Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Di ruang makan Mansion Fernando yang megah, Reynard dan Caitlin sedang menikmati makan siang dengan tenang. Suasana hangat di antara mereka tiba-tiba pecah ketika pintu ruang makan terbuka, dan Lucy, sepupu Reynard yang tidak diundang, masuk dengan senyum sinis di wajahnya. Ia berjalan dengan angkuh, menyisir rambutnya yang terurai dan bergabung tanpa ragu.
Lucy menatap Caitlin dan dengan nada yang tidak bersahabat, berkata, "Apakah ini masalah istri Kakak?" Ia melirik ke arah sepiring ayam kfc di depan Caitlin, seolah makanan sederhana itu tidak pantas dihidangkan di meja makan keluarga Fernando.
Reynard menghela napas panjang, merasa terganggu oleh kehadiran Lucy yang datang tanpa izin. "Kenapa kamu datang lagi?" tanyanya dengan nada dingin, jelas menandakan ketidaknyamanan.
Lucy mengangkat bahu, tertawa kecil sambil memandang Caitlin dengan tatapan merendahkan. "Aku bebas mau datang atau tidak, kita adalah keluarga. Sementara dia ini barulah orang luar," sindir Lucy, sengaja menekankan kata "orang luar" sambil menatap Caitlin dengan pandangan tajam.
Namun Caitlin, yang memiliki tatapan tajam dan sikap tenang, tersenyum sinis, "Orang luar? Jangan lupa statusmu di sini!" suaranya terdengar tegas, mengusir keraguan dari setiap kata.
"Kenapa? Tidak suka?" Lucy memutar bola matanya dengan sikap angkuh, senyumnya melebar. "Kamu memang orang luar," katanya dengan nada merendahkan, seolah puas dengan reaksinya yang dirasanya menyakiti Caitlin.
Caitlin, tak mau kalah, menyambut pernyataan itu dengan senyuman penuh percaya diri. "Dari sisi undang-undang, aku adalah istri sah dari pacarmu ini," katanya sambil mengelus tangan Reynard yang duduk di sampingnya. "Justru kau yang orang luar, Kau bukan adik kandung Reynard. kau hanya sepupu dengan nama keluarga yang berbeda. Sementara namaku kini adalah Caitlin Revelton Fernando." Ia berhenti sejenak, menatap Lucy yang tampak terdiam dengan ekspresi marah yang ditekan. "Jadi, siapa yang sebenarnya orang luar di sini?" lanjut Caitlin sambil menyeringai.
Lucy membuka mulut, tetapi tak ada kata yang keluar. Rasa malunya terlihat jelas, namun ia berusaha mengalihkan perhatian dengan tatapan sinis pada makanan di meja. "Ini ayam KFC?" tanya Lucy dengan nada menghina. "Apakah bisa dimakan? Aku yakin rasanya pasti tidak enak."
Caitlin menatap Lucy, membalasnya dengan ketenangan yang tak tergoyahkan. "Aku tidak memintamu makan," jawab Caitlin dengan dingin.
Namun Lucy, yang enggan menyerah, mengulurkan tangannya hendak mengambil sepotong ayam. Tapi sebelum tangannya mencapai piring, Caitlin menangkis dengan cekatan, menyentil tangan Lucy dengan ketegasan yang tak terduga.
Lucy mendesis, menarik tangannya yang kesakitan. "Ahhh!" jeritnya kesal sambil mengelus jarinya yang terasa panas.
Caitlin memandangnya tanpa rasa simpati. "Ini bukan untukmu. Kalau kau mau makan, masak sendiri sana," katanya, suaranya tegas dan penuh kewibawaan, membuat Lucy tak berkutik. Reynard, yang menyaksikan konfrontasi itu, hanya menggelengkan kepala, tak berniat mencampuri, tapi sorot matanya menunjukkan dukungan diam-diam pada Caitlin.
