Mereka bertemu dalam tujuan masing-masing. Seperti kata temannya dalam hubungan itu tidak ada perasaan yang dipertaruhkan hanya ada profesionalitas semata.
Bersama selama tujuh bulan sebagai pasangan suami-istri palsu adalah hal yang mudah pikir mereka. Tapi apakah benar takdir akan membiarkannya begitu saja?
"Maksudku. Kita tidak mudah akur bukan? kita sering bertengkar dan tidak cocok."
"Bernarkah? tapi aku merasa sebaliknya."
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Hari Yang Berduka
Tetesan air bergema menemani rasa duka pria itu atas kepergian ibunya pagi tadi. Lama ia menatap dirinya di pantulan cermin, setelah berganti pakaian dengan warna serba hitam ia lalu membasuh wajahnya dengan air yang sudah menggenang di dalam wastafel.
Jika dilihat Baswara tampak tegar menghadapi itu semua namun sejujurnya di dalam, ia rapuh dan siap runtuh kapan saja, namun dilihatnya lagi sang kakak yang sangat terpukul mau tidak mau ia mencoba bertahan sekuat tenaga.
Orang-orang berdatangan menyampaikan bela sungkawa mereka, baik kolega bisnis keluarga ataupun teman sang ibu semua merasa kehilangan. Sekilas dipandanginya wajah sang ibu yang terbaring dalam keadaan damai, ada sisi hatinya yang lain lega karena ibunya sudah tidak merasakan sakit lagi tentu saja dia berharap ia dapat sembuh tapi takdir berkata lain.
Tepat pukul dua siang mereka memakamkan sang ibu di tempat terakhirnya berdampingan dengan makam sang ayah yang sudah pergi lebih dulu karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu.
Baswara tidak sanggup berdiri, ia berjongkok dan memandangi prosesi itu dengan hati yang kosong di sampingnya Hany tampak berusaha menyemangati pria itu dengan menepuk pelan pundaknya yang bergetar.
Sementara itu dari balik pohon tampak Kani yang diam-diam menyaksikan semuanya. Hatinya sedih, tersayat.
Ibu mertuanya orang yang sangat hangat dan berbelas kasih. Ia selalu merasa disambut olehnya dan sialnya kenangan terakhir bersamanya tidak dapat Kani miliki karena alasannya tersendiri, ayahnya.
Kani menangis tertahan dan melihat punggung Baswara yang tampak lemah tak berdaya, ia merutuki dirinya. Seharusnya dia ada di sana membantu pria itu melewati masa terberat dalam hidupnya.
"Maafkan Kani. Maaf untuk semua kebohongan yang Kani lakukan ma, terima kasih untuk semuanya." ucapnya sambil pergi berlalu dari sana.
Pikiran berkecamuk di dalam kepalanya, di perjalanan menuju tempat neneknya Kani menghidupkan ponselnya yang memang sengaja ia matikan. Ponsel berbunyi tiada henti pertanda banyak notifikasi yang masuk dan hampir semuanya dari Baswara.
Dia melakukannya demi pria itu untuk semua reputasi dan keamanannya Kani harus berkorban meskipun harus dibenci seumur hidupnya tidak jadi masalah untuknya.
Kani turun dari taksi dan berjalan denga langkah gontai. Sesampainya di penginapan Bu Dewi ia menenteng dua tas besar masuk ke dalam salah satu kamar yang ia pesan dan meletakkannya di sudut ruangan.
Besok dia akan pergi meninggalkan kota itu dan semua kenangan di dalamnya. Tidak terasa air mata jatuh lagi di pipinya sembari membaca pesan dari pria itu:
"Aku berharap kau ada di sini, aku membutuhkanmu."
***
Keesokan paginya Kani sudah bersiap akan pergi, dipandanginya lagi dirinya di cermin untuk meyakinkan dirinya bahwa itu keputusan terbaik yang ia buat. Ia pun membawa tas-tas itu menuju Lentera dan menunggu ayahnya di sana.
Kani duduk di ruang santai sambil menonton televisi sementara neneknya sedang makan di ruangan yang berbeda jadi ia hanya bisa menunggu.
Setelah 3 jam lamanya ia menunggu bersama sang nenek yang sekarang sedang mengajaknya bermain ular tangga. Kani berkali-kali mengecek jam yang ada di dinding, tidak ada tanda-tanda kehadiran pria itu.
