NovelToon NovelToon
Permainan Terlarang

Permainan Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Pembantu / Pembaca Pikiran
Popularitas:15.6k
Nilai: 5
Nama Author: Alim farid

**Sinopsis:**

Luna selalu mengagumi hubungan sempurna kakaknya, Elise, dengan suaminya, Damon. Namun, ketika Luna tanpa sengaja menemukan bahwa mereka tidur di kamar terpisah, dia tak bisa lagi mengabaikan firasat buruknya. Saat mencoba mengungkap rahasia di balik senyum palsu mereka, Damon memergoki Luna dan memintanya mendengar kisah yang tak pernah ia bayangkan. Rahasia kelam yang terungkap mengancam untuk menghancurkan segalanya, dan Luna kini terjebak dalam dilema: Haruskah dia membuka kebenaran yang akan merusak keluarga mereka, atau membiarkan rahasia ini terkubur selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alim farid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23

Rapat darurat itu berlangsung dalam suasana yang tegang dan penuh ketidakpastian. Semua pegawai kembali berkumpul di ruang rapat utama, menantikan keputusan yang akan menentukan masa depan mereka di perusahaan AM. Saat pemberitahuan datang bahwa permintaan maaf mereka telah diterima dan kerja sama dengan mitra bisnis tidak dibatalkan, atmosfer tegang itu seketika berubah menjadi kelegaan. Keputusan ini berarti ancaman pemecatan yang mengancam dari pemilik perusahaan yang berkuasa berhasil dielakkan.

damon, dengan nada tegas dan penuh wibawa, memberikan instruksi yang tak terbantahkan. "Jangan sampai kesalahan ini terulang lagi. Periksa setiap detail pekerjaan kalian sebelum turun ke lapangan. Ini adalah peringatan untuk semua, terutama kalian yang menjadi ketua tim. Paham?" Suaranya mengalun dengan otoritas yang tak bisa ditawar, membuat semua orang mengangguk setuju tanpa kecuali. Namun, di antara semua yang ada di ruangan itu, hanya angel yang tampak mengangguk setengah hati. Pandangan dingin damon yang seakan menyalahkannya sebagai penyebab kesalahan hampir membuatnya kehilangan ketenangan.

Tatapan tajam damon kemudian beralih ke luna, gadis muda yang sejak awal hanya menunduk. Dia tampak jauh dan tidak fokus, membuat damon semakin memperhatikannya dengan intensitas yang lebih dalam. "Baiklah, kalian semua boleh pulang," ucap damon akhirnya, membubarkan rapat dengan nada yang lebih tenang. Satu per satu pegawai mulai meninggalkan ruangan, kecuali luna yang masih duduk terpaku, seolah-olah tidak menyadari bahwa ruangan itu sudah hampir kosong. angel, yang tampak ragu-ragu, masih berdiri di sudut ruangan, ingin berbicara dengan damon namun terlihat ragu. Sayangnya, perhatian damon tidak tertuju padanya, melainkan sepenuhnya kepada luna, gadis magang yang entah bagaimana caranya berhasil menarik perhatiannya.

angel merasa tidak nyaman, kebencian yang ia rasakan semakin mendalam. Tamparan yang ia berikan kepada luna sebelumnya terasa belum cukup untuk melampiaskan ketidaksukaannya. damon kemudian memecah kebekuan itu, menatap angel dengan dingin dan penuh makna. "Kau belum pergi?" tanyanya dengan nada dingin yang memaksa angel untuk akhirnya beranjak pergi. Namun, sebelum meninggalkan ruangan, angel memberikan tatapan penuh kebencian terakhir kepada luna, seolah mengisyaratkan bahwa masalah di antara mereka belum selesai.

Kini, di dalam ruangan itu hanya tersisa damon, luna, dan sandra. "sandra, kau bisa pulang dulu. Aku akan mengantar luna pulang nanti," ucap damon, suaranya terdengar tegas namun tetap lembut. sandra, yang tahu betul hubungan antara damon dan elise, serta menyadari bahwa luna adalah adik ipar damon, hanya mengangguk pelan. "Baiklah, aku akan pulang dulu," katanya sambil meninggalkan ruangan.

Setelah sandra pergi, damon mendekati luna yang masih terdiam dengan pandangan kosong. Perlahan, dia menarik kursi dan duduk di samping gadis itu, menyadari ada sesuatu yang salah. "Hei..." bisiknya lembut, mencoba menarik perhatian luna. damon tahu, gadis itu mungkin merasa bersalah atas insiden yang hampir merugikan perusahaan, meskipun dia juga tahu bahwa kesalahan tersebut bukan sepenuhnya tanggung jawab luna. Dia hanya menjalankan perintah dari atasannya.

