NovelToon NovelToon
CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Leova Kidd

Guliran sang waktu mengubah banyak hal, termasuk sebuah persahabatan. Janji yang pernah disematkan, hanyalah lagu tak bertuan. Mereka yang tadinya sedekat urat dan nadi, berakhir sejauh bumi dan matahari. Kembali seperti dua insan yang asing satu sama lain.

Kesepian tanpa adanya Raga dan kawan-kawannya, membawa Nada mengenal cinta. Hingga suatu hari, Raga kembali. Pertemuan itu terjadi lagi. Pertemuan yang akhirnya betul-betul memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya. Pertemuan yang membuat kehidupan Nada kosong, seperti hampanya udara.

Lantas, bagaimana mereka dapat menyatu kembali? Dan hal apa yang membuat Nada dibelenggu penyesalan, meski waktu telah membawa jauh kenangan itu di belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leova Kidd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa yang Lebih Terluka?

 

Tidak ada cinta yang tak disertai kesakitan. Tidak ada harapan yang tak diikuti kekecewaan. Semua berdampingan dan saling terhubung satu sama lain. Manakala manusia memiliki ekspektasi tinggi terhadap sesuatu, dia harus siap menanggung kecewa apabila kenyataan tak sesuai dengan apa yang dibayangkan.

Pada saat berharap Raga tidak berubah sikap setelah peristiwa tersebut, aku sadar itu merupakan harapan yang egois. Mustahil dia tidak sakit hati. Minimal akan timbul rasa canggung di antara kami. Sehalus apapun caraku menyampaikan jawaban, semanis-manisnya sebuah alasan, yang namanya ditolak pasti sakit. Maka wajar jika setelah hari itu dia menghilang.

Aku berusaha menghargai sikap yang Raga ambil. Mungkin memang butuh waktu untuk menenangkan diri. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk langsung bersikap wajar setelah dikecewakan, meski dia berjanji untuk itu sekalipun. Pasti butuh perjuangan untuk mengembalikan keadaan.

Jika ditanya rindukah kepada dia? Demi Tuhan aku sangat rindu! Ada sebuah hati yang sebetulnya meminta untuk ambil sikap agar dia kembali. Namun, kuatnya prinsip meluluhkan ego. Aku memang tidak siap menjadi seseorang yang lebih dari sahabat untuk Raga. Jika menghubunginya pada saat itu, dan memaksa dia untuk bersikap seperti biasa, aku khawatir justru akan menambah dalam luka hatinya.

Ego lelaki itu sangat tinggi. Ketika perasaannya mendapat penolakan, mungkin dia bisa dengan cepat mencari pengganti. Apalagi cowok seperti Raga. Tinggal pilih dan tunjuk, pasti dapat. Namun, gengsi sebagai lelaki susah diobati. Bisa jadi, dia malu kepada kawan-kawannya. Makanya memilih untuk menjauh dari aku supaya egonya tidak terkalahkan.

Ironisnya, begitu Raga raib Kevin dan yang lain pun ikut menghilang. Padahal, Kevin adalah alasan di balik penolakan yang kuberikan. Namun, akibat penolakan tersebut, aku harus kehilangan dia.

Siapa yang sebenarnya lebih terluka?

 

🍁🍁

 

Aku tertatih menata hari. Kehilangan mereka menjadi pelajaran tersendiri. Sekuat-kuatnya hati, pasti akan patah jika bertemu harapan yang bertepuk sebelah tangan. Wajar, Raga tak mau bertemu aku. Membencipun akan kuanggap sebagai kewajaran.

Tak ubahnya seperti orang sedang patah hati, aku tak ada minat sedikitpun untuk dekat dengan lawan jenis, terlebih dalam urusan asmara. Seleraku naik level. Setiap didekati oleh kawan lelaki, perbandingan pertama yang aku ambil adalah Raga dan Kevin.

Tentu saja berat. Cowok-cowok di luar sana yang setara dengan mereka, tidak mungkin berselera melihatku. Sedangkan cowok yang mendekatiku, tentu saja tak ada yang setara dengan mereka.

Benar-benar kunikmati masa kesendirian tersebut. Aku sengaja menjaga diri dari yang namanya jatuh cinta. Di luar kegiatan belajar, waktuku habis untuk bersenang-senang bersama kawan sekolah.

Aku memiliki teman satu kelas bernama Tami. Kami akrab karena merasa satu frekuensi. Hobi sama, kesukaan sama. Selain gemar membaca, kami juga menyukai musik. Bersama dia, aku sering ikut jumpa fans artis ibukota. Kebetulan Mama Tami bekerja di Madiun dan tinggal di Jalan Kalimantan, samping Pasaraya Sri Ratu.

Oleh sebab itu, kami sering jalan-jalan ke mal tersebut. Nongkrong, baca buku di Gramedia, kadang makan di Kafe 77 juga—satu hal yang sebetulnya menyiksa sebab mengingatkanku kepada luka tentang Raga. Kadang aku berpikir konyol, berharap bisa berjumpa Raga atau kawannya ketika berada di sana. Aku rindu. Anehnya, mereka benar-benar hilang bagai ditelan bumi.

