Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Telpon dari teman maudy
"Gadis ini..."
Rayan telah masuk kembali setelah beberapa saat menikmati udara malam di luar. Namun, ia terkejut melihat Maudy tengah tertidur menopangkan wajahnya di atas meja.
Rayan menggelengkan kepalanya melihat gadis itu tampak tertidur pulas. Mau tidak mau, rayan pun mengangkat tubuh gadis itu secara perlahan dan membawanya ke dalam kamar.
KEESOKAN PAGINYA
Maudy membuka matanya karena mendengar nada dering panggilan dari ponsel miliknya.
"Siapa sih yang menghubungiku pagi-pagi begini?" lirih Maudy dengan kesadaran belum pulih.
["Halo, siapa?" tanya Maudy setelah menerima panggilan tanpa melihat siapa yang memanggil.
["Apanya yang siapa? Apakah kamu menghapus nomor ponselku dari ponselmu?" timpal seorang wanita di seberang sana.
["Ha-Hana, apakah itu kamu?" Mendengar suara tak asing di telinganya, Maudy langsung berseru.
["Hmph, tentu saja ini aku. Beberapa hari lalu kamu mengirim pesan padaku mengatakan kamu mengganti nomor ponsel. Tetapi, beberapa hari lalu aku sedang berada di pedalaman dan susah sekali sinyal di sana, jadi aku baru sempat membuka pesan darimu setelah aku kembali," kata wanita di seberang sana. Maudy terdiam beberapa saat. Memang setelah ia melarikan diri dari rumah, ia mengganti nomor ponselnya terlebih dahulu dan mengirim pesan pada Hana. Awalnya ia berniat meminta bantuan kepada Hana, namun mengingat Hana sudah terlalu banyak membantunya, Maudy mengurungkan niatnya untuk meminta bantuan pada gadis itu.
["Maudy, ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Apakah kamu mengalami suatu masalah?" tanya Hana karena Maudy tampak terdiam. Ia sebenarnya baru saja membuka grup angkatan sekolahnya dan terkejut melihat sebuah postingan di sana.
["Ti-tidak apa-apa, aku-aku baru saja bangun tidur," jawab Maudy sedikit gugup.
["Maudy, jangan berbohong padaku. Aku cukup tahu sifatmu karena kita cukup lama saling mengenal. Aku tahu kamu memiliki masalah serius. Jadi, cepat katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi denganmu?" Hana ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Maudy.
["Hana, aku...?" Maudy tidak tahu harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak pada satu-satunya teman dekatnya itu. Namun, perkataan Hana selanjutnya membuat ia langsung berseru.
["Maudy, apakah kamu yakin tidak ingin bercerita padaku? Aku baru saja membuka grup angkatan sekolah dan melihat fotomu diposting di sana dengan caption: 'ORANG HILANG BERHADIAH 20 JUTA RUPIAH BAGI SIAPAPUN YANG MENEMUKANNYA, HARAP MENGHUBUNGI NO...*******"
["Ap-apa? Si-siapa yang memposting seperti itu? Hana, apa kamu tidak asal bicara?" seru Maudy.
["Tentu saja. Bagaimana mungkin aku asal bicara? Lagipula kamu juga tidak mungkin tiba-tiba mengganti nomor ponselmu, bukan? Maudy, cerita saja padaku apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin saja aku bisa membantu untuk menyelesaikan masalahmu."
Meski Hana tidak tahu masalah apa yang menimpa sahabatnya itu, tetapi ia pasti akan membantu jika memang ia bisa membantu.
["Hana, bisakah kamu membantuku?" Setelah beberapa saat terdiam, Maudy memutuskan untuk menceritakan semua tentang masalah yang ia hadapi pada sahabatnya itu.
["Tentu saja, Maudy, aku akan selalu membantumu. Jadi, katakan saja di mana kamu sekarang. Aku akan menghampirimu dan kamu ceritakan semuanya padaku secara langsung."
Hana tahu pasti akan ada beberapa orang, terutama teman sekolahnya, yang akan mencari keberadaan Maudy untuk mendapatkan hadiah. Jadi, ia harus memastikan Maudy berada di tempat aman sampai ia tahu masalah apa yang sebenarnya ditanggung oleh gadis itu.
["Hana, sebenarnya aku memang mengalami masalah yang membuat aku terpaksa harus pergi dari rumah. Aku juga tidak tahu siapa orang yang begitu tega memposting fotoku di grup angkatan sekolah, tap-tapi bisakah kamu membantuku untuk masalah postingan di grup itu?" lirih Maudy. Ia sudah bisa membayangkan akan menjadi bahan lelucon bagi orang-orang dari angkatan kelasnya nanti.
["Maudy, kamu jangan khawatir, aku pasti akan menyuruh seseorang untuk menghapus postingan itu, hanya saja mungkin sedikit terlambat karena sudah banyak orang yang melihat."
["Tidak apa-apa. Terima kasih Hana, aku akan mengirimkan alamat di mana aku sekarang."
Dengan sedikit ragu, Maudy lalu mengirimkan alamat rumah rayan kepada Hana.
Setelah berbincang beberapa saat, Maudy menutup teleponnya dan betapa terkejutnya ia saat mendapati jam di layar ponselnya sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
"Astaga, aku... Kenapa aku begitu bodoh? Apa yang akan dipikirkan pemuda itu nanti tentangku? Aku bangun kesiangan lagi. Akhhh... Maudy, bagaimana kamu akan bertemu dengannya?"
