Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aneh
Langit kota Kertakarta masih terlihat abu-abu meski jarum jam sudah menunjukan 08.32. Mobil kecil warna ungu muda milik Aluna berjalan pelan, bersiap berbelok masuk ke halaman rumah besar.
Tin!
Tin!
Aluna mekan klakson mobilnya saat ia sudah berhenti di depan pagar. Seorang pria paruh baya berseragam putih hitam keluar dari posnya, mendorong dengan senyum ramah yang tersungging.
"Selamat pagi Pak Slamet!" sapa Aluna dengan riang.
"Selamat pagi Non Aluna," jawab pria berkumis tebal itu dengan setengah membungkuk.
Aluna pun memasukan mobil setelah gerbang rumah besar itu terbuka sempurna. Gadis yang memakai kemeja warna pink pucat itu turun lalu berjalan ke arah pintu, tanpa diketuk pintu besar berwarna putih terbuka. Seorang wanita paruh baya tersenyum mempersilakan Aluna masuk.
"Non Willona sedang sarapan Non," ujar sang wanita itu sebelum Aluna bertanya.
"Oke, makasih Bi wati."
"Sama-sama Non."
Aluna berjalan kearah meja makan. Dia menghela nafas panjang meilhat willona yang sedang menikmati nasi goreng sambil melihat televisi.
"Ona!" teriak Aluna kesal.
Willona menoleh, ia tersenyum dengan mulut yang penuh dengan nasi. Aluna berjalan mendekat dengan langkah yang ia hentak kesal. Gadis itu lalu mengenyakan bokongnya dengan kasar di kursi yang ada di samping Willona.
Jari Willona membentuk huruf V tanda damai. Aluna mendesah pelan sambil memutar matanya jengah. Bisa-bisanya Willona menikmati sarapan dengan santai ditemani chibi maruko-chan, setelah dia membuat Aluna kalangan kabut panik. Aluna bahkan sampai kebut-kebutan agar bisa cepat sampai.
"Hehee, maafin Ona. Tadi gue beneran panik, gue kira udah jam 10 ternyata yang di angka 10 jarum yang panjang bukan yang pendek," ucap Willona setelah menelan nasi goreng di mulutnya.
"Maaf-maaf, gue udah panik setengah hidup. Takut lo telat, eh lo malah enak-enakan liat tv sambil makan," ketus Aluna sambil melipat tangannya di dada, ujung matanya melirik sinis pada Willona yang masih sibuk memakan nasi goreng sosis favoritnya.
"Mau makan nasi goreng nggak, Spesial banget lho. Pagi ini Papa yang masak lho." Willona mendekatkan piringnya ke hidung Aluna, membuat indra penciuman gadis itu penuh dengan aroma harum yang memabukan, membuat cacing di usus Aluna berdendang.
"Ck, lo pikir gue bakal mau maafin karena nasi goreng buatan Om Ryan," sarkas Aluna dengan wajah datar, berbeda dengan wajahnya tangan Aluna justru membalik piring kosong lalu menyendok nasi goreng dengan cukup banyak.
Willona terkekeh melihat Aluna yang mulai menyantap nasi goreng spesial buatan sang Papa.
"Lo kenapa nggak bareng Wiliam aja sih?" Tanya Aluna di sela kunyahannya.
"Boro-boro bareng, dadi subuh dia udah ilang entah kemana," sahut Willona dengan kesal.
"Kemana emang? tumben si Willi bisa bangun pagi?" cerca Aluna dengan mulai mengunyah nasi goreng yang sangat legendaris itu.
"Nggak tau ..." Willona mengangkat bahu, tatapannya masih luruh ke arah layar televisi yang menayangkan anime favoritnya.
Sikap William akhir-akhir ini memang sedikit berbeda, sangat sibuk dan jarang bergabung bersama Willona dan Aluna. Awalnya Willona masih mengira jika William sibuk dengan tugas, tapi tingkah William yang semakin aneh dengan pergi subuh pulang malem udah kayak bang toyib membuat Willona curiga. Apa mungkin William lagi ngilmu? tapi ngilmu apa? jaran goyang atau jaran kayang? Ah sudahlah, pasrah saja biar Tuhan Yang menjaga Wiliam.
"Lo kenapa tiba-tiba bengong?"
Willona terjingkat kaget saat Aluna menyenggol lengannya, membuyarkan lamunan indah tentang William yang lagi joget sama kuda.
"Lagi mikirin Gala, dia tambah ganteng tau," kilah Willona, nggak mungkin kan dia kasih tahu apa yang sedang berputar diotaknya.
Aluna memutar matanya jengah mendengar nama Galaksa lagi. Jujur Aluna sangat muak dengan pria.
"Lo mending cepetan move on deh, cowok kayak dia tuh nggak pantes lo Gamonin," tukas Aluna dengan nada tegas.
Willona menoleh, alisnya menyatu. Dengan dagu yang bertumpu pada kepalan tangan kirinya Willona menatap Aluna dengan tatapan penuh selidik.
"Kayaknya lo nggak suka banget ya sama Gala, kenapa?"