Reynard menatap Lucy dengan pandangan tegas, matanya yang biasanya tenang kini memancarkan ketidaksabaran. "Jangan membuat onar lagi, pergilah!" ujarnya dengan nada tajam, mengisyaratkan ketidakinginannya untuk melanjutkan ketegangan di ruang makan.
Lucy tampak tersentak, menundukkan wajah sejenak sebelum mengangkat kepala dengan wajah memelas. "Kakak…"
Caitlin mendesah pelan, bangkit dari kursinya dengan anggun dan mengambil tasnya. "Aku sudah kenyang. Aku ingin mencari sesuatu," katanya, menatap Reynard sekilas, lalu menghindari pandangan Lucy yang mencoba menahan dirinya untuk tetap di meja.
"Nico akan mengantarmu," kata Reynard.
"Tidak perlu! Aku ingin jalan sendiri," jawabnya, suaranya terdengar dingin namun tetap berwibawa. Ia melempar pandangan ke arah Lucy yang masih berdiri di sana dengan mata menyipit. "Kalian silakan saja lanjutkan ‘kencan’ kalian," tambahnya dengan nada yang sarat sindiran, lalu beranjak pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Reynard yang menatap kepergiannya dengan wajah muram.
Lucy hanya bisa menatap kepergian Caitlin dengan senyum puas di wajahnya, merasa seolah menang dalam pertengkaran tanpa kata itu.
***
Caitlin berjalan santai di sepanjang trotoar, merasakan hembusan angin siang yang menyegarkan. Suasana di luar terasa lebih bebas, memberinya sejenak ketenangan.
"Bisa menghirup udara segar di luar sungguh menyenangkan," gumam Caitlin sambil tersenyum kecil, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Pikirannya terbang ke masalah yang lebih besar.
"Setelah kami cerai, tidak mungkin aku kembali ke rumah Paman," Caitlin bergumam pelan, menatap kosong ke trotoar.“Aku akan diejek habis-habisan oleh Kak Nancy. Dia sudah pernah mengusirku sekali, dan mungkin akan melakukannya lagi.”
Ia menghela napas, merasa beban semakin berat di pundaknya. "Kemana aku harus pergi?" ia bertanya pada dirinya sendiri dengan suara lirih, perasaan cemas menyelinap di hatinya. "Aku tidak bisa menulis atau membaca. Siapa yang akan mengupahku untuk bekerja?"
Baru saja Caitlin akan melanjutkan langkahnya, beberapa pria asing dengan wajah tanpa ekspresi tiba-tiba mendekatinya dari arah yang berlawanan. Mereka tampak tegap, dan tatapan mereka menunjukkan bahwa mereka tidak datang dengan niat bersahabat.
Caitlin memandang mereka dengan curiga, hatinya mulai berdegup lebih cepat. "Siapa kalian?" tanyanya dengan nada waspada, matanya beralih dari satu pria ke pria lainnya.
Salah satu pria, yang tampak sebagai pemimpin mereka, melangkah maju dengan sikap tegas. "Tuan kami ingin bertemu Anda," jawabnya singkat, namun nada suaranya tak memberi ruang bagi Caitlin untuk menolak.
Caitlin mundur selangkah, merasa jantungnya semakin berdebar. "Siapa tuan kalian? Aku tidak punya urusan dengan orang asing!" protesnya, meskipun ia tahu kata-katanya mungkin sia-sia.
Sementara itu, di sisi jalan yang lain, Lucy secara tak sengaja melihat kejadian tersebut dari balik kemudi mobilnya. Ia menghentikan mobilnya, matanya memperhatikan dengan seksama saat Caitlin diapit oleh para pria misterius itu dan mulai digiring pergi. Tatapan Lucy berubah penasaran, dengan sedikit rasa cemas yang tersembunyi.
"Bukankah mereka adalah anak buah Paman Tommy?" batinnya penuh dengan tanda tanya. "Untuk apa mereka membawa gadis itu pergi?" Wajahnya menyiratkan ketidakpastian, namun ada sedikit senyum di sudut bibirnya, seolah senang melihat Caitlin dalam kesulitan.
seru nih