Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Lima - Pasar Malam
Segera Asyifa berganti baju untuk pergi bersama Adrian. Sebetulnya Adrian tidak suka dengan keramaian, apalagi pasar malam, yang menurutnya hiburan seperti itu hanya untuk orang kelas menengah ke bawah. Bukan untuk orang seperti dirinya yang tergolong kalangan atas, mungkin bisa disebut sultan, karena kekayaan Adrian yang tidak ada habisnya itu.
Asyifa mengenakan kaos dengan rok selutut model A, rambutnya ia ikat ekor kuda, membuat dirinya terlihat seperti anak SMA. Adrian mengulum senyuman gemas melihat Asyifa yang terlihat sangat cantik dan seperti anak remaja.
“Mau berangkat les ya, Dik?” tanya Adrian.
“Les gimana, Pak?” Asyifa balik tanya pada Adrian.
“Kayak anak SMA yang mau berangkat les pakaiannya, apa gak ada pakaian lain? Dress atau gaun gitu? Santai sekali pakaiannya?” protes Adrian.
“Mau ke pasar malam, Pak. Bukan mau ke pesta. Yang penting sedap dipandang, rapi, dan kucel,” ujar Asyifa .
“Iya betul, kamu terlihat cantik menggemaskan, ingin sekali memakan kamu sekarang kalau kamu begini,” ujar Adrian.
"Pak, jangan gitu! Ayo buruan ke Pasar Malam!" rengek Asyifa .
“Iya sebentar, Sayang ... ini kunci dulu pintunya,” ujar Adrian.
Adrian sering memanggil Sayang pada Asyifa , akan tetapi Asyifa tidak pernah mengindahkan ucapan Adrian. Ia tidak mau terbawa perasaan hanya karena sebuah panggilan sayang dari Adrian.
**
Adrian mulai tidak nyaman dengan kebisingan dan lalu lalang orang di Pasar Malam. Rasanya ingin sekali mencari tempat yang sepi, tapi melihat Asyifa yang matanya berbinar seakan menyiratkan kebahagiaan yang teramat dalam, Adrian turut bahagia, dan ia pun ikut menikmati setiap jajanan di sana bersama Asyifa . Padahal Adrian sangat tahu jajanan itu tidak baik untuk kesehatan.
“Pak naik itu yuk?” ajak Asyifa .
“Kamu berani naik itu? Gak takut mabok atau pusing?” tanya Adrian.
“Sudah biasa naik itu, Pak. Ayok buruan beli tiket, Pak!” Asyifa kembali menarik tangan Adrian untuk segera membeli tiket, Adrian pun menurutinya. Benar-benar seperti menuruti anak kecil yang ingin sekali menaiki setiap wahana permainan di pasar malam.
Mereka menaiki wahana kora-kora. Asyifa terlihat begitu bahagia. Melepaskan seluruh beban yang ada di hidupnya. Pun dengan Adrian, yang tak kalah bahagianya. Meski tadinya ia takut menaiki wahana tersebut, pada akhirnya ia menikmati wahana tersebut.
“Aaakkkhhh! Aku mencintaimu, Asyifa !” teriak Adrian dengan lantang.
Asyifa memiringkan wajahnya menatap Adrian dengan mengulum senyuman bahagia karena Adrian berani mengungkapkan perasaannya di tempat umum dengan berteriak.
“Jangan narsis!” tukas Asyifa .
“Aku sangat mencintaimu, Asyifa ! Biarkan seisi dunia tahu kalau aku sangat mencintaimu!” teriak Adrian lagi.
“Pak! Jangan begitu, aku malu!” pekik Asyifa .
“Biarkan saja, kamu istriku. Memang salah kalau aku mencintai istriku?” ujar Adrian.
“Ih malu, Pak!”
“Mbak senang, ya? Udah suaminya tampan sangat mencintai Mbak pula,” ucap salah satu orang yang menaiki wahana tersebut.
