FRIEND WITH BABY (FWB)

"Masih mual?" tanya Sean pada Nayra.

"Udah mendingan." jawab perempuan itu.

"Aku kayak gampang banget lelah sekarang, Sean." Nayra mengeluhkan keadaanya.

"Tadi aja Philo ngomong apa, aku lebih banyak nggak ngeh." lanjutnya lagi.

"Kamu kan lagi hamil, Nay. Wajar kalau tenaga kamu kayak terkuras terus. Dia juga ngambil energi kamu." jawab Sean.

Nayra diam, pikirannya kini berkecamuk. Kehamilan itu ternyata melelahkan, namun kembali lagi jika dibuang ia takut dosanya bertambah. Belum lagi kini ia seperti memiliki perasaan sayang terhadap bayi itu.

Terhitung sejak dokter melakukan USG padanya tempo hari dan ia melihat sendiri janin itu tumbuh di dalam rahimnya.

"Hey, kamu mikirin apa?"

Sean seolah tau isi pikiran Nayra.

"Semuanya." jawab perempuan itu.

"Nggak usah menyiksa diri, Nay. Dipikirin juga nggak akan menyelesaikan masalah." ujar Sean.

"Ya kamu gampang ngomong gitu. Ini bayi kan nggak tumbuh di perut kamu." ucap Nayra.

"Kata siapa gampang?. Kamu pikir setiap malam aku enak tidur?.  Aku selalu mikirin gimana nasib kita kedepannya, terutama anak ini." jawab Sean dengan nada kesal.

Lalu Nayra terdiam dan memalingkan wajahnya ke sisi jalan. Sean merasa sudah terlalu meninggikan suaranya untuk perempuan itu.

"Nay, aku minta maaf."

Sean menggenggam tangan Nayra, dan ia menyadari jika perempuan itu tengah menangis saat ini.

"Nay."

Sean menarik Nayra ke dalam pelukannya. Meski Nayra menolak, namun akhirnya perempuan itu menyerah juga.

"Tadi kamu sama Philo kemana aja?" tanya Sean.

"Bukannya kamu ngikutin?" ujar Nayra.

Sean lalu tertawa kecil.

"Sebenarnya iya sih, cuma aku pengen nanya langsung aja ke kamu." lanjut pemuda itu.

"Aku takut kamu dibawa Philo ke suatu tempat dan..."

Sean tak melanjutkan kata-katanya, tetapi Nayra mengerti apa yang dimaksud.

"Kamu liat sendiri kan aku tadi sama dia kemana aja." ujar Nayra.

"Iya, tapi aku...."

"Aku nggak pernah ngatur kamu sama Feli mau kemana. Karena aku tau kamu cinta sama dia. Dan begitu juga aku, aku masih cinta sama Philo, karena kami nggak ada masalah apa-apa. Yang ada masalah tuh kita berdua." ujar Nayra.

Sean kini terdiam, ia sadar bahwa ia mulai over protektif terhadap Nayra. Hanya karena perempuan itu sedang mengandung bayinya.

Padahal Nayra memanglah kekasih Philo dan bukan kekasihnya. Sean tak ada hak kalaupun Nayra ingin berduaan saja dengan Philo dan menghabiskan waktu semalaman.

"Maaf, aku terlalu mengkhawatirkan anak kita. Sampai aku lupa soal perasaan kamu." jawab Sean.

"Lagi pula, nggak mungkin aku seegois itu." ujar Nayra.

"Aku juga mikirin anak ini dan mengorbankan perasaan aku sendiri." lanjutnya lagi.

Sean terlihat menarik nafas agak dalam.

"Maafin aku, Nay." ujarnya kemudian.

Nayra tak menjawab dan kembali memalingkan wajahnya ke sisi jalan. Tak lama Sean pun menghidupkan mesin mobil.

Ketika sampai di rumah, kedua orang tua Nayra yang tengah duduk di teras depan pun kaget. Pasalnya tadi sang anak pergi bersama Philo, lalu kini pulang bersama Sean.

"Nay?. Koq kamu pulang sama Sean?. Bukannya tadi perginya sama Philo?" tanya Viola.

"Mamanya Philo kecelakaan mi, untung tadi kita ketemu Sean juga. Jadi Philo bisa cepat-cepat ngeliat keadaan mamanya. Nay dititip ke Sean, sama dia."

"Astaga, kecelakaan dimana?"'

Viola dan Jonathan bertanya di waktu yang nyaris bersamaan.

