Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 20 Kebenaran
“Maaf agak lama,” ucapnya Rara sambil menyimpan beberapa kotak kue dan gorengan ke dalam jok belakang.
Rara menautkan kedua alisnya melihat Bara yang tak bergeming sedikitpun mendengar perkataannya.
“Apa yang terjadi kepadanya? Apa jangan-jangan karena aku terlalu lama yah jadi murung begitu?” gumam Rara yang menebak kemungkinan itu bisa terjadi.
Rara duduk kemudian memasang seat beltnya. Ia ikut terdiam sambil memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan oleh Bara yang hanya bola matanya yang bergerak pertanda ada yang dipikirkannya. Ia malah ikut melamun seperti yang saat ini suaminya lakukan.
“Ya Allah, aku ingin bahagia bersama suamiku dan pernikahan aku saat ini. Andaikan bisa aku tidak ingin pria yang merenggut kesucianku dan mengakibatkan aku hamil kembali kalau perlu jangan biarkan dia muncul dalam kehidupanku ya Allah,” batinnya Rara.
“Ya Allah, apakah aku bisa menjalani kehidupan pernikahanku dengan baik seperti layaknya kehidupan rumah tangga kedua abangku, jika misalkan perempuan yang pernah aku rudapaksa muncul dan meminta pertanggungjawabanku? Apa aku jalanin saja dua-duanya ataukah terpaksa aku menceraikan Rara seperti perjanjian kami dari awal,” Bara membatin.
Suara klakson sebuah mobil dari arah belakang membuat lamunan Bara dan Rara buyar seketika itu juga.
Tubuhnya tersentak saking terkejutnya mendengar suara klakson mobil dari arah belakangnya.
“Astaghfirullah aladzim, kenapami! Nggak bisakah bersabar sedikit,” Bara malah mendumel kesal dengan ulah supir tersebut.
“Sabar,” ucapnya Rara yang mengusap dadanya karena ikut terkaget mendengarnya klakson mobil yang cukup nyaring bunyinya.
Bara kemudian gegas melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda karena mampir ke sebuah toko bakery untuk membeli buah tangan untuk kedua orang tuanya.
Dalam perjalanan terjadi keheningan, keduanya banyak diam tanpa ada yang berniat untuk membuka percakapan diantara mereka berdua.
Rara dan Bara sama-sama sibuk dengan pemikirannya yang melanglang buana terbang entah kemana.
“Apakah aku termasuk suami yang maruk dan rakus kalau aku mau jalani dua-duanya? Aku nggak mungkin menceraikan Rara karena jujur saja selama aku mengenalnya di sekolah dialah perempuan yang mampu membuatku melupakan rasa sakitnya pengkhianatan yang dilakukan oleh Keiza dan mengobati rasa bersalahku kepada perempuan berinisial AZ itu,” monolognya Bara sambil fokus mengendarai mobilnya.
Mobil yang dikendarai oleh Bara berjalan sudah seperti mobil odong-odong karena sesekali melamun.
“Ya Allah, maafkan Mama Nak kalau Mama harus egois yang tidak berharap agar ayah biologismu mengetahui keberadaanmu. Kalau perlu sampai mama mati, nggak usah pria itu muncul di dalam kehidupan kita,” Rara ikut membatin.
Bara membuang nafasnya dengan kasar dan kembali fokus melajukan mobilnya menuju ke arah rumah kedua orang tuanya.
Mereka akhirnya sampai di dalam garasi rumah berlantai dua yang cukup besar itu. Kedatangan mereka disambut hangat oleh kedua kakak iparnya dan keempat keponakannya Bara.
“Assalamualaikum,” ucapnya Rara sambil cipika-cipiki dengan Masitha.
“Waalaikum salam, selamat datang di rumahnya ibu mertua,” ucap Fatimah.
“Manten barunya kayaknya habis shopping rupanya,” seru Aminah.
Rara terkejut melihat penyambutan mereka atas kehadirannya yang sudah mirip dengan penyambutan tamu agung saja.
Rara tersenyum mendengarnya, ia kemudian meraih punggung tangan kedua mertuanya secara bergantian kemudian diciumnya penuh takzim. Dia juga cipika-cipiki dengan ketiga kakak iparnya yang begitu baik meluangkan waktu untuk menyambut kedatangannya.
“Selamat datang Nak, semoga kamu betah mendengar celotehan dari istriku,” ucap Pak Nugraha sambil memeluk tubuhnya Bu Ratu.
“Haha, Mas Nugraha bisa saja. Jangan di dengarkan dan dimasukan ke dalam hati ocehannya suamiku ini,” Bu Ratu menepuk dada bidang suaminya yang masih gagah diusianya yang hampir 60 tahun itu.
“Dek Azzahrah, kamu harus kuat-kuat melihat kebucinannya pasangan tua-tua itu. Mereka itu kayak bersikap layaknya pengantin baru padahal pengantin lama,” candanya Bisma.
“Maklum masa mudanya mereka habiskan dengan bekerja dan merawat anak-anaknya jadi baru kelihatan bucinnya,” celetuk Bagaskara anak pertama dari empat bersaudara itu.
