Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makin Mahir
Warung keluarga Pak Jengkok semakin hari semakin ramai, laris manis seperti kacang goreng. Pelanggan datang silih berganti, dari yang hanya ingin sekadar sarapan hingga yang penasaran karena mendengar cerita tentang kelezatan makanan di warung itu. Bahkan, beberapa pelanggan setia sering kali harus mengantri untuk mendapatkan tempat duduk. Teras rumah yang dulu lapuk dan sempit, kini sudah berubah menjadi tempat yang nyaman dan bersih, dengan meja-meja yang selalu penuh terisi.
Sambil melayani pelanggan, Pak Jengkok, Slumbat, dan Gobed mulai terbiasa dengan hp Android baru mereka. Dulu, jangankan membuka aplikasi atau media sosial, untuk sekadar menyalakan dan mematikan hp saja mereka bingung. Namun sekarang, mereka sudah lebih mahir. Slumbat bahkan sudah bisa memotret hasil masakannya dan mempostingnya di Facebook dengan bangga. "Nih, biar pada tau rendang Slumbat yang paling maknyus se-kecamatan!" katanya suatu hari dengan senyum lebar sambil menunjukkan foto masakannya ke Pak Jengkok.
Pak Jengkok, yang sedang duduk di kursi di sudut warung, ikut memegang hp-nya. Dulu dia juga bingung menggunakan hp, tapi kini dia sudah ahli membuka aplikasi-aplikasi yang bisa membuatnya tertawa, mulai dari TikTok sampai Instagram. Namun, meski sudah jago membuka aplikasi, kadang-kadang kelakuannya tetap konyol.
"Pah, gimana kalau aku belajar buat video masak-masak di TikTok?" tanya Slumbat suatu hari. "Orang-orang pasti suka lihat kita masak di warung, ya kan?"
Seiring berjalannya waktu, Pak Jengkok semakin piawai dalam menggunakan TikTok. Jika dulu dia hanya bingung dengan aplikasi itu, sekarang dia sudah bisa menggunakannya dengan luwes. Tidak lagi sekadar menonton video cewek joget-joget, kini Pak Jengkok mulai memanfaatkan TikTok untuk hal yang lebih produktif, yaitu mempromosikan warung dan masakan khas mereka.
Suatu hari, ketika warung sedang ramai seperti biasa, Pak Jengkok tiba-tiba mendapat ide cemerlang. “Mah, gimana kalau kita bikin video TikTok tentang cara bikin rendang ala Slumbat? Aku liat di TikTok banyak kok orang nonton resep-resep masakan. Siapa tahu viral!” usul Pak Jengkok dengan semangat.
Slumbat awalnya ragu. “Ah, Pak, masa iya orang mau nonton kita masak? Apa nggak malu dilihat orang banyak?” tanyanya sambil terus memasak di dapur.
“Nggak usah malu, Mah! Justru ini kesempatan kita buat nunjukkin ke orang-orang kalau masakan kita itu juara. Yuk, coba aja dulu!” balas Pak Jengkok penuh keyakinan.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuat video. Dengan bantuan Gobed, yang memang lebih jago dalam urusan teknologi, mereka merekam proses masak rendang dari awal sampai akhir. Pak Jengkok, sebagai sutradara dadakan, sibuk memberi arahan. “Ayo, Mah, senyum dong pas ngaduk-ngaduk dagingnya! Biar kelihatan ramah gitu!”
Slumbat, yang awalnya canggung, mulai terbiasa. “Iya, iya, Pak! Ini sambil senyum sambil ngaduk, tapi jangan banyak gaya ya, nanti gosong rendangnya!” celetuk Slumbat, membuat Gobed tertawa terbahak-bahak.
Setelah videonya selesai direkam, Gobed segera mengedit dan mengunggah video tersebut ke TikTok. Dalam waktu singkat, video itu mulai mendapat perhatian. Komentar bermunculan dari pengguna TikTok yang penasaran dengan resep rendang ala Slumbat. Mereka memuji cara masaknya yang sederhana tapi terlihat begitu lezat.