"Uhuk!" Aluna tersedak mendengar pertanyan Willona. Dengan cepat ia meraih gelas dan mengisinya dengan air dari teko.
Mata sipit Willona semakin menyipit, menatap Aluna dengan penuh curiga. Sebenarnya sudah lama Willona ingin menanyakan ini pada Aluna tapi belum sempat. Sejak masa ia masih pacaran dengan Galaksa, Aluna sudah menunjukkan rasa tidak sukanya pada Galaksa walaupun tidak sejelas sekarang.
"Ya gue nggak suka karena dia udah nyakitin lo, lo kan sahabat baik gue. Gue bakal musuhin siapa aja yang berani bikin lo sakit hati!" jawab Aluna tanpa keraguan.
"Ma acih Una~ ," ucap Willona, memeluk erat Aluna dari samping.
Aluna merasa lega Willona percaya dengan apa yang ia ucapkan. Dia tidak bohong dengan apa yang ia katakan, tapi itu hanya salah satu alasan kenapa dia tidak suka Galaksa. Aluna tidak mungkin mengatakan alasan sesungguhnya, ia takut Willona akan semakin sedih jika tahu alasan Galaksa memutusin Willona adalah dia. Aluna menutup rapat-rapat rahasia itu.
"Hem .. pagi-pagi udah main peluk-peluk aja," ucap seorang wanita yang langsung membuat kedua gadis itu menoleh.
Seorang wanita memakai kemeja warna putih dengan sok sepan selutut yang begitu sempurna membalut lekuk tubuh yang seksi, heels hitam dan kalung berlian minimalis yang menyempurnakan sungguh terlihat elegan.
"Tante laura," sapa Aluna dengan senyum merekah.
Wanita itu tersenyum lalu duduk bergabung di meja makan bersama dua anak gadisnya. Laura selalu menganggap Aluna, Luga dan jenandra seperti anak kandungnya sendiri. Mereka semua sudah dekat layaknya saudara meski tidak ada ikatan darah.
"Tumben Luna pagi-pagi udah di sini?" tanya Laura lembut.
"Nih anak tante minta jemput," jawab Aluna menujukkan wajah kesalnya.
"Bukannya Ona masuk kelas siang? kenapa jam segini udah minta jemput? kalian mau jalan-jalan dulu? Atau mau pacar?"
Dua gadis itu reflek saling menatap. Laura menghela nafas, lalu meminum susu rendah lemak tinggi protein dan kolagen yang baru saja Bibi Wati buatkan.
"Ck, nasib jomblo ... kasian," gumam Laura yang masih jelas terdengar oleh dua anak gadisnya.
"Mama ..."
"Tante ..."
Ujar keduanya merajuk, Laura hanya mengangkat bahunya acuh. Meletakan gelas kaca yang telah kosong.
"Mama benerkan kalian jomblo," imbuhnya lagi.
Suara langkah tegap mendekat, Laura tersenyum lebar ia bangkit dari kursi lalu mengulurkan satu tanganya ke arah sang suami. Dengan senang hati Ryan menyambut tangan Laura menarik lembut tangan itu agar melingkar di lengan kekarnya.
"Kita berangkat sekarang, Sayang?" tanya Ryan dengan lembut.
Laura menggeleng dengan wajah yang ia buat semanja mungkin.
"Kiss dulu." Laura mendekatkan pipinya.
Ryan terkekeh lalu mencium pipi sang istri dengan gemas.
"Lihat deh Pa, kasian banget ya yang nggak punya pacar nggak bisa minta kiss."
Ryan menoleh kemana mata sang istri menatap.
"Oh, ada Aluna rupanya. Kamu juga jomblo seperti Ona, Lun?"
Aluna mencebikkan bibir dan mengangguk paksa, sementara Willona sudah manyun dengan tangan terlipat kesal.
"Kalau begitu, coba liat sini. Ona juga, sini liat Papa."
Kedua gadis itu pun menatap Ryan walau dengan wajah tidak suka. Mata mereka melebar saat Ryan mencium lagi, kali ini kedua pipi dan kening laura pun tak luput dari bibir tebalnya.
"Ck...Ck .. kasian."
Ryan dan Laura tertawa puas melihat wajah kedua gadis itu yang semakin masam.
"Orang tua lo agak aneh ya?" gumam Aluna yang masih menatap punggung Laura dan Ryan.
"Orang tua lo juga sama," sahut Willona yang di sambut helaan nafas panjang oleh Aluna.
Beginilah kira-kira hidup di keluarga yang orang tuanya bucin sampe ke tulang sumsum. Setelah drama telenovel itu Aluna dan Willona memutuskan untuk berangkat ke kampus. Tanpa tahu ada drama yang lebih besar yang menunggu mereka.
Alu
ini Ayah evan dtg disaat yg tepat nih buat luna
coba aja dari kmren² kaya gini kan enak adem ayem,, gk harus pke otot dan emosi klo ngomong biar gk setres 😁,,, moga aja stelah ini Luna mau maafin Cakra 😇