Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Darsa dan keempat anggota yang lainnya seketika menghentikan ayunan langkah kakinya di bibir lubang yang cukup lebar tersebut.
"Tampaknya lubang ini sangat dalam. Mustahil bila dia bisa selamat," ucap Darsa seraya melemparkan sebutir batu ke dalam lubang tersebut.
"Jika Restu dan Barda bertanya, jawab saja pemuda tadi mati sesuai yang kalian lihat. Sekarang ayo kita pergi dari sini!" lanjut Darsa sambil berlalu meninggalkan bibir lubang.
Keempat temannya menyusul ayunan langkah kaki Darsa yang berjalan cepat menjauh. Pikiran mereka masih tertuju pada kematian Topan yang selama ini selalu bersama mereka.
Tubuh Dirga sendiri langsung pingsan begitu terjatuh ke dalam lubang. Pemuda tampan itu terus meluncur memasuki lubang berbentuk lorong panjang dan licin, hingga akhirnya terhenti dan terhempas di suatu tempat yang dipenuhi tumbuhan seperti lumut sedikit panjang, tapi memiliki warna biru keunguan.
Terdapat juga cukup banyak pepohonan tinggi yang berdiri menjulang seolah tidak memiliki batas. Puluhan kera yang bisa dibilang penghuni tempat itu, bermain dan begitu riang bergelantungan di akar-akar yang begitu panjang hingga mencapai dasar.
Saking asyiknya kera-kera itu bermain, mereka tampaknya belum menyadari kehadiran sosok asing yang sama sekali berbeda dengan bentuk tubuh dan wajah mereka.
Untuk beberapa saat lamanya tidak ada pergerakan sama sekali dari tubuh pemuda tampan itu. Pakaian yang menutupi tubuhnya terkoyak di beberapa bagian, akibat bergesekan dengan batu di saat meluncur deras di dalam lubang.
Hanya hembusan napas pelan yang menjadi pertanda jika nyawa Dirga masih bersemayam di dalam tubuhnya.
Hingga pada akhirnya, puluhan kera itu itu saling berteriak bersahutan satu sama lain, begitu menyadari ada manusia yang sudah memasuki tempat mereka.
Seperti dikomando, kera-kera itu berkerumun memutari tubuh Dirga. Gerak dan tingkah laku mereka seolah menggambarkan rasa penasaran dan penuh pertanyaan.
Tak berapa lama, kumpulan kera yang mengerumuni tubuh Dirga tersibak membuka jalan, ketika sesosok kera yang besar dan memiliki tubuh seukuran manusia normal, berjalan mendekati tubuh pemuda tampan tersebut. Di kepalanya tersemat sebuah benda mirip mahkota yang terbuat dari akar-akaran.
Kera besar itu berjongkok begitu berada di samping tubuh Dirga. Tangannya bergerak memeriksa denyut nadi pemuda tampan tersebut, sebelum tiba-tiba berkata selayaknya manusia, "Angkat tubuhnya dan bawa ke pondokku!"
Belasan kera bergerak mengangkat tubuh Dirga, dan membawanya pergi menuju pondok tempat kera besar berdiam.
Meskipun dengan satu tangan mengangkat tubuh Dirga, belasan kera itu begitu lincah bergerak sambil bergelantungan di akar yang menggantung, hingga sampai di sebuah pondok kayu yang ternyata berada di atas sebuah pohon besar.
Dengan hati-hati, belasan kera itu meletakkan tubuh Dirga di lantai pondok yang terbuat dari papan kayu. Entah siapa yang membuat pondok itu, tapi garapannya begitu rapi selayaknya buatan manusia.
Tak berselang lama, Kera besar bermahkota menyusul memasuki pondok. Di salah satu tangannya, cukup banyak tergenggam lumut yang berwarna biru keunguan.
Pandangan matanya tertuju tajam menatap tubuh Dirga yang masih belum juga siuman dari pingsannya. Tak berapa lama terdengar helaan napas panjang keluar dari bibirnya.
"Setelah sekian lama, akhirnya ada manusia lagi yang memasuki tempat ini," ucapnya pelan.