“Nih, Mah, banyak yang komen positif. Katanya rendang kita kelihatan enak banget!” seru Gobed sambil menunjukkan hp-nya ke kedua orang tuanya.
Pak Jengkok tersenyum puas. “Lihat, Mah, apa kubilang! Kita bisa viral dengan masakan kita!” kata Pak Jengkok dengan bangga.
Beberapa hari kemudian, video TikTok mereka benar-benar meledak. Ribuan orang mulai menonton, membagikan, dan bahkan mencoba sendiri resep rendang ala Slumbat di rumah masing-masing. Dalam waktu singkat, akun TikTok Pak Jengkok mendapatkan ribuan pengikut. Setiap kali mereka mengunggah video baru tentang masakan atau kegiatan di warung, jumlah penontonnya selalu tinggi.
Suatu pagi, saat Pak Jengkok sedang asyik mengecek hp-nya, tiba-tiba dia melompat dari kursi. “Mah, Gobed! Liat ini! Kita dapet tawaran kerjasama dari merek bumbu masak! Mereka mau kasih kita kontrak buat promosiin bumbu mereka di TikTok!”
Slumbat yang sedang menyapu lantai terdiam sejenak. “Apa?! Beneran, Pak? Kita sekarang jadi influencer? Ya ampun, nggak nyangka deh!”
Gobed, yang selalu up-to-date dengan berita di TikTok, langsung tertawa lebar. “Hahaha, Bapak udah jadi seleb TikTok! Coba dulu, cuma bisa nonton cewek joget, sekarang malah dapat duit dari video masak! Awas, Pak, nanti makin banyak cewek yang ngefans sama Bapak gara-gara videonya viral!”
Pak Jengkok hanya tersipu malu, namun dalam hatinya ia merasa bangga. Setiap kali membuka hp, notifikasi selalu penuh dengan pesan-pesan dari orang-orang yang memuji warung dan masakan mereka. Bahkan, banyak pelanggan baru yang datang ke warung hanya karena mereka melihat video TikTok-nya.
Tapi, momen yang paling lucu terjadi ketika Pak Jengkok mencoba membuat video TikTok secara langsung tanpa bantuan Gobed. Dia merekam dirinya sendiri sambil menggoreng tempe, tapi karena terlalu fokus berbicara ke kamera, dia tidak sadar kalau tempe-nya hampir gosong. “Nah, temen-temen, ini tempe yang kita goreng dengan minyak secukupnya… aduh, kok warnanya jadi hitam begini, ya?”
Slumbat yang berada di dekatnya langsung tertawa terbahak-bahak. “Pak! Tempenya gosong, gimana mau viral kalau begini?”
Gobed yang melihat kejadian itu pun tak bisa menahan tawanya. “Hahaha! Bapak malah bikin tempe arang! Itu bukan tempe goreng, Pak, tapi tempe terbakar, hahaha!”
Pak Jengkok menggaruk kepala. “Ah, ini mah kecelakaan kecil. Nggak apa-apa, masih bisa diselamatkan, kok!”
Namun, ternyata video tempe gosong itu justru menjadi viral. Banyak yang menonton dan tertawa melihat kesalahan konyol Pak Jengkok. Komentarnya pun penuh dengan candaan dari para netizen. “Bapak ini calon chef atau calon pemadam kebakaran?” salah satu komentar yang membuat mereka sekeluarga tertawa terbahak-bahak.
Hari demi hari berlalu, warung Pak Jengkok semakin ramai karena tidak hanya dikenal di lingkungan sekitar, tapi juga di seluruh dunia maya. Penghasilan mereka dari TikTok pun tidak main-main. Dalam beberapa bulan saja, mereka sudah bisa menghasilkan jutaan rupiah hanya dari video-video sederhana tentang masakan di warung mereka.