Maudy merasa malu sendiri. Ia tidak tahu bahwa semalam telah ketiduran di tempat makan, dan rayan terpaksa membawa gadis itu ke kamarnya.
"Sebaiknya aku segera keluar sekarang, semoga saja pemuda itu tidak ada di dalam rumah," lirih Maudy. Ia belum siap bertemu dengan pemilik rumah itu, karena di hari kedua ia menginap di rumah ini, dirinya selalu bangun siang.
DI RUMAH SAKIT SEJAHTERA
"Kak Sherly, akhirnya kamu datang juga!"
Baru saja Sherly hendak berjalan ke arah di mana resepsionis berada, suara Shela membuat ia langsung menoleh ke arahnya.
"Shela, di mana kamar rawat Amel? Aku lupa menanyakannya padamu semalam," ucap Sherly pada gadis itu.
"Aku tahu, makanya aku sengaja menunggu Kak Sher datang. Tapi aku belum memberitahu Kak Amel tentang kedatanganmu hari ini," ujar Shela.
"Itu bagus. Ayo antar aku ke kamarnya," ucap Sherly. Ia juga ingin menanyakan kenapa sahabatnya itu tidak mengabarinya jika mengalami kecelakaan, pikirnya.
Di sebuah ruang VIP nomor satu, Amelia tengah terbaring dengan wajah penuh tekanan karena sudah merasa tidak nyaman terus berdiam diri di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun.
"Kak, aku datang bersama Kak Sherly," suara Shela sembari membuka pintu rumah sakit membuat perhatian Amelia mengarah ke arah pintu.
"Shela, kenapa kamu datang? Bukankah seharusnya kamu pergi ke sekolah?" ucap Amelia pada adik sepupunya itu. Kemudian perhatiannya tertuju pada sosok yang mengikuti Shela.
"Kak, bagaimana bisa aku pergi ke sekolah dengan keadaanmu seperti ini? Kamu pasti akan merasa kesepian jika tidak aku temani. Lagipula, aku bukan orang yang suka belajar menghabiskan waktu hanya untuk membaca," jawab Shela dengan wajah mengeluh.
Amelia hanya bisa menghela napas pasrah. Ia sudah terbiasa mendengar keluhan gadis itu jika disuruh pergi ke sekolah.
"Mel..." lirih Sherly sembari berjalan ke arah ranjang di mana Amelia terbaring.
"Sher, dari mana kamu tahu aku berada di sini?" Amelia merasa ia belum mengabari sahabatnya itu.
"Hmph... Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu tidak memberitahuku jika kamu mengalami kecelakaan? Apakah kamu sudah tidak menganggapku sebagai teman dekat? Tahukah kamu betapa khawatirnya aku saat Shela memberitahuku apa yang terjadi denganmu?"
Dengan raut wajah dibuat kecewa, Sherly memandangi Amelia sembari memperhatikan keadaan fisik gadis itu.
"Sherly, maaf... Sebenarnya aku ingin mengabarimu, tetapi aku tidak diperbolehkan bahkan hanya sekadar memegang ponsel oleh dokter," ucap Amel dengan raut wajah bersalah.
"Lupakan, aku memaafkanmu kali ini! Jadi bagaimana keadaanmu sekarang? Kenapa kamu bisa seperti ini? Bisakah kamu menceritakannya dari awal?"
Meski sebelumnya Shela sudah bercerita padanya, tetapi Shela hanya bercerita secara singkat. Jadi Sherly ingin mendengar secara langsung dari Amel.
"Ini...?" Amel melirik sekilas pada Shela. Mendapati gadis itu tidak merespon, akhirnya Amel pun mulai menceritakan semuanya dari awal hingga akhir.
Beralih ke Tempat di mana rayan Berada
Setelah menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan Maudy, rayan kembali memasuki kamarnya.
Karena tidak ada kegiatan yang harus ia lakukan untuk sementara waktu ini, rayan pun memutuskan untuk mempelajari isi kitab kuno warisan dari sang guru.
Sebuah kitab berwarna hitam pekat langsung muncul di hadapan rayan setelah ia keluarkan dari dalam cincin penyimpanannya.
Lalu rayan mulai membuka halaman pertama, dan langsung terlihat deretan aksara berwarna emas serta gambar seseorang yang tampak sedang memperagakan sebuah jurus yang bernama:
JURUS MENELAN NAGA
Sebuah jurus yang bisa mengeluarkan energi naga yang bisa menghancurkan gunung hanya dengan satu kali pukulan saja. Hanya saja untuk mempelajari jurus ini, seseorang harus mencapai tingkat Kehampaan. Karena energi untuk menggunakan jurus itu cukup besar, dan di tingkat Kehampaan pertama hanya bisa menggunakan jurus itu sebanyak satu kali saja.
Rayan perlahan membaca setiap keterangan yang tertera dari jurus itu. Awalnya ia agak senang saat syarat untuk mempelajari jurus itu harus berada di tingkat Kehampaan, karena kebetulan ia baru saja menerobos ke tingkat itu. Namun, yang membuat ekspresi wajah rayan berubah, saat mengetahui kalau di tingkat Kehampaan pertama, seseorang hanya bisa menggunakan jurus itu sebanyak satu kali.
"Apa-apaan..." lirih rayan. Ia menjadi penasaran memangnya sekuat apa Jurus Menelan Naga itu.
Kemudian rayan membuka lembaran berikutnya, lalu seterusnya... Hingga tak terasa hari sudah mulai siang, dan rayan memutuskan untuk keluar dari kamarnya.