Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Polisi Tua Wariman
Mobil pick up yang dikendarai Wariman berguncang ringan. Rintik gerimis mulai turun ketika mobil melewati gapura desa. Di samping Wariman, duduk perempuan asing yang masih tetap mendekap Andre dengan erat. Sedangkan Tabah berada di bak belakang pick up, bersama dengan mayat yang terbujur kaku.
"Maaf, tolong lepaskan tanganku," pinta Andre lirih. Dia merasa canggung didekap seorang perempuan di sebelah Wariman. Meski polisi tua itu terlihat tak peduli.
"Tolong tetap seperti ini," balas perempuan asing menatap Andre dengan bola matanya yang berair. Tidak ada pilihan lain bagi Andre. Akhirnya dia mengangguk pelan.
Butiran air hujan semakin besar jatuh dari langit. Tabah yang berada di bak belakang terdengar memukul-mukul badan pick up. Wariman segera menepikan pick up. Kemudian melompat turun.
Tabah bersama Wariman membentangkan terpal untuk digunakan sebagai atap bak pick up. Sambil mengikat tali pada besi penyangga, Tabah memperhatikan mayat yang terbujur kaku di bak pick up. Dia baru menyadari pakaian yang dikenakan oleh mayat itu terlihat sangat bersih padahal berada di tempat yang berdebu dan penuh cipratan cairan merah.
"Bisa saja mayat itu awalnya tidak berada di dalam villa," gumam Tabah lirih.
"Hah? Apa?" tanya Wariman penasaran ketika mendengar Tabah yang berbicara sendirian.
"Ah, bukan hal yang penting. Ayo gas lagi Pak Man," ucap Tabah melompat ke bak pick up. Hujan mengguyur semakin deras. Bunyi rintik air menimpa atap terpal terdengar nyaring.
Wariman masuk kembali ke dalam pick up, dan segera menginjak pedal gas. Meski jalanan banyak terdapat tikungan yang cukup tajam, tetapi kemampuan mengemudi Wariman yang mumpuni membuatnya terlihat mudah melewati tikungan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Tidak kurang dari empat puluh menit di jalanan, mobil pick up Wariman memasuki halaman kantor kepolisian resort yang terletak di tengah kota.
Tabah yang lebih dulu turun dari pick up segera memanggil petugas jaga untuk membantu melaporkan temuannya sepanjang hari ini. Mayat laki-laki bernama Hendra itu dipindahkan ke mobil kepolisian untuk selanjutnya dibawa ke rumah sakit sebelum nanti dilakukan pemeriksaan dan autopsi. Sedangkan Andre terus menggandeng perempuan asing menuju ke ruangan khusus yang dijaga oleh para polisi perempuan.
"Apakah kamu akan meninggalkanku?" tanya perempuan asing setengah berbisik pada Andre. Laki-laki itu sedikit terkejut mendengar perempuan asing berbicara jelas kali ini. Andre sempat menduga perempuan asing itu gagu. Nyatanya tidak. Bahkan suaranya terdengar merdu di telinga Andre.
"Tidak. Nanti aku akan kembali," jawab Andre meyakinkan.
"Kamu berjanji?" Perempuan asing menuntut kepastian. Andre mengangguk mengiyakan.
Akhirnya perempuan asing bersedia melepas pelukannya dari lengan Andre. Setelah itu, Andre bergegas ke ruang depan untuk menemui Tabah. Lengannya tercium aroma harum bekas dekapan perempuan asing. Wangi yang menempel seperti parfum yang membuat Andre serasa melayang.
"Brengsek. Yang tampan dapat enak dipeluk perempuan cantik sepanjang perjalanan. Yang tua begini kedinginan bersama mayat," seloroh Tabah saat bertemu Andre. Laki-laki tambun itu menjatuhkan tubuhnya di kursi besi ruang tunggu. Bajunya terlihat basah semakin menunjukkan perut buncit dengan bagian pinggang yang menggelambir.
"Perempuan aneh," keluh Andre, mengambil duduk di sebelah Tabah. Kantor kepolisian terasa lebih sunyi setelah turun hujan. Apalagi jam kerja sudah usai, hanya ada beberapa petugas jaga di sekitar mereka.
"Tapi cantik kan? Jarang-jarang aku melihatmu tidak menolak digandeng perempuan se erat itu. Biasanya kamu akan mengatakan jaga sopan santun, dan sebagainya," goda Tabah. Andre tersenyum masam, merasa Tabah memperhatikannya dengan detail. Sulit untuk Andre berkilah, karena kenyataannya dia memang tidak keberatan dipeluk oleh perempuan asing itu.