Pun ketika suatu saat Tami mengajak pergi mengunjungi saudaranya di Jalan Cendrawasih. Aku melewati depan gang rumah Kevin, lewat di depan rumah Raga juga. Penuh debar aku berharap bisa bertemu mereka. Namun, jangankan bertemu, bayangan saja tak pernah kulihat.

 

 🍁🍁

 

Beberapa bulan menjelang kenaikan kelas, aku memiliki kesibukan baru. Kali ini tidak berkaitan dengan musik, bukan kegiatan baca tulis juga. Ada salah satu teman mengajakku ikut lomba. Namanya Lomba Lintas Alam Kebut Tujuh Bukit Pacitan. Sesuai dengan namanya, kegiatannya tentu saja berlangsung di daerah Pacitan. Klub Pencinta Alam SMA Negeri 1 Pacitan yang bertindak sebagai penyelenggara.

Dari situlah, aku dan beberapa teman bergabung dalam sebuah organisasi pencinta alam—di luar sekolah. Ini merupakan kegiatan yang membuatku lumayan sibuk pada setiap weekend. Kesibukan yang akhirnya bisa mengurangi beban otak untuk memikirkan lima pemuda yang menghilang dari kehidupanku.

Setiap Minggu aku aktif bersama kawan-kawan mengikuti Lomba Lintas Alam di luar daerah. Malang, Blitar, Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Jombang, Mojokerto, Pacitan, Magetan, Nganjuk, Caruban, dan beberapa lokasi lain. Kami berangkat Sabtu sore, lalu pulang Minggu malam. Jika kemalaman di jalan, pulang Senin pagi.

Menginap di Basecamp yang kebetulan dekat dengan gedung sekolah sudah bukan hal asing. Berangkat sekolah dari sana ramai-ramai jalan kaki. Sebab itulah, setiap Sabtu kami menyiapkan seragam untuk hari Senin, dan ditaruh di Basecamp. Untuk jaga-jaga kalau terlambat pulang dari luar kota.

Kegiatan ini betul-betul menguras waktu, pikiran, dan tenaga. Aku seakan tidak memiliki kesempatan untuk mengingat hal lain. Terlebih di sana bertemu banyak kawan baru, pergaulan semakin meluas, tidak terbatas pada teman sekolah atau yang seusia saja. Mahasiswa, pekerja—dengan berbagai macam profesi, yang masih lajang maupun sudah berumah tangga, semua ada dalam komunitas tersebut.

Suatu hari, beberapa teman mengajak ke Kampus Universitas Merdeka Madiun guna mengikuti kompetisi wall climbing. Ada salah satu teman yang jadi peserta, dan kami ke sana selaku supporter. Dua cowok dan lima cewek.

Peristiwanya pada awal Agustus 2002. Aku ingat betul karena baru saja melewatkan sweet seventeen. Ulang tahun ke-17 yang terasa spesial karena dirayakan dengan tidak lumrah.

Untuk pertama kali dalam hidup, aku mengalami yang namanya ‘penyiksaan’. Disiram tepung, diceplok telur, diguyur es kelapa, dan berbagai benda lain sebagai tanda perayaan. Kebetulan waktu itu ada Lomba Lintas Alam di daerah Sawoo, Ponorogo. Teman-teman dari Mojokerto yang mencetuskan ide tersebut.

Mengesankan sekali sebab dalam perjalanan pulang, sukses menjadi tontonan orang satu bus. Bagaimana tidak? Sekujur badan bau amis, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Yang lebih lucu lagi, malam itu mereka—para tersangka yang sudah mengerjai aku, menginap di rumahku sebab kemalaman di Madiun. Sontak dengan gaya manja ala anak kecil, aku mengadu pada Ibu di hadapan mereka semua. Tentu saja sikap tersebut menjadi bahan tertawaan mereka yang usianya memang jauh di atasku.

Kembali ke hari itu di Kampus Unmer, Aditya—salah satu teman—mentraktir kami makan siang. Seingatku dalam rangka merayakan ulang tahun dia. Awalnya aku yang dikeroyok, ditagih traktiran. Entah bagaimana ceritanya, jadi Aditya yang nraktir.

Sejak awal memasuki kantin, aku sudah deg-degan. Perasaanku mulai tak nyaman begitu sadar kantin yang ditunjuk Aditya adalah kantin milik ibunya Taufik. Padahal, di kampus tersebut terdapat beberapa kantin yang berjejer. Entah kenapa, si Aditya mengajak ke kantin tersebut.

Di situlah, setelah nyaris satu tahun kehilangan, aku kembali menemukan jalan komunikasi dengan Raga. Ketika hendak keluar dari kantin, aku berpapasan dengan Taufik yang baru datang. Setelah sempat sama-sama terkejut, pemuda itu mengajakku kembali masuk, lalu kami mengobrol panjang hingga senja menjelang.

“Raga dan yang lain mau kuliah di Surabaya.” Satu kalimat yang Taufik ucapkan, membuat harapanku serasa porak-poranda.

Surabaya!

