"People come and go, but someone who is compatible and soul mates with you will stay"
Dengan atau tanpa persetujuanmu, waktu akan terus berjalan, sakit atau tidak, ayo selamatkan dirimu sendiri. Meski bukan Tania yang itu, aku harap menemukan Tania yang lain ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trauma Joon Young
Kamar Tania tepat disebelah kamar Joon Young. Tapi pria itu malah memilih untuk tidur di sofa ruang tamu saja mewanti-wanti ada sesuatu dan begadang.
Pagi harinya bangun lebih awal dan menemukan Joon Young tertidur dengan pulasnya. Ia jelas tersenyum melihat pemandangan itu. Pria tampan ini seolah sangat terburu-buru dalam hal apapun.
Orang gila mana yang menyatakan cinta, mengajak berpacaran padahal masih dua minggu kenal. Orang sakit mana yang melindungi sebegitunya di hari perkenalan mereka yang masih kurang dua bulan ini.
Dengan lantang mungkin ia berkata, "Aku pria gila itu Tania, aku dokter Jung Joon Young." membayangkannya saja membuat Tania terkekeh lirih.
"Ohh... betapa tampannya ciptaan Tuhan satu ini." batinnya yang berjongkok disamping Joon Young sambil membetulkan selimut yang terjatuh.
"Terima kasih kamu sudah ada buat aku yang rumit ini Joon Youngah, terima kasih sudah hadir dengan cara yang sama sekali tidak terduga." lirihnya sembari membetulkan poni pendek pria itu.
Ia memandang seluruh ruangan, mencari-cari pekerjaan apa yang bisa dilakukannya sebagai tami yang tahu diri. Semula ia ingin bersih-bersih tapi tidak jadi, tidak ada sebutir debu pun di rumah Joon Young, ditambah lagi robot vacuum sudah lima kali melewatinya.
Semua yang ada di ruangan itu di tata rapi dan enak di pandang. Tidak heran dia seorang dokter. Rapi, bersih, mengkilap, Tania agak minder, ia tidak se telaten Joon Young dalam bersih-bersih.
"Buat sarapan aja kali ya."
Dengan semua bahan yang ia temukan si kulkas Joon Young jadilah sarapan yang sederhana itu. Melihat buah segar, ia ingin membuatkan Jus. Ia celingak celinguk mencari juicer, atau blender, atau apalah yang bisa ia gunakan untuk membuat jus.
Hingga akhirnya ia menemuka blender jadul di lemari paling atas yang susah payah ia ambil dengan kursi tinggi pantry. Ia cukup heran melihat blender itu tipenya sudah sangat lama, tapi masih baru, segelnya saja masih ada. Seperti tidak di sentuh sejak di beli.
Rrrr.... rrrr.... ssss.... rrrr.... rrr.... ssss.... brrrrr... bunyi pisau itu memecah dan menghaluskan buah, cukup ribut. Sangat ribut malah.
"Eoommmaaa... Appaa.... Yumiaah.. aoohh jinjjaa... eommmaa..... mianhae eomma.. eomma.. appa.. Yumiah.. eotokke... ", teriak Joon Young dari ruang tamu.
Tania yang panik segera berlari ke arah Joom Young yang masih teriak yang entah apa sebabnya. Sesampainya mata itu masih menutup rapat, air mata nya mengalir, keringatnya mengucur dan ia masih meraung.
"Joon... Joon Youngah... Joon... bangun. Ada apa?! Joon Youngah...", panik Tania sembari menepuk-nepuk pipi Joon Young.
"Aohh.. uri eomma... uri eomma...." masih belum sadar dan menutup kedua telinganya.
Deg
"Maaf, maaf Joon... maaf.. maaf... aku lupa." panik Tania sembari berlari ke arah daput dan mematikan sumber berisik itu lalu kembali pada Joon Young.
Akhirnya ia paham kenapa blender jadul itu masih baru bahkan masih bersegel. Sang pemilik benci bunyinya dan bodohnya ia melupakan bahwa Joon Young phobia kebisingan. Ohhh astaga.
"Udah baikan? M-maaf Joon aku lupa." cicit Tania merasa sangat bersalah, kini Joon Young sudah diam, tapi pandangannya masih kosong.
"Is it okay with you standing with a loser?"
"Loser? Siapa? Kamu?"
"Hmm."
"Joon Youngah...", Tania duduk lebih dekat. "Why you ask me like that? Kamu sadar ngga sih dari awal kamu udah dibersamakan sama pecundang yang lain? Pecundang yang hampir tumbang hanya karena laki-laki." Tania terkekeh miris.