Pada suatu malam, setelah seharian melayani pelanggan dan merekam video, Pak Jengkok duduk di teras rumahnya, merenung. “Mah, Bed… siapa sangka ya, dulu kita hidup susah, jadi pemulung, sekarang malah bisa dapat uang dari TikTok. Padahal dulu kita nggak ngerti apa-apa soal hp, sekarang malah jago main TikTok.”
Slumbat tersenyum hangat. “Iya, Pak. Tuhan emang baik banget sama kita. Sekarang warung rame, hp ada, duit pun ngalir terus. Yang penting kita nggak sombong dan tetap bersyukur.”
Gobed, yang biasanya suka bercanda, kali ini ikut meresapi suasana. “Bener, Pak. Dulu temen-temen pada ngejek aku gara-gara kita miskin, tapi sekarang malah pada minta ajarin bikin TikTok sama aku!”
Mereka bertiga tertawa bersama, sambil merenungi perjalanan hidup yang penuh liku namun berakhir dengan kebahagiaan. Meski kini hidup mereka jauh lebih baik, satu hal yang pasti: canda tawa selalu menjadi bagian penting dari keluarga kecil ini.
Pak Jengkok kini tampak berbeda. Kalau dulu kulitnya penuh debu dan bajunya lusuh karena setiap hari memulung di bawah terik matahari, sekarang dia berubah total. Badannya mulai agak gemukan karena kehidupan yang lebih makmur. Makan enak setiap hari, pelanggan warung yang tak pernah sepi, dan istirahat yang cukup membuat tubuhnya makin segar. “Wah, ternyata jadi gemuk itu enak juga ya, Mah,” ujarnya suatu pagi sambil bercermin di depan rumah. “Dulu aku kurus kering, sekarang perut udah ada isi. Cuma jangan sampai buncit, ntar susah gerak!”
Slumbat, yang mendengar celotehan suaminya, ikut tersenyum. Tapi perubahan paling mencolok justru ada pada dirinya. Dulu, Slumbat selalu sibuk dengan pekerjaan rumah dan urusan warung, sehingga tidak ada waktu untuk merawat diri. Namun sekarang, dia punya waktu dan uang lebih untuk memanjakan dirinya. Setiap hari Slumbat tidak pernah absen dandan, lengkap dengan bedak tebal, blush on merah jambu, dan gincu yang berkilau bak emas. “Pak, gimana dandanan ku hari ini? Glowing nggak?” tanyanya suatu pagi dengan penuh percaya diri.
Pak Jengkok melirik istrinya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dengan gincu yang mengkilap dan parfum yang harum menyeruak ke segala penjuru, Slumbat sekarang tampak seperti seorang sosialita. Pak Jengkok sampai terdiam sejenak, lalu menggaruk-garuk kepalanya sambil tertawa kecil. “Wah, Mah, kalau kamu dandan terus kayak gini, aku jadi takut. Takut kalau nanti kamu dipanggil ibu-ibu arisan buat jadi model!”
Slumbat tertawa, tapi tetap saja tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Liat dong, Pak, dulu mana ada yang kepikiran kita bisa dandan rapi kayak gini. Tiap hari cuma pake bedak tepung terigu! Sekarang udah pake parfum impor, lho. Wanginya tahan seharian!”
Pak Jengkok mengangguk setuju. Dia tidak bisa memungkiri bahwa istrinya sekarang jauh lebih cantik. Dulu Slumbat mungkin terlihat biasa saja, tapi sekarang dengan perawatan rutin dan pakaian yang lebih bagus, dia tampak lebih muda, seperti kembali menjadi remaja lagi. “Iya, Mah. Kamu sekarang kayak masih umur 17 tahun, deh! Dulu aku lihat kamu kayak ibu-ibu warung, sekarang kayak cewek-cewek selebgram!” goda Pak Jengkok sambil mengerling nakal.