Dia pamit sebentar dan pergi ke ruang santai bermaksud akan menelepon ayahnya. Ketika hendak menekan tombol panggilan sebuah berita di televisi mengejutkannya:
"Polisi berhasil meringkus pelaku berinisial BW berusia 57 tahun, dia melakukan pencurian yang terjadi pada hari minggu kemarin sekitar pukul 05.00 WIB, dengan korban yang menderita kerugian senilai Rp. 150 juta."
Kani terkejut melihat sosok pria yang tampak seperti ayahnya ada di dalam berita televisi itu, wajahnya disamarkan tapi dia tau jelas siapa orang itu, dan tiba-tiba perawat Tika memanggilnya, "Mbak ada orang yang mencari mbak Kani."
Kani pun bergegas keluar menemui orang yang dimaksud perawat itu dan benar saja, dua orang yang mengaku diri mereka polisi meminta ia ikut dengan mereka ke kantor polisi guna memberi keterangan terkait penangkapan sang ayah.
***
Sore hari itu Chika tergesa-gesa mendatangi kantor polisi setelah mendengat kabar langsung dari sahabatnya Kani. Dia mengedarkan pandangan mencari wanita yang ternyata sedang duduk di salah satu ruangan.
Chika memutuskan untuk menunggunya di luar. Tidak lama setelahnya Kani keluar dengan wajah lelah dan kalut Chika lalu memeluknya erat.
"Tidak apa-apa, ada aku di sini," ucap Chika sembari menepuk-nepuk punggung Kani yang mulai bergetar, temannya menangis.
"Menangislah. Keluarkan semuanya." Chika membawanya masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan tempat itu.
Mereka berdua tiba di Lentera untuk mengambil barang-barang yang Kani tinggalkan. Neneknya sudah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat sementara Kani dan Chika duduk di halaman depan, ia menceritakan semua hal yang terjadi padanya tanpa ada yang ditutupi.
"Pantas saja Baswara mencarimu seperti orang gila, tentu aku tidak menyebutkan tempat ini," ujar Chika.
"Aku tidak berani bertemu dengan dia, apalagi dengan keadaanku yang seperti sekarang," jawab Kani lirih.
"Tapi kulihat dia tulus, Kani," Chika mencoba meyakinkan.
"Aku tidak bisa kembali, Chika. Ini keputusan yang bagus untuknya," Kani menundukkan wajahnya.
Chika menghela napas panjang. "Baiklah. Ayo kita pulang."
"Kau pulang duluan saja, aku akan tidur di penginapan itu," Kani mencoba menghindar.
"Tidak, ayo kuantar sekalian ke rumah nenekmu," Chika bersikeras.
"Rumah itu bukan milik kami lagi," ucap Kani pelan.
Chika menatapnya dengan heran. "Apa maksudmu?".
"Ayah sudah menjual rumah itu pada seseorang untuk melunasi hutangnya," jawab Kani lemah.
Chika terkejut. "Astaga, dasar brengsek!" serunya geram.
"Aku tidak punya tempat tujuan lagi," Kani berkata dengan nada putus asa.
Chika terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Tunggu, aku punya apartemen kecil bekas sepupuku tinggal. Kau pernah ke sana sekali." Kani menatap Chika dengan ragu.
Chika tersenyum kecil. "Tak apa, ayo kita ke sana," ucapnya sambil menepuk pundak Kani, memberi kekuatan.
***
Di sebuah rumah besar nan mewah tidak tampak aktifitas yang ramai seperti biasanya, sore itu sangat sunyi hanya ada seorang pelayan yang tampak sedang membersihkan beberapa perbotan. Baswara sendiri terlihat sedang duduk di dalam kamar ibunya memandangi album foto keluarga mereka.
Dulu sang ayah gemar sekali memotret setiap momen kebersamaan mereka, Baswara sendiri tidak suka dengan hal itu, sementara sang kakak selalu memaksanya tersenyum tiap kali kamera diarahkan pada mereka.
Sudah beberapa hari ini Baswara tidak pernah pulang kerumahnya, dia memutuskan untuk tidur di hotel. Sejujurnya dia sangat marah karena Kani tidak pernah memberi kabar apapun bahkan tidak menelepon ketika ibunya meninggal.
Dia menunggu wanita itu berjam-jam berharap dia datang dan memeluknya, semua pesan yang dia kirimkan tidak pernah di balas, bahkan ketika ia bertanya pada Chika sahabatnya yang juga tidak tau tentang keberadaannya. Dia kecewa pada wanita itu, ia pikir hubungan mereka sudah berjalan ke arah yang baik namun sepertinya tidak.