Asyifa hanya mengulum senyumnya karena malu. Ia segera turun dari wahana. Ia merasa beban di pikirannya hilang, pun dengan Adrian yang merasakan hal serupa. Manik mata Asyifa terus menjelajahi luasnya arena pasar malam, dan tatapannya berhenti ke salah satu wahana yang belum ia naiki.
“Pak naik itu yuk?” ajak Asyifa sambil menunjuk ke arah Bianglala.
“Boleh, ayok!” Adrian langsung menggamit tangan Asyifa menuju ke arah loket untuk membeli karcis.
Senang sekali melihat Asyifa sebahagia ini. Setiap hari memang Asyifa terlihat bahagia, namun tidak selepas ini bahagianya. Mungkin jika di rumah Asyifa merasakan beban menjadi istri kontrak, dan mau tidak mau Asyifa harus menuruti semua isi kontraknya.
“Kamu bahagia?” tanya Adrian.
“Iya, Pak. Malam ini saya bahagia. Saya jadi mengingat masa kecilku, Ayah dan Ibu sering mengajak saya dan adik-adik ke Pasar Malam,” jawab Asyifa .
“Syukurlah kamu bahagia. Ris, bisa tidak gak usah pakai saya kalau manggil aku. Aku-kamu kan lebih enak? Terus manggil Mas atau apa jangan Pak terus?” pinta Adrian
“Ehmm ... saya panggil mas ke bapak? Rasanya kok agak aneh, Pak,” ucap Asyifa .
“Aku minta biasakan memanggilku dengan sebutan Mas, jangan Pak terus, aku bukan bapak kamu,” ucap Adrian.
Asyifa mengangguk, mungkin sekarang dia harus membiasakan memanggil Mas pada suaminya.
“Sini sayang dekat aku.” Adrian meminta Asyifa duduk di sebelahnya, dari yang semula duduk saling berhadapan. Asyifa pun menurutinya.
Adrian memegang dagu Asyifa supaya ia lebih jelas memandang paras ayu wajah Asyifa . Adrian lalu memiringkan wajahnya seraya mendekatkan wajahnya. Dikecupnya bibir manis Asyifa dengan lembut. Bukan sekedar kecupan biasa, Adrian melahap habis bibir Asyifa hingga mereka hanyut saling membelit lidah dan bertukar saliva.
"Jangan di sini, ini tempat umum, Mas.” Asyifa menjauhkan tubuhnya dari Adrian. Dia takut nanti dikira mesum di tempat umum.
“Kenapa? Kan kamu istriku?” protes Adrian.
“Ada tempatnya untuk bermesraan, Mas. Enggak di tempat umum begini. Nanti dikira kita pasangan mesum sama orang!” tegas Asyifa .
“Lah mesum sama istri sendiri apa masalahnya?”
“Tetap bermasalah, Mas! Ini tempat umum! Malu dipandang orang, dan malu dengan omongan orang!”
“Biarlah orang bicara apa, gak usah didengarkan, Asyifa ! Mau orang memandang kita bagaimana, toh kita suami-istri?”
“Mas, ada tempatnya untuk seperti itu, pandangan orang kan beda-beda. Mungkin ada yang maklum karena kita suami, kalau mereka pikirannya kita sedang pacaran atau kita pasangan selingkuh bagaimana?”
“Iya deh, Mas ngalah. Kamu memang pintar, ya? Mas gak salah jatuh cinta sama kamu, Sayang,” ucap Adrian dengan mengusap pipi Asyifa .
