NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16.

Lorong panjang sepi dirasakan cukup dingin oleh Luna hari itu. Perempuan manis yang selalu menata rambutnya dengan kepangan belakang terlihat memasang mimik wajah datar juga dengan pikirannya yang kosong. Dipegang erat pegangan kereta tempat dia menyimpan semua alat kerjanya, tarikan napas dalam dengan hembusan yang panjang terdengar jelas beberapa kali terdengar hingga saat wajahnya terpantul di pintu lift barulah dia merasa terkejut lalu merunduk sesaat. Dipejamkan sesaat kedua matanya dengan gelengan kepala sesaat, Luna berusaha melupakan kejadian yang baru saja dialami olehnya, kejadian yang mencabik - cabik harga diri dan sisa kehormatan yang masih ada pada diri perempuan manis itu. Disaat yang sama tanpa terasa tetesan air mata terlihat jatuh ketika dia masih merunduk dengan cepat dihapus dan kepalanya kembali tegak.

Ting...

Suara lift yang baru saja sampai dengan pintu yang langsung terbuka, wajah Luna kembali kaku namun dengan segera berubah ketika melihat sosok Dimas berada di dalam lift itu.

"Dim, maaf...," ucap Luna dengan wajah memelasnya dan kedua tangan yang tercakup di depan wajah cukup mungilnya.

Dimas tersenyum lebar sesaat dengan sedikit meringis karena masih terlihat jelas bekas pukulan Danar kemarin. Lelaki berkulit sawo matang itu menggelengkan kepala lalu meraih kedua cakupan tangan Luna dan menurunkannya.

"Bukan kamu yang salah Na, lagian harusnya aku tahu kalau Bapak Danar ada feeling sama kamu. Jadi, santai...," ucap Dimas yang pengertian dan juga tulus.

Luna yang masih merasa tidak enak hati lalu memutar tubuhnya kearah depan disaat bersamaan pintu lift terbuka dan mereka keluar secara bergantian.

"Oh ya Na, kamu pernah ada naruh sarapan pagi waktu aku kena Ospek Pak Danar nggak ya? Di gedung C sana sih...," tanya Dimas mencoba memecahkan suasana kaku hari itu.

Kerutan di dahi Luna terbentuk dengan gelengan kepala pelannya. Baru akan melanjutkan bertanya, Dimas sudah lebih dulu sampai di tempat tujuannya dan membuat Luna mengurungkan niatnya dengan membalas lambaian perpisahan dari teman satu divisinya itu.

Luna pun melanjutkan perjalanannya menuju sebuah lift khusus yang tentu saja akan membawanya sampai ke ruangan Danar.

xxxxxxxx

Suara bersin terdengar cukup intens dari kamar tidur Danar, terlihat lelaki bertubuh atletis itu sedang berkemas dengan sebuah koper besar yang sedang ditata isi dalamnya. Cukup merah hidung juga matanya, lalu disela - sela itu Danar terlihat meminum obat untuk meredakan panas dan juga gejala influenza yang dirasakannya pagi itu. Setelah semua barang dan pakaiannya masuk semua ke dalam koper besar itu, lalu dia mencari gawai pintarnya dan menghubungi seseorang.

"Mas Danar mau keluar kota?" tanya Pak Yusuf setibanya di depan kamar Sang Majikan.

Bersin jawaban awal yang terdengar sebelum jawaban asli dari Danar akhirnya terdengar dengan suara serak lelaki itu,

"Bukan Pak, saya mulai hari ini akan pindah ke apartemen. Jadi tolong...," lagi - lagi bersin memotong penjelasannya.

Pak Yusuf merasa khawatir dengan kondisi Danar lalu menyarankan agar lelaki berkulit putih pucat itu untuk pergi ke dokter alih - alih pergi ke kantor, namun Danar menolak sambil langsung memakai masker wajahnya.

"Morning Son...," sapa Ibu Rania yang nampak sedang membawa sebuah surat kabar elektronik ditemani secangkir kopi panas.

Danar dengan gerakan cepat menuruni tangga tanpa menyapa balik Sang Ibu dan malah langsung menuju ke arah pintu keluar dalam diam.

"Luna Saphira, perempuan mur*han yang ngejer - ngejar kamu kan...," ucap santai Ibu Rania yang mampu membuat langkah Danar berenti dan sekujur tubuhnya membalik kehadapan Sang Ibu.

Hembusan napas kasar terdengar dari arah Ibu Rania sambil membuka kacamata baca dan meletakkan komputer portable dengan satu tangan yang masih memegang kacamatanya. Danar kemudian melangkah mendekat kearah Sang Ibu dengan tatapan tajam, lalu dia berdiri tegak dengan gestur sedikit angkuhnya.

"Sedikit saja Mama menyentuh Luna, aku akan pastikan Mama nggak akan pernah melihat aku. Eventhough dari kejauhan. Aku pamit, mulai hari ini sebaiknya kita pisah tinggal...," ucapan Danar tegas nan serak juga bernada sedikit mengancam hingga membuat pandangan terkejut Ibu Rania terlihat jelas.