Kota metropolis di Jawa Timur yang pastinya banyak menawarkan hal-hal baru dan lebih mengesankan dibanding Madiun. Kota terbesar kedua di Indonesia, yang pada waktu itu aku sendiri belum pernah memijak tanahnya.

Ya Tuhan! Terasa semakin jauh kesenjangan yang menyekat kami—aku dan Raga. Ketika mendengar Taufik bercerita, yang terpikir hanya dia. Sedikit pun tak ada bayangan Kevin. Entah hilang ke mana perasaanku untuk cowok itu? Mungkin waktu telah menghapusnya. Atau mungkin perasaanku ke dia memang hanya kekaguman semata.

“Kapan berangkat, Fik?” Suaraku patah.

“Mungkin pertengahan, kalau nggak akhir bulan ini.”

“Kamu nggak ikut?”

Taufik tersenyum. “Kalau aku ikut, siapa yang bantuin Mamak. Kasihan adik-adik.”

Aku menatap pemuda di hadapanku dengan wajah sedih. Sedih memikirkan nasibku, sedih pula mendengar jawaban dia.

“Kampus mana, Fik? Unair?” Sedikit memaksa, kulengkungkan bibir untuk membentuk sebuah senyum. Tidak enak juga memasang wajah mengenaskan di depan sahabat yang lama tidak bersua.

“UPN.”

“Aku pengen ketemu Mas Raga. Setidaknya sekali lagi sebelum dia berangkat.”

“Nanti aku sampaikan. Berkali-kali juga boleh kok, Nad. Raga pun pasti seneng,” kilahnya sambil tertawa kecil.

“Makasih, Fik. Tolong bilang, aku kangen. Kenapa lama sekali kasih hukumannya?”

Dahi cowok berwajah lugu itu mengernyit. “Hukuman? Hukuman apa?”

Aku menunduk, menyeruput es di hadapanku. Sejenak kemudian, kupandangi sosok sahabat baikku tersebut.

“Dia nggak cerita sama kalian?”

“Nggak ada.”

“Lalu? Kalian nggak bertanya-tanya, kenapa tiba-tiba diajak menghilang dari hidup aku?”

“Kata Raga, Nada belum siap. Belum waktunya. Nanti kalau sudah siap, kita sama dia lagi. Begitu dia bilang. Aku juga nggak paham apa maksudnya.”

Senyum tipisku mengembang.

“Sebetulnya ada apa sih, Nad?”

“Persis yang Mas Raga bilang. Aku memang belum siap.”

Taufik meringis seraya menggaruk ujung kepala yang aku yakin sebetulnya tidak gatal.

“Ternyata benar, Fik. Kita tidak akan merasa memiliki sebelum kehilangan.”

“Tapi waktu kami menghilang, kamu tidak peduli. Nggak ada usaha sama sekali untuk mencari tahu. Segitu tidak pentingnyakah kami?” Tiba-tiba Taufik mengajukan pertanyaan aneh.

“Ada alasannya aku tidak mencari kalian. Sebetulnya pun pernah coba nyari. Tapi, mungkin takdirnya belum ketemu.”

“Kapan? Di mana? Kamu nelepon Raga aja nggak pernah.”

“Nggak berani, Fik.” Aku memamerkan deretan gigiku yang berjajar rapi seperti peserta upacara.

“Coba sebutkan satu saja alasan yang aku bisa paham.”

Sesaat, aku diam. Haruskah bercerita tentang alasan kenapa Raga menghindariku? Raga saja merahasiakan hal itu dari kawan-kawannya. Bukankah tidak etis jika aku menyampaikan sesuatu yang Raga ingin simpan?

Haruskah aku mengatakan tentang perasaan terpendamku kepada Kevin? Haruskah menyampaikan tentang rasa rendah diri yang aku rasakan setiap kali berada di sebelah Raga? Ah, kurasa tak perlu. Atas alasan apa pun, tetap saja aku yang akan terlihat bersalah.

“Kasihan Raga. Akhir-akhir ini dia kacau, Nad. Aku tidak tahu penyebab persisnya apa. Yang aku tahu hanya... dia suka sama kamu, dan perasaannya tak terbalas. Itu pun Ronald yang bilang padaku. Selama aku kenal Raga, cuma ke kamu dia sejauh ini. Raga itu biasa cuek ke perempuan.”

Senyum manisku berubah masam. Ada pedih yang mengiris di sudut hati. Tak ada yang tahu bahwa ketika menyakiti Raga, aku pun ikut sakit. Tak ada yang tahu, melihat luka di sepasang mata Raga itu sangat menyiksa. Semua yang kulakukan, yang mungkin mematahkan hatinya, sejujurnya juga mematahkan hatiku.

Tak ada yang tahu.

 

🍁🍁

 

 

 

1
leovakidd
👍
Mugini Minol
suka aja ceritanya
leovakidd: masya Allah, makasih kakak 😍
total 1 replies
Kiran Kiran
Susah move on
leovakidd: pasukan gamon kita
total 1 replies
Thảo nguyên đỏ
Mendebarkan! 😮
leovakidd: Thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!