Mendengar Adrian memuji dirinya pintar, Asyifa jadi ingat pada Almarhum ayahnya yang selalu memujinya anak yang pintar. Ya Asyifa memang anak yang membanggakan, prestasinya begitu banyak. Dia salah satu murid terpandai di sekolahannya. Ia selalu mempertahankan prestasinya, bahkan ia sampai mendapat beasiswa kuliah di Universitas impiannya. Namun, nasib berkata lain, kejadian satu malam telah mengubah hidup Asyifa dalam sekejap. Mimpinya menjadi seorang Dokter harus musnah setelah kepergian kedua orang tuanya. Ia harus banting tulang mengurus adiknya yang masih kecil dan butuh biaya untuk sekolah, hingga setelah lulus SMA dia langsung bekerja di pabrik, dan mengubur semua impiannya untuk menjadi seorang dokter.
“Kok murung? Tadi kamu bahagia sekali?” tanya Adrian yang melihat wajah Asyifa berubah.
“Ingat ayah, ayah selalu bilang kalau aku anak pintar, aku anak hebat, sama seperti mas bilang tadi,” ucap Asyifa .
“Ada yang ingin kamu ceritakan biar lega?” tanya Adrian.
“Banyak, Mas. Aku dulu punya cita-cita, tapi setelah kejadian malam itu, semua impianku terenggut satu-persatu. Malam di mana Ayah dan Ibu kecelakaan lalu lintas setelah pulang dari luar kota, mengurus bisnis batiknya,” jelas Asyifa dengan mata berkaca-kaca.
“Bisnis batik?”
“Ayah punya usaha batik di kota kelahirannya. Malam itu ayah pulang dari sana, hanya dengan ibu, tidak pakai sopir, lalu mengalami kecelakaan, dan mobil yang menabrak bapak tidak bertanggung jawab, Mas. Mobil itu kabur, tidak ada saksi juga, jadi termasuk tabrak lari,” jelas Asyifa .
“Bapak kamu pengusaha batik? Papa saya kenal dengan beberapa pengusaha batik, mungkin Papa kenal ayah kamu. Nama bapakmu Haryono bukan?
“I—iya, benar, Mas,” jawab Asyifa .
"Pemilik Griya Kencana Batik?" tanya Adrian, dan dijawab anggukkan oleh Asyifa .
“Lalu usaha Bapak kamu bagaimana?”
“Setelah bapak pergi, saya tidak tahu harus bagaimana, tidak mungkin aku yang masih SMA kelas dua harus ke kota kelahiran ayah untuk mengurus semua itu, usaha Bapak bangkrut, sekarang hanya tinggal nama. Om Hartono sibuk dengan usahanya sendiri di sana, tidak memedulikanku dan adikku. Sedangkan ibu, tidak memiliki saudara atau siapa-siapa. Aku dan adik-adikku hidup seadanya setelah rumah kami dijual untuk biaya hidup kami, dan biaya sekolah kami, setelah aku lulus, aku kerja di pabrik, dan berusaha melupakan semua cita-citaku,” terang Asyifa dengan mata mengembun.
“Apa cita-citamu?” tanya Adrian.
“Aku ingin menjadi Dokter Bedah, Mas. Sayang mimpi hanya tinggal mimpi,” jawab Asyifa .
“Adikmu kelak yang akan meneruskan cita-citamu, aku yang akan membiayai semuanya, dan untuk pabrik milik ayahmu, aku akan urus secepatnya,” ucap Adrian.
Adrian tidak mengira, malam itu saat menghadiri acara pertemuan para pengusaha batik adalah malam terakhir bertemu dengan pengusaha batik terkenal. Ternyata Asyifa adalah anak dari Haryono, pengusaha batik terkenal yang sekarang hanya tinggal sebuah nama.
“Ternyata dunia ini sempit ya, Fa?”
dr ibu pertma anaknya 4 perempuan smua
dr ibu kedua anaknya 2 laki2 smua.
SMP skrang smua anak2 sudah berkeluarga dan mereka tampak akuuur bgt.. sering liburan bareng.
salut si sma yg bisa kaya bgtu,
jdi laki ko serakah ga ada tuh perempuan yg bnr" ikhlas d madu toh rasa nya kaya racun pergi ja lh Asyifa dari pada makin sakit mana ga berdarah itu lebih berbahaya