Kera besar tersebut duduk di samping tubuh Dirga. Dengan telaten dia melumuri luka di punggung pemuda tampan itu menggunakan lumut biru keunguan yang dibawanya.Sebuah keajaiban pun terjadi, setelah luka terbuka yang berada di punggung Dirga sepenuhnya terbaluri lumut biru keunguan, luka terbuka itu menutup rapat tanpa bekas sama sekali. Hanya bekas darah yang sudah mengering sebagai pertanda pernah ada luka terbuka di punggung pemuda tampan tersebut.
Kera besar itu sedikit tersenyum memandang keajaiban yang baru saja terjadi di depannya. Meski itu bukan hal pertama yang dilihatnya, tapi dia tidak menduga jika lumut biru keunguan itu juga bisa berfungsi kepada manusia.
Selama ini, dia dan para kera yang merupakan rakyatnya, mengkonsumsi lumut biru keunguan itu sehari hari. Selain sebagai obat penyembuh, lumut tersebut juga berfungsi untuk memperpanjang umur mereka. Tak heran jika kera besar itu dan rakyatnya bisa berumur hingga ribuan tahun.
Selang dua hari dalam masa pingsannya, Dirga menggeliatkan tubuhnya dan membuka matanya. Pemuda tampan itu kemudian bangkit dan duduk sambil memandang sekeliling. Dia juga merasakan luka perih yang berada di punggungnya sudah menghilang sama sekali. Bahkan ketika dia meraba punggungnya, tak sedikitpun dia merasakan adanya bekas luka tertebas pedang.
"Aneh sekali!" Dirga mengernyitkan dahinya. Selain keanehan yang dialami punggungnya, pemandangan yang asing kini sedang tertangkap kedua bola matanya.
"Di mana aku sekarang? Apa aku sedang berada di nirwana? Tapi kenapa Nirwana bentuknya seperti ini?" ucapnya lirih seraya menggaruk kepalanya pelan.
Penasaran dengan tempatnya sekarang, pemuda tampan itu kemudian berdiri menuju pintu yang tertutup rapat.
Jantung Dirga serasa copot dari tempatnya, begitu dia membuka pintu. Hampir saja dia terjatuh ke bawah andai tidak sempat meraih daun pintu untuk berpegangan.
Yang terlihat di depan matanya adalah dirinya sekarang berada di atas sebuah pohon yang begitu tinggi. Dia tidak bisa membayangkannya bagaimana bentuk tubuhnya jika tadi sampai terjatuh ke bawah.
Dirga melangkah mundur dan kembali menutup pintu rapat. Setelah itu dia di lantai papan kayu untuk menata degup jantungnya yang berdebar kencang.
Baru juga dia bisa menstabilkan detak jantung dan napasnya, tiba-tiba saja pintu terbuka dari luar.
Tak ayal, detak jantung Dirga yang sudah normal, harus kembali berdetak kencang setelah seekor kera besar yang berdiri dan berjalan selayaknya manusia memasuki pondok tersebut.
Pemuda tampan itu beringsut ketakutan hingga me sudut ruangan. Kedua lututnya dipeluk begitu erat dengan wajah yang terbenam di dalamnya.
"Baguslah kalau kau sudah siuman, Anak muda,"ucap kera besar itu dengan senyum merekah di bibirnya.
Dirga memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya memandang kera besar yang berdiri di depannya. "Kau siapa? Kenapa kau bisa bicara? Apa benar aku sedang berada di Nirwana?" berondongnya.
Kera besar itu tidak marah meski diberondong Dirga dengan banyak pertanyaan.
"Aku akan menjawabnya satu persatu," balas kera besar itu sebelum duduk bersila di depan Dirga. "Namaku adalah Sarwana. Aku adalah raja kera yang memimpin di dalam jurang Panguripan ini. Dan kau tidak sedang berada di Nirwana karena kau masih hidup."
Dirga menghela napas lega. Dia merasa sudah mati dan sedang berada di Nirwana. Terlebih ketika mendengar ada seekor kera besar yang bisa berbicara.
"Sekarang ganti aku yang bertanya kepadamu. Katakan siapa dirimu dan kenapa kau ada di sini?" tanya kera besar bernama Sarwana tersebut.
Dirga menggeleng pelan, "Aku tidak tahu siapa aku dan dari mana aku berasal."
Pemuda tampan itu kemudian mengambil napas panjang sebelum bercerita tentang kejadian yang menimpanya sebelum berada di jurang Panguripan.
Sarwana menganggukkan kepalanya berulang-ulang, sambil memahami cerita yang disampaikan pemuda tampan di depannya.