“Memang kebanyakan orang tua seperti itu Mas, kayak kamu nggak gitu saja padahal kalian para lelaki senasib dan sepenanggungan,” timpalnya Aminah yang bercanda mendengar perkataan dari suami dan adik iparnya.
“Mereka kayak dunia milik berdua kami anak-anaknya hanya ngontrak,” timpalnya Baruna.
“Kakak ipar, papa Mama kami itu capek seharian keliling kota Makassar apa kalian tega melihat kami pengantin baru harus berdiri terus bisa-bisa malam pengantin kami gagal lagi karena kelelahan,” guraunya Bara.
Semua orang tertawa terbahak-bahak mendengarnya, Rara malah semakin tersipu malu-malu dibuatnya.
“Masya Allah, kalian berempat menantunya Maam sama saja kalau datang berkunjung ke rumah pasti selalu bawa makanan. Nggak perlu repot-repot segala Nak. Kalian datang melihat mama dan membawa cucunya Mama sudah buat Mama sangat bahagia,” imbuhnya Bu Ratu.
“Kami ingin transfer uang tapi Mama menolak jadi kami hanya bisa beliin kue apa adanya saja,” timpalnya Fatimah yang bekerja sebagai seorang dokter umum sedangkan Bagaskara adalah seorang polisi.
Aminah bekerja di catatan sipil dan suaminya Bagas bekerja di kantor gubernur Sulawesi Selatan. Baruna di pengadilan agama dan Masitha mantan pramugari beralih profesi sebagai pemilik butik. Fatimah seorang dokter umum dan suaminya Bisma adalah seorang komandan. Bara dan Rara sama-sama seorang guru tenaga pendidik.
Rara merasa sangat rendah dibanding dengan ketiga kakak iparnya yang memiliki pekerjaan yang bagus sedangkan dia hanyalah guru honorer, tapi yang tidak dimiliki oleh Fatimah, Masitha dan Aminah adalah Azzahra menantu pilihannya Bu Ratu dan tidak mempermasalahkan kehidupan masa lalunya Rara.
Satu persatu keponakannya mengecup punggung tangannya Rara sebagai rasa sayang dan hormatnya mereka.
“Aunty Rara lebih cantik lagi tanpa make-up,” pujinya Kirana.
“Tante Rara cantik banget bikin pangling, mau pake makeup ataupun tidak nggak ngaruh tetap cantik cetar membahana,” pujinya Mairah.
“Kalian bisa saja mujinya, padahal Mama kalian lebih cantik loh daripada Tante,” ujarnya Rara merendah.
Semua orang berjalan ke arah dalam rumah, Rara dan Bara duduk berdampingan dan selalu ditatap oleh Bu Ratu.
Kedekatannya terlihat akrab, alami tanpa dibuat-buat ataupun direkayasa sehingga membuat Bu Ratu bahagia melihatnya.
“Alhamdulillah, saya tidak salah menjodohkan mereka berdua. Semoga pernikahan kalian bahagia selalu dan jadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Apapun yang terjadi kedepannya kalian harus selalu saling menjaga dan mengasihi satu sama lain,” batinnya Bu Ratu.
Mereka menyantap makan malam bersama malam itu yang sedikit terlambat karena menunggu kedatangan pengantin baru tersebut.
Setelah makan bersama, mereka bersantai di ruang tengah sambil menikmati makanan ringan dan beberapa snack teman ngeteh dan ngopi mereka malam itu.
Para perempuan berkumpul bersama dan para lelaki pun sama berbincang-bincang dengan berbagai macam pembahasan dan tema yang mereka bahas malam itu. Hingga pertanyaan Bisma dan Bagas membuat Bara salah tingkah.
“Bar, apa kamu dengan Rara deposit duluan?” Tanyanya pelan-pelan Bisma karena tidak ingin Rara mendengarnya dan tersinggung dengan ucapannya.
“Kami perhatikan istrimu kayaknya sudah isi, Dek. Ngomong-ngomong sudah berapa bulan?” tanyanya Baruna.
“Kamu kuat juga Dek karena Rara langsung hamidun,” Bagas terkekeh.
Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,” ya Allah, mereka bisa mengetahuinya kalau Rara sedang hamil. Aku kirain mereka nggak perhatikan.”
“Kamu nggak perlu malu, Abang juga gitu dulu sama Mbakmu hanya saja Aminah istrinya Abang nggak sampai hamil tapi berulangkali kami melakukannya,” ngaku Bisma.
“Abang juga gitu cuman kami main aman jadi nggak jebol karena pake pengaman,” jujur Bagas.
“Hahaha! Kalian buka kartu masing-masing atau berbagi pengalaman nih,” sarkas Baruna.
“Kayak kamu nggak gitu,” ejek Bisma sambil melempar kulit kacang tanah.
Bara sampai geleng-geleng kepala mendengar kejujuran ketiga kakaknya itu dan tidak menyangka jika mereka pemain handal dan lebih hebat.
Untungnya pak Nugraha sudah pergi ke dalam kamarnya sehingga pembahasan mereka tidak ketahuan oleh orang lain.