"Kamu tahu Ndre, mayat Hendra tadi terlihat aneh," ujar Tabah mengalihkan pembicaraan. Andre mengerutkan kening.
"Bajunya terlalu bersih, padahal tergeletak di tempat berdebu. Lagipula cipratan cairan merah di dinding terlihat benar-benar mengerikan, dan sangat tidak wajar pakaian mayat tidak terkena noda sama sekali," lanjut Tabah memberi penjelasan.
Andre manggut-manggut. Kini dia menyadari pernyataan Tabah sepenuhnya benar. Dalam batinnya Andre memuji kecermatan dari Tabah. Meski seniornya itu terlihat seperti Bapak-bapak pemalas, nyatanya soal ketelitian dia masih menduduki peringkat atas.
"Sangat mungkin mayat awalnya tidak berada disana. Tapi entah untuk tujuan apa kemudian dipindahkan dan diletakkan di tempat itu." Tabah menyampaikan dugaannya.
"Pak Dhe, menurutmu apakah perempuan itu ada hubungannya dengan mayat? Kupikir awalnya dia orang yang tidak waras, karena tubuhnya tidak tertutup sehelai benang pun," sambung Andre penasaran.
"Entahlah. Bagaimanapun perempuan itu mencurigakan. Jangan sampai kamu hilang fokus, memakai perasaan dalam pekerjaan. Terkadang hati bisa mengaburkan logika," sahut Tabah tanpa menatap Andre. Sekilas Andre merasa Tabah sedang mengoloknya. Namun apa yang diucapkan oleh polisi yang dipanggil Pak Dhe itu memang benar adanya.
"Ayo kita kembali ke polsek. Waktunya mengisi absensi pulang. Aku juga mau mandi. Badanku lengket rasanya diguyur hujan padahal sedang berkeringat. Semua kejadian dan temuan di villa sudah kulaporkan. Kurasa besok pagi kita akan kembali kesana bersama dengan sejumlah petugas dari polres," ajak Tabah setelah melihat jam bulat yang terpasang di dinding.
"Dimana Pak Wariman?" tanya Andre kemudian.
"Sepertinya Pak Tua itu menunggu dalam pick up di parkiran," jawab Tabah sambil berdiri menggeliat. Semakin bertambahnya usia menuju ke paruh baya, Tabah merasa otot-otot tubuhnya mudah lelah.
Tabah disusul Andre melangkah keluar dari kantor kepolisian. Mereka berdua menemui Wariman yang berada di dalam mobil pick up. Polisi tua itu terlihat melamun sembari menghisap rokok kretek.
"Pantas saja kamu ndak mau masuk ke dalam. Enak ngudud disini ya Pak Man," seloroh Tabah sambil membuka pintu mobil pick up. Wariman tidak menyahut, hanya tersenyum sekilas.
Wariman melempar putung rokok ke sebuah genangan air yang ada di pelataran parkiran yang tidak rata. Kemudian segera menginjak pedal gas, dan berputar arah keluar dari kantor kepolisian resort kota.
"Hujan-hujan begini, aku jadi teringat sebuah semboyan yang sering diucapkan di desa Karang. Sing wis lunga lalekno, sing durung teko entenono, sing wis ono rumatono," ucap Wariman memecah kesunyian. Rintik gerimis masih tersisa, membasahi kaca bagian depan pick up yang sedikit buram karena kurang perawatan.
"Artinya apa Pak Man?" tanya Andre malas. Dia menyahut bukan karena penasaran, tetapi hanya mencoba untuk menghargai Wariman yang memulai pembicaraan.
"Lupakan yang sudah pergi, tunggu yang akan datang, dan rawat yang sudah ada," jawab Wariman.
"Apa hubungannya dengan hujan?" Kali ini Tabah menimpali. Dia terlihat benar-benar penasaran.
"Ya semboyan itu sering diucapkan ketika hujan tiba. Apalagi awal-awal datangnya hujan setelah kemarau panjang. Lupakan tentang kemarau, syukuri datangnya hujan, dan bersiap dengan kesuburan tanah," sahut Wariman. Tabah manggut-manggut.
"Tapi sebenarnya semboyan itu memiliki arti yang lebih dalam bagi penduduk asli desa. Romansa masa lalu," gumam Wariman seolah berbicara dengan dirinya sendiri. Baik Andre maupun Tabah kini diam tak menyahut. Mereka bertukar pandang, merasa aneh dengan perubahan sikap Wariman yang terasa melankolis secara tiba-tiba. Mungkin laki-laki tua itu tengah mengenang kala bertugas menjadi bhabinkamtibmas di desa Karang.