaskan pada manajer agar pemuda itulah yang nantinya disalahkan.
"Lili, bukankah aku sudah mengajarimu untuk tidak sembarangan melayani pelanggan?!" Pelayan senior itu tampak geram pada gadis berusia 19 tahun tersebut. Tetapi, mau bagaimana lagi, semua pesanan sudah mereka bawa dan harus segera disajikan.
"Ma-maaf, Kak," Lili menundukkan kepalanya, tak tahu harus berkata apa.
"Jadi kamu yang memesan semua makanan ini?" ujar sang pelayan senior setelah menaruh semua makanan di atas meja rayan yang kini penuh sesak.
"Ada apa? Apakah ada masalah?" ucap rayan acuh.
"Kamu! Apakah kamu tahu berapa harga semua makanan yang kamu pesan ini? Kamu pemuda gelandangan, berani sekali memesan semua menu di restoran ini! Apakah kamu pikir bisa membayarnya?" Pelayan senior itu meneriaki rayan dengan marah. Jika semua makanan itu tidak dibayar, maka mereka selaku pelayan akan terkena imbasnya untuk mengganti semua kerugian restoran.
"Apakah menurutmu aku tidak bisa membayarnya?" rayan berujar sambil menatap pelayan itu.
"Memang! Memangnya kamu sanggup membayar semuanya? Jangan sampai kami harus mengganti kerugian semua pesanan ini!" ucap pelayan itu.
"Ya, kamu seharusnya tahu diri jika ingin memesan makanan! Apakah kamu tahu berapa total semua makanan yang kamu pesan ini? Semuanya sekitar tiga juta lima ratus ribu rupiah! Katakan, bagaimana kamu akan membayarnya?" Pelayan lainnya ikut menimpali, sehingga membuat perhatian para pengunjung pun berpusat pada mereka.
"Aku tidak berharap para pelayan di restoran ini memiliki pelayanan yang sangat buruk," kata rayan tenang.
"Lupakan tentang bagaimana aku membayar semua makanan ini. Panggil saja bos kalian, dan biarkan aku mencicipi semua makanan ini, apakah memang sesuai dengan harganya atau tidak." Ucap rayan mulai mengambil salah satu makanan berupa steak daging sapi yang cukup membuatnya penasaran dengan rasanya.
"Kamu...!" Para pelayan itu tak dapat berkata-kata lagi. Mereka ingin sekali menarik pemuda itu keluar, tetapi itu hanya akan membuat mereka terkena masalah karena akan menimbulkan kegaduhan.
"Kak, biarkan saja dia makan terlebih dahulu. Mungkin memang dia memiliki sedikit uang untuk membayarnya," meskipun ia sendiri tidak yakin pemuda itu sanggup membayar, Lili selaku orang pertama yang melayani hanya bisa berharap rayan memiliki uang agar dirinya tidak akan terkena masalah di hari pertama kali bekerja.
"Huh! Kalau begitu, kamu panggil Tuan Manajer kemari dan beri tahu apa yang terjadi," ujar pelayan senior pada Lili.
"Kamu tunggu saja, jangan sampai kamu benar-benar tak bisa membayar," ucap pelayan senior itu pada rayan.
"Sepertinya pemuda itu benar-benar bodoh. Bahkan, meskipun dia dapat membayar semuanya, bukankah dia begitu gila memesan semua menu di restoran ini? Bagaimana dia akan menghabiskan semuanya?" ucap salah satu pelanggan dengan tatapan penuh minat terhadap makanan yang tersaji di depan rayan.
"Aku rasa dia akan menderita jika benar tak bisa membayarnya," timpal yang lainnya. Restoran ini adalah milik keluarga Kusuma. Siapapun yang berani mengacau tidak akan bernasib baik.
"Terserah kalian saja," ucap rayan, mulai memasukkan steak daging itu ke dalam mulutnya.
Pelayan senior itu hanya bisa mendengus diam, ia menunggu sang manajer datang dan memberi pemuda gelandangan ini pelajaran.
"Lumayan,"
Merasa rasanya cukup enak, rayan yang sudah merasa lapar pun mulai menyantap semua porsi makanan itu dengan cepat.
"Sialan... Siapa orang bodoh yang berani memesan semua menu di restoranku dan tidak mampu membayar?"
Tepat ketika rayan sedang menikmati semua makanan itu, seorang pria berperut buncit datang dengan pelayan Lili di belakangnya.
"Tu-tuan Manajer, dia—dialah orangnya! Dia bahkan menyuruhmu untuk dipanggil!" ucap sang pelayan senior.
Manajer itu langsung memandangi sosok pemuda yang sedang makan. Memang terlihat semua menu di restorannya telah tersaji di hadapan pemuda itu.
"Bocah, katakan padaku siapa namamu?" Dengan tatapan menyipit, pria berperut buncit itu bertanya.