"Terus keadaannya gimana sekarang?" tanya Jonathan.

"Belum tau, Pi. Tadi Philo harus buru-buru dan sampai sekarang belum ada ngabarin Nay. Nay nggak enak banyak nanya, biarin dia tenang dulu dan cerita sendiri." ujar Nayra.

"Iya sih, benar."

Jonathan menyetujui hal tersebut.

"Kita tunggu kabar dulu, baru kita jenguk kesana." ujar pria itu lagi.

"Ya sudah, kamu masuk dan istirahat." ujar Viola.

"Iya mi."

Nayra kemudian masuk ke dalam dan pergi menuju kamarnya di lantai dua.

***

"Sean, kamu itu sebenarnya cinta sama Nayra atau Feli?"

Tiba-tiba Pablo menghampiri Sean yang tengah terpaku di balkon lantai dua, sambil menatap ke arah rumah Nayra dan menyalakan sebatang rokok. Ini terjadi ketika menjelang tengah malam

Sean yang kaget dengan kehadiran ayahnya tersebut itu pun, lalu menoleh dan balik bertanya.

"Kenapa papa bisa nanya gitu?" ujar pemuda tersebut.

"Ya, papa curiga aja. Kayaknya kamu selalu berat kepada Nayra dari pada Feli." jawab Pablo.

Sean diam, sejujurnya ia ingin sekali menceritakan masalah yang kini tengah ia hadapi. Sudah di ujung lidah rasanya.

Tetapi selama hidup Sean tidak pernah sekalipun mengecewakan orang tuanya. Kalaupun ia nakal dan berbuat sesuatu, ia bisa mengatasi situasinya sendiri tanpa melibatkan orang tua.

Ia takut Pablo akan kaget jika mendengar dirinya telah menghamili anak perempuan orang. Terlebih anak perempuan itu adalah tetangga mereka sendiri yang merupakan sahabat Sean sejak kecil.

"Sean cinta sama Feli, pa. Tapi seperti yang Sean bilang tempo hari, Sean belum siap untuk menikah dan menjadi kepala keluarga." ujar Sean.

Kali ini Pablo menarik nafas agak dalam.

"Kamu harus tegaskan itu semua, dan papa akan membantu kamu sebisanya. Sebab tidak semua pernikahan itu akan berakhir dengan baik, apalagi kalau salah pilih pendamping." ujar pria itu.

Pablo seperti tengah merefleksikan kondisi pernikahannya sendiri. Dari dulu sampai sekarang sang istri Nina memang sering mengambil keputusan sendiri, tanpa melibatkan dirinya.

Terkadang itu juga lah yang membuat mereka sering cekcok. Dulu sejatinya Pablo berpacaran dengan Anne, kakak kandung Viola ibu Nayra.

Tapi kemudian direbut oleh Nina dan kakak Viola menjadi sakit hati serta mengalami depresi yang cukup lama. Sejak saat itulah Viola menabuh genderang perang pada Nina yang satu sekolah dengannya.

Sebelum itu, ayah dari Nina berselingkuh dengan seorang berkebangsaan Jerman yang merupakan bibi dari Viola.

Maka dari itu sampai hari ini mereka tetap tidak bisa akur dan selalu saja bertengkar. Meski masalah itu telah berlalu dan Anne sudah bahagia dengan pernikahannya bersama orang Sumatera.

***

"Mama lumayan parah, Nay."

Akhirnya Philo mengirim pesan singkat pada Nayra di tengah malam yang sudah larut. Kebetulan Nayra terbangun untuk buang air kecil dan membacanya.

"Terus sekarang gimana, sayang?" tanya Nayra.

"Masih belum sadar, aku sama papa lagi nungguin di rumah sakit."

"Di rumah sakit mana kalian?. Tadi papi sama mami nanyain juga. Biar kami bisa kesana besok." balas Nayra.

Kemudian Philo memberitahukan dimana sang ibu kini dirawat.

"Ya udah, kamu sama papa baik-baik aja kan?. Yang sabar ya kalian, besok kami pasti kesana."

"Iya sayang, makasih ya." jawab Philo.

"Sama-sama sayang, semoga mama kamu cepat sembuh." ujar Nayra.

"Amin." balas Philo.

Tak lama kemudian obrolan tersebut berakhir begitu saja. Nayra pikir Philo sedang mengurusi sesuatu dan membiarkan saja hal tersebut terjadi.

Toh besok pagi ia akan segera menemui kekasihnya itu, sekaligus menengok ibunya.