“Nggak apa-apa sih menurut Kami yang paling penting jangan pernah coba-coba untuk berselingkuh walaupun hanya tipis-tipis, kami bertiga menjujung tinggi kesetiaan,” imbuhnya Bagas.
“Lewat chatingan dengan perempuan lain itu sudah termasuk selingkuh tipis-tipis, kami memang nakal pada jamannya tapi itu dulu dan setia nggak pernah selingkuh. Semoga kamu setia dengan pasanganmu Dek,” nasehatnya Bisma.
“Insha Allah, aku nggak akan pernah selingkuh dan kandungannya istriku sudah tiga bulan. Kami sudah lama saling kenal sebelum mengetahui kalau kami dijodohkan dan juga kebetulan kami satu sekolah,” jelas Bara yang hampir semua ucapannya adalah kebohongan belaka demi nama baik Rara.
Perbincangan mereka berakhir ketika satu persatu pamit pulang ke rumah masing-masing. Rara dan Bara sudah di dalam kamar mereka saat ini.
Bara sudah mandi dan berganti pakaian, ia memilih celana kain dan baju kaos oblong seperti gaya berpakaiannya selama ini selalu tampil rapi dan bersih dalam pakaian model apapun.
Dia mengurungkan niatnya untuk menghubungi nomor ponselnya Ela ketika teringat dengan perkataan nasehat dari kedua abangnya.
“Sebaiknya, aku melupakan Ela dari mulai sekarang. Memang kami menikah bukan karena cinta tapi setidaknya aku harus menghormati pernikahan kami,” monolog Bara.
Bara hendak mengambil laptopnya, tapi dibuat kaget melihat Rara yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.
Bara sampai melototkan matanya mulutnya menganga lebar membulat sempurna.
“Masya Allah, istrinya Bara Yudha Nugraha cantik kali malam ini,” pujinya tanpa diduga Bara mengatakan hal itu.
Rara sampai tidak berani berjalan malah berdiri mematung di depan pintu kamar mandi.
Ia hendak masuk ke dalam kamar mandi karena terlalu canggung dan malu dalam keadaan seperti saat ini.
Bara buru-buru berjalan ke arah Rara kemudian mencekal pergelangan tangannya Rara.
“Azzahra Elara Sofia Usman kamu mau kemana?” Tanyanya Bara yang sudah melingkarkan tangannya ke pinggangnya Rara.
“A-ku anu itu mau ganti baju Mas, kayaknya aku jelek pakai baju kayak gini,” cicitnya Rara yang tertunduk sambil memainkan kedua tangannya karena tidak percaya diri dengan penampilannya.
Bara menghirup aroma wangi shampo yang bercampur dengan wangi parfumnya sehingga semakin membuat Bara kelimpungan menahan gejolak has*ratnya.
Tiba-tiba ada yang tegak tapi bukan keadilan, ada yang berdiri tapi bukan tiang listrik, ada yang bangkit dan mengeras dibawah sana hingga membuat celana yang dipakainya terasa sesak.
“Apakah kamu sudah siap menunaikan ibadah bersama istriku? Apakah aku boleh meminta hakku malam ini?” Tanyanya dengan suara parau sembari memainkan helaian rambutnya Rara yang masih sedikit basah.
Sekujur tubuhnya Rara meremang, tiba-tiba tubuhnya tremor seketika, bulu kuduknya serasa berdiri karena sentuhan tangannya Bara diatas permukaan kulitnya.
Rara berusaha untuk menekan rasa trauma yang tiba-tiba merasuki jiwa dan raganya. Ia kemudian mengangguk lemah dan setuju melakukannya keinginan suaminya.
“Ya Allah, ijinkan aku memenuhi kewajibanku sebagai seorang istri,” gumamnya Rara yang berjuang keras melawan penyakit psikisnya.
Bara mengecup tengkuk lehernya Rara yang nampak putih dan bersih, tubuhnya Rara semakin menegang hingga malam kelam itu kembali terlintas di kepalanya dan sekelebat bayangan itu menghantuinya.
“Ahhh! Tidak!” teriak lantang Rara reflek Rara mendorong tubuhnya Bara.
Air matanya semakin mengalir deras membasahi wajahnya, ia sudah berjuang keras menahan rasa trauma itu tapi dia tak sanggup melakukannya.
Rara spontan menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya,” Tolong… jangan lakukan itu kepadaku. Aku bukan Keiza kekasihmu. Aku bukan Keiza tunanganmu!”
Deg deg jantungnya Bara sontak berdebar kencang mendengar teriakan histeris dari Rara istrinya. Tubuhnya mundur beberapa langkah saking terkejutnya.
Semabuk apapun malam kelam itu, dia masih sanggup mengingat apa yang diucapkannya, ketika memperkaos wanita yang tidak dikenalnya yang terjadi badai hujan yang tidak lain adalah istrinya sendiri yang saat ini berada di depannya menangis ketakutan.
“Astaghfirullah aladzim, ini tidak mungkin” cicitnya Bara.
Tubuhnya terhuyung ke belakang saking terkejutnya mengetahui kebenaran yang tak terduga sama sekali.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!