"Ada apa? Lihat aku," damon berbicara dengan nada lembut namun mendesak. Ketika luna tidak merespons, damon dengan lembut menyentuh dagunya, mengarahkan wajahnya agar mereka saling bertatapan. Saat itulah damon melihat bekas merah di pipi luna, dan rahangnya mengeras seketika. "Siapa yang menamparmu?" tanyanya dengan nada rendah namun penuh emosi yang tertahan. luna mencoba memalingkan wajahnya, tetapi damon tidak memberinya kesempatan untuk menghindar.

"Jawab aku, luna," desaknya, kali ini suaranya terdengar lebih tegas dan penuh otoritas. Tangan damon yang kuat namun lembut menangkup wajah gadis itu dengan sentuhan yang penuh kepastian.

"Tidak ada... Aku tidak sengaja menabrak dinding di toilet tadi," jawab luna dengan suara gemetar, namun jelas berbohong. damon tidak mudah tertipu oleh alasan yang tak masuk akal itu.

"Jangan coba-coba berbohong padaku. Itu jelas bekas tamparan. Katakan siapa yang melakukannya," desak damon lagi, kini nadanya semakin serius dan menuntut kejujuran. Dia tahu betul, hanya orang yang sangat naif yang akan percaya pada alasan gadis itu.

"Apa angel yang melakukannya?" damon mulai menebak-nebak, dan diamnya luna semakin menguatkan dugaannya. angel adalah satu-satunya orang yang cukup berani untuk melakukan hal semacam itu, merasa dirinya tak tersentuh karena dukungan dari ibunya. Tapi jika angel berpikir damon akan terus tunduk pada kehendak ibunya, dia salah besar. Sebelumnya, damon hanya mengalah karena tekanan yang kuat, tetapi sekarang dia tidak akan segan-segan memecat angel jika dia berani macam-macam, apalagi mengganggu kehidupan pribadinya dengan gadis yang disayanginya.

damon menyingkirkan amarahnya untuk saat ini, fokusnya adalah menghibur luna terlebih dahulu. "Ayo berdiri, aku akan mengajakmu ke suatu tempat," katanya sambil menarik lembut pergelangan tangan luna, membimbingnya keluar dari ruangan. luna mengikuti tanpa perlawanan, kelelahan fisik dan emosional yang dialaminya sepanjang hari membuatnya tidak ingin melawan.

***

Mereka tiba di sebuah taman hiburan yang ramai, dipenuhi orang-orang dari berbagai usia yang datang untuk bersenang-senang. Tempat itu semakin hidup menjelang malam, dengan lampu-lampu berwarna yang menyala, menciptakan suasana meriah. Wajah luna yang tadinya murung perlahan-lahan mulai menunjukkan senyuman. Tempat seperti ini memang selalu menjadi favoritnya sejak kecil. Melihat luna mulai ceria kembali, damon merasa lega. Keputusannya untuk membawa gadis itu ke sini ternyata tidak salah.

"Suka?" tanya damon, sambil memandang luna dengan penuh harap. Gadis itu menoleh dan memberikan senyum lebar, seakan melupakan segala beban yang tadinya menggelayut di hatinya. "Aku ingin naik itu!" serunya tiba-tiba, menunjuk ke arah roller coaster dengan semangat seperti anak kecil.

"Kau yakin?" damon bertanya ragu, matanya mengikuti arah yang ditunjuk luna. Roller coaster itu terlihat cukup ekstrem, dan meski damon tidak takut pada banyak hal, wahana semacam ini bukanlah favoritnya. Tapi luna mengangguk dengan penuh keyakinan, membuat damon tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan gadis itu.

Mereka mengantri untuk membeli tiket, sementara damon terus memperhatikan wajah-wajah orang yang baru saja selesai naik roller coaster. Raut muka mereka yang pucat dan teriakan histeris mereka selama di wahana membuat damon semakin ragu. "Kau benar-benar mau naik ini?" damon memastikan sekali lagi, dan luna kembali mengangguk mantap. Akhirnya, damon menyerah dan menyerahkan tiket mereka pada petugas.

Beberapa saat kemudian...

"Hoek... Hoek..." damon mencoba menahan rasa mualnya setelah turun dari roller coaster. Sementara itu, luna memijat tengkuknya dengan penuh perhatian sambil menahan tawa. Ini adalah pertama kalinya luna melihat damon, pria yang selalu tampak kuat dan tak kenal takut, terlihat begitu tidak berdaya. Teriakan damon selama di wahana tadi masih terngiang di telinga luna, membuatnya tertawa geli. Andai saja dia sempat merekam kejadian itu, pasti video tersebut akan menjadi viral di dunia bisnis. Sayangnya, momen itu tidak terekam.

Sekarang luna tahu mengapa damon berkali-kali memastikan apakah dia yakin ingin naik roller coaster. Ternyata, damon sendiri yang sebenarnya takut. Lagi-lagi, luna tertawa kecil, perlahan-lahan melupakan masalah di kantor dan tamparan yang diterimanya.

"Seharusnya Kak damon jujur saja kalau takut naik roller coaster