Belum sempat wanita agak tua itu membalas ucapan Sang Anak, Danar sudah menghilang begitu saja dari hadapannya yang masih membeku. Kedua tangan Ibu Rania tiba - tiba memukul sandaran tangan di kursi roda yang selalu digunakannya. Debaran cukup hebat tidak bisa dipungkiri olehnya terasa sangat jelas mengusik ketenangan hati yang selama ini dirasakannya. Masih dengan menahan emosi namun otaknya terus berputar, diambil komputer portable itu dan dia mengirimkan sebuah pesan melalui email. Kedua matanya kemudian terpejam.

"Kita lihat Son, siapa yang akan jadi pemenangnya..." ucap Ibu Rania dengan mata terpejam dan kepala yang disandarkannya.

xxxxxxxx

Kondisi Danar terlihat semakin menurun, sesampainya di ruang kerja, lelaki itu lalu membaringkan sesaat tubuhnya di sofa. Napasnya kini terasa panas, tubuhnya agak menggigil dan kesadarannya mulai agak hilang. Namun disaat yang sama dalam hati dia mengumpat nama Nadia karena perempuan cantik itu membuat dirinya terserang influenza dengan tingkatan cukup berat.

Dicobanya kembali untuk berdiri dan berjalan kearah meja kerja guna mengambil gagang telepon. Kepala pening dan suhu tubuh yang meningkat jauh membuat Danar tidak bisa begitu lama untuk berbicara dengan lawan bicaranya diseberang.

Tidak lama dari panggilan telepon itu, suara ketukkan dari luar ruangan terdengar, Danar kemudian menjawab dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Sosok Luna masuk dengan ekspresi datar dan bahkan tidak menatap Danar terlihat jelas pula, perempuan itu tidak peduli dengan keadaan yang sedang dialami oleh Atasannya itu.

Danar sendiri masih bisa membaca ada yang tidak beres dengan perempuan yang dia sukai itu dan dia berdiri lalu berjalan mendekat kearah Luna, namun perempuan muda mundur beberapa langkah seolah ingin menghindar atau mungkin berjaga - jaga jika terjadi sesuatu yang mengejutkannya.

"Ada apa? Boleh saya tahu...," ucap Danar masih dengan menggunakan masker mulut dan suara seraknya.

Luna yang awalnya menatap bagian bawah ruangan itu dengan cepat menegakkan kepala dan menatap kearah Danar, kini tatapan tajam menyerang kedua mata lelaki yang sedang sakit itu.

"Sebaiknya Bapak tanya langsung pada Nyonya Besar Rania dan satu lagi yang saya ingin protes, bisa tidak Bapak memanggil saya bukan di waktu istirahat saya. Saya ini manusia Pak bukan robot. Keliatannya Bapak hanya mencari - cari alasan agar bisa menemui saya, maaf Pak, makan siang saya belum habis. Jadi, permisi...," ucap Luna dengan sangat emosi.

Danar sedikit melebarkan matanya saat mendengar ucapan Luna, namun dengan sekuat tenaga dia berniat menahan gerakan perempuan berambut kepang itu namun gagal.

Bruk...

Luna terkejut ketika sudah membuka pintu dan hendak keluar dari ruangan Danar, seketika sekujur tubuhnya berbalik dan betapa terkejutnya dia ketika dilihat Danar sudah berada dia lantai dengan posisi tertelungkup. Perempuan itu melepas pegangan pintu dan berlari lalu bersimpuh di dekat tubuh ambruk Danar, dipegang kedua lengan lelaki tinggi itu dan berusaha dibalik tubuh berbobotnya lalu diletakkan diatas pahanya. Dipukul - pukul cukup keras kedua pipi Danar dan lagi - lagi dirinya dibuat terkejut dengan suhu tubuh Sang Atasan seperti api yang hampir membakar kulitnya. Luna cukup panik karena dia tidak membawa gawai pintarnya dan dia berinisiatif untuk menelpon meminta bantuan, namun baru akan memindahkan tubuh Danar, lelaki itu menahan satu tangan Luna.

"Pintu, disana...," tunjuk Danar dengan kesadarannya yang tinggal sedikit sambil menunjuk kearah salah satu dinding dekat dengan pintu keluar.

Luna bingung, lalu dia menyebut pintu keluar dengan desain mewah di depan dan Danar menggeleng. Kemudian dia menjelaskan bahwa di ruangan itu ada pintu kamuflase dan meminta Luna membantunya untuk bangun. Dengan diborong Luna berjalan mengikuti arahan Danar dan benar saja, satu tangan lemas Danar digoyangkan ke depan sebuah dinding dan tiba - tiba di salah satu sudutnya muncul sebuah kotak yang berisikan beberapa angka. Danar kemudian memencet kombinasi angka dari kotak itu dan kemudian dinding di depan mereka bergerak setengah terbuka. Luna terus dibuat terkejut bukan hanya karena sikap Danar juga beberapa kebiasaan dan kesukaannya yang agak lain.

"Ini? Kamar...," gumam Luna yang masih membopong Danar dan menghentikan langkah di dalam ruangan yang berada dibalik dinding ruang kerja lelaki lumayan tampan itu.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!