Sambil tersipu malu, Slumbat menambahkan, “Ah, kamu bisa aja, Pak! Tapi bener sih, aku jadi lebih percaya diri sekarang. Dulu kalau belanja ke pasar, paling pakai sandal jepit dan kain sarung. Sekarang belanja pakai sepatu hak tinggi, parfum mahal, kayak mau ke kondangan!”
“Bener, Mah. Dulu waktu kamu belanja, tukang sayur aja gak inget siapa kamu. Sekarang tiap lewat, mereka langsung salam hormat!” jawab Pak Jengkok sambil tertawa. “Tapi aku juga jadi makin cinta sama kamu, Mah. Kamu makin cantik, makin wangi, makin glowing! Aku jadi ingat masa-masa pertama kali kita ketemu dulu.”
Di tengah-tengah suasana penuh cinta itu, Gobed tiba-tiba muncul dengan pakaian yang juga tak kalah necis. Kalau dulu anak ini terlihat kumal dengan pakaian seadanya, sekarang Gobed makin ganteng. Bajunya selalu bersih dan rapi, rambutnya disisir licin, dan sepatunya selalu mengkilap. Dia juga mulai peduli dengan penampilannya, mengikuti jejak kedua orang tuanya.
“Pak, Mah, lihat deh! Aku udah ganteng, kan?” ujar Gobed sambil berpose ala model di depan cermin besar.
Pak Jengkok langsung memandang anaknya dengan bangga. “Wah, bener, Bed! Kamu sekarang kayak artis sinetron! Jangan-jangan nanti di sekolah banyak cewek yang naksir sama kamu!”
Slumbat yang mendengar itu, langsung tertawa terbahak-bahak. “Iya, Pak! Sekarang Gobed ganteng, pasti di sekolah banyak yang ngerubutin. Ntar jangan-jangan dia pulang bawa surat cinta, hahaha!”
Gobed yang mendengar itu hanya tersenyum penuh percaya diri. “Iya, dong, Mah! Temen-temen di sekolah aja udah mulai bilang aku ganteng. Ada yang bilang aku kayak artis Korea!”
Pak Jengkok menepuk bahu anaknya dengan bangga. “Yang penting, meskipun kamu ganteng, jangan lupa belajar ya, Bed! Ganteng doang gak cukup. Kamu juga harus pinter biar bisa nerusin bisnis warung ini, atau jadi bintang TikTok kayak bapak!”
Hari-hari keluarga Pak Jengkok kini dipenuhi kebahagiaan. Kehidupan mereka berubah drastis dari yang dulu hidup serba kekurangan, sekarang mereka bisa menikmati hasil kerja keras mereka. Setiap pagi mereka bangun dengan semangat baru, dan warung mereka selalu ramai pengunjung.
Namun, meskipun hidup mereka sekarang lebih baik, humor dan canda tawa tak pernah hilang dari keseharian mereka. Bahkan, setiap malam, saat mereka duduk bersama di teras rumah, mereka sering kali tertawa mengenang masa-masa sulit dulu.
“Pak, inget gak dulu kita sempat makan mie instan pakai nasi doang?” tanya Slumbat sambil tertawa kecil.
Pak Jengkok tersenyum lebar. “Iya, Mah. Dulu mie instan aja rasanya udah mewah banget. Sekarang kita bisa makan daging sapi tiap hari. Bener-bener nggak nyangka bisa sampai di titik ini.”
Mereka bertiga tertawa bersama, lalu Slumbat menambahkan, “Yang penting, kita tetap rendah hati ya, Pak. Jangan sampai lupa sama asal kita.”
Pak Jengkok mengangguk setuju. “Iya, Mah. Kita dulu susah, tapi justru itu yang bikin kita jadi kuat. Sekarang kita bisa menikmati hasilnya, dan yang paling penting kita tetap bersama-sama, saling mendukung.”
Dan di saat-saat seperti itulah, keluarga Pak Jengkok menyadari bahwa kebahagiaan bukan hanya soal harta dan penampilan, tapi juga tentang kebersamaan, canda tawa, dan cinta yang tak pernah pudar meskipun waktu terus berjalan.