Shi Hao, seorang pemuda biasa di dunia modern yang mati tanpa meninggalkan jejak, terlahir kembali sebagai bayi dari keluarga bangsawan kelas satu di dunia kultivasi. Kelahirannya mengguncang langit naga dan phoenix muncul, menandai takdir besar yang bahkan para dewa tak inginkan.
Dari seorang anak licik, lucu, dan cerdas, Shi Hao tumbuh dalam dunia penuh sekte, klan kuno, monster, dan pengkhianatan. Setiap langkahnya membawa kekacauan: ia mencuri pil, menghancurkan jenius lain, menertawakan musuh, dan mengalahkan ancaman yang jauh lebih kuat dari dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 10
Matahari terbit menyinari Kota Awan Putih yang porak-poranda. Asap hitam masih mengepul dari beberapa bangunan yang terbakar sisa serangan semalam, namun sorak-sorai kemenangan perlahan mulai terdengar.
Di depan gerbang utara, kerumunan besar mengelilingi bangkai Raja Ular Api Merah.
Ular raksasa sepanjang 30 meter itu kini menjadi tontonan. Sisik merahnya yang keras yang bahkan sulit ditembus pedang baja terbaik klan kini berlubang besar di bagian kepala. Tombak besi biasa yang menancap di sana telah bengkok karena dampak benturan, menjadi bukti bisu kekuatan mengerikan si pelempar misterius.
"Siapa sebenarnya ahli misterius itu?" bisik seorang prajurit dengan nada kagum.
"Mungkinkah leluhur Klan Zhu yang sedang bertapa keluar?"
"Mustahil! Jika ada leluhur sekuat itu, Klan Zhu sudah menguasai kota ini sejak lama dan melenyapkan Klan Zhou."
Zhu Hao berdiri di samping bangkai itu, keningnya berkerut dalam. Ia sudah memeriksa tombak itu berkali-kali. Tidak ada sisa Qi yang tertinggal. Si pelempar memiliki kontrol tenaga fisik yang sangat murni, memusatkan seluruh kekuatan pada satu titik ledak tanpa membuang energi sedikit pun.
'Bahkan aku tidak bisa melakukan lemparan sesempurna ini,' batin Zhu Hao. Ia merasa kerdil. Ada naga tersembunyi di kota kecil ini, dan dia tidak tahu apakah naga itu kawan atau lawan.
Sementara itu, Shi Hao sedang duduk santai di atap paviliunnya, mengunyah apel sambil melihat ayahnya yang kebingungan dari kejauhan.
'Maaf, Ayah. Belum saatnya aku tampil. Jika dunia tahu anak sepuluh tahun membunuh monster Tingkat 3 dengan satu lemparan tombak karatan, aku akan diculik untuk dijadikan spesimen percobaan oleh sekte-sekte gila.'
Tiba-tiba, langit bergemuruh.
Bukan guntur, melainkan suara gesekan udara yang berat dan menekan. Cahaya matahari meredup, tertutup oleh bayangan raksasa yang melintas.
Semua orang di kota mendongak. Wajah mereka berubah pucat pasi.
Tiga buah Kapal Perang Terbang (Flying Warship) menembus awan, melayang perlahan di atas Kota Awan Putih. Ukurannya sebesar gunung kecil, memancarkan tekanan spiritual yang membuat orang biasa sesak napas dan ingin berlutut.
Kapal pertama berwarna putih bersih dengan lambang awan biru. Sekte Langit Abadi. Kapal kedua berbentuk seperti pedang raksasa yang tajam dan berkilau. Sekte Pedang Surgawi. Kapal ketiga berwarna merah darah dengan aura amis yang membuat mual. Sekte Iblis Merah.
"Sekte Besar... Mengapa mereka ada di sini?!" teriak Patriark Zhou Ba dengan kaki gemetar. Bagi klan kecil seperti mereka, Sekte Besar adalah Dewa. Satu jari dari sekte ini bisa menghapus seluruh kota dari peta.
Dari kapal Sekte Langit Abadi, suara seorang pria tua bergema ke seluruh penjuru kota menggunakan teknik transmisi suara, terdengar berwibawa namun arogan.
"Penduduk Kota Awan Putih. Hutan Pegunungan Hitam kini berada di bawah darurat militer Tiga Sekte. Reruntuhan Makam Raja Spirit telah terbuka. Siapa pun yang berani mendekat dalam radius 50 mil akan dibunuh tanpa ampun!"
Dekrit itu mutlak. Tidak ada ruang negosiasi.
Kapal-kapal itu tidak mendarat di kota. Mereka langsung melesat menuju hutan, menuju sumber cahaya ungu misterius yang muncul semalam.
Zhu Hao mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih. "Reruntuhan Makam Raja Spirit... Pantas saja monster-monster itu lari ketakutan semalam. Makam seorang ahli tingkat Nascent Soul atau lebih tinggi pasti memiliki jebakan mematikan."
Ia berbalik menghadap pasukannya. "Dengar perintahku! Tutup gerbang kota! Tidak ada yang boleh keluar menuju hutan! Kita semut di mata gajah. Jangan cari mati!"
Namun, perintah itu tidak berlaku bagi satu orang.
Malam harinya, di kamar Shi Hao.
Shi Hao sedang berdiri di depan cermin tembaga. Ia mengenakan pakaian hitam ketat yang memudahkan gerak. Di atas meja, tergeletak sebuah topeng kayu polos dengan ukiran senyum tipis yang agak menyeramkan.
"Reruntuhan itu bukan milik Raja Spirit biasa," gumam Shi Hao.
Dari aura ungu yang memancar, Shi Hao merasakan jejak Hukum Ruang yang rumit. Itu adalah tanda Pocket Dimension (Dimensi Saku) yang ditinggalkan oleh kultivator tingkat Void/Nirvana. Isinya pasti jauh lebih berharga daripada yang diduga oleh sekte-sekte bodoh itu.
"Sekte Langit Abadi... Sekte Iblis Merah... Mereka akan sibuk saling membunuh untuk memperebutkan kulit luar. Aku akan mengambil dagingnya."
Tapi Shi Hao punya masalah tubuhnya. Tubuh anak sepuluh tahun terlalu mencolok dan mudah dikenali.
"Teknik Tulang Pergeseran!"
Shi Hao memejamkan mata, mengaktifkan teknik kuno Pergeseran Tulang dan Otot.
Krak! Krek!
Suara mengerikan terdengar dari dalam tubuhnya saat tulang-tulangnya memanjang dan bergeser posisi. Bahunya melebar, tinggi badannya bertambah drastis. Wajahnya yang kekanak-kanakan berubah menjadi tirus, tegas, dan tajam.
Dalam waktu lima menit, Shi Hao telah mengubah dirinya menjadi pemuda berusia sekitar 18 tahun dengan wajah biasa-biasa saja yang dingin.
Ia mengenakan topeng kayu itu, lalu mengambil pedang besi berkarat dari gudang senjata lama yang sudah ia siapkan penyamaran sempurna sebagai Rogue Cultivator (Kultivator Liar) yang miskin namun berbahaya.
Shi Hao menatap bayangannya di cermin, lalu menyeringai di balik topeng.
"Mulai sekarang, untuk dunia luar, namaku adalah... Tian Zhu."
Shi Hao membuka jendela, menatap ke arah hutan yang kini berpendar ungu di kejauhan.
Dengan satu lompatan ringan, sosok Tian Zhu menghilang ke dalam kegelapan malam, menyelinap melewati penjagaan ketat ayahnya sendiri, menuju sarang singa di mana para ahli dari sekte besar berkumpul.