"Tania."
"It's okay Joon Youngah. kamu bilang it's okay to make mistakes, so do I. It's okay to be a loser, kita cuma dua pecundang yang berusaha kuat dan menutup masalah masing-masing setiap harinya. Kita se kuat itu Joon. Kamu se jujur itu kamu hebat Joon Youngah. Buat aku kamu bukan pecundang, you just Jung Joon Young, uri Joon Young-i", seru Tania sambil mengelus kepala Joon Young.
"Gumawo Tania, gumawo sso yo.. hiks." ia terisak disana menundukkan kepalanya. Tania terdiam dan meraih tangan Joon Young.
Melihat bagaimana impulsifnya respon tubuh Joon Young pada bising mesin itu, membuatnya bertanya dan penasaran, sebesar apakah luka pria ini hingga ia sebegitunya?
Sesakit apa?
"Tania ya..."
"Hmm?"
"Aku sudah menderita selama ini. 5 years ago was the darkest day in my life. Ibuku, ayahku, dan adikku meninggal di hari yang sama. It was a huge earthquake, aku terhimpit lemari dan tidak bisa bergerak sama sekali. Mereka bertiga berusaha membantuku agar terlepas ditengah gempa yang masih mengguncang itu. Tapi disaat itu juga mereka dihantam pilar rumah kami, lemari syaland itu malah melindungiku dari timpaan pilar itu."
Hati Tania sudah kepalang sakit melihat tampilan pria yang sedang bercerita ini, air matanya mengalir begitu derasnya. Ternyata sakit sekali.
"Waktu itu sedang ada pembuatan bangunan disamping rumah kami. Tepat setelah semua keluarga ku celaka, gempa itu berhenti, dan mesin konstruksi dari luar terdengar, sepertinya mereka lanjut bekerja setelah gempa. Aku sudah berteriak sekuat tenaga sampai suara ku habis pun tidak ada yang mendengar, tidak ada bantuan. Aku melihat darah mereka sedari tumpah sampai mengering, dan bantuan datang keesokan harinya. Aohhh... jinjjja... ", Joon Young mengusap air matanya kasar.
"Jika saja aku lebih kuat sedikit, mereka tidak perlu membantuku. Jika saja aku berteriak sedikit lebih keras lagi, mungkin aku bisa menyelamatkan mereka, Taniaya." Tangis Joon Young yang kini sudah berpindah ke pelukan Tania.
"Sejak hari itu aku menjauhi keramaian dan kebisingan, dan orang-orang mulai menganggapku aneh. Lalu aku pindah ke Westminster dan menjadi dokter obgyn disana. Traumaku perlahan berkurang, aku dekat dengan seorang wanita hamil yang tidak punya suami dan namanya Betania Oliver, atau Tania .."
Deg, ada hati yang mencelos mendengar kejujuran itu.
"Sampai akhirnya tiga tahun kemudian aku benar-benar gagal. Dia kembali pada suaminya, dia bahkan tidak pernah merespon berlebihan selama tiga tahun itu, hanya aku saja yang berharap. Aku yakin kali ini adalah closure. Dan memutuskan untuk memulai lagi hidupku yang baru di sini. Seleste Ville.
Until I found a short tiny girl, she jumped to cover me, closed my eyes and ears, she offered the warmth first, dan perlahan lukaku mulai sembuh lagi."
Mata Tania berkaca-kaca mendengar kejujuran itu, tapi ia tidak bisa bohong ada sengatan cemburu di hatinya tentang cerita Tania yang lain itu.
"Like this?", tanya Tania mempraktekkan seperti yang dulu ia lakukan di awal pertemuan. "Joon Youngah, semua yang terjadi bukan salah kamu. Ayah, ibu dan adik kamu pasti merasa bersalah lebih dari kamu, kalau kamu begini terus. Kamu tumbuh dan hidup dengan baik. Kamu sudah sejauh ini. Stop semua penyesalan kamu yang gak berdasar itu. Moving on Joon Youngah. Ayo, kamu bisa."
Joon Young mendekat, Tania jelas melihat air mata yang tadi mengalir itu perlahan mengering. Manik mereka beradu. Tanpa permisi, Joon Young mendekat dan benar-benar menempelkan bibirnya ke bibir merah Tania dengan lembut, seolah memberi kenyamanan ralat mencari kenyamanan.
"Aku benar-benar suka kamu Tania ..."
.
.
.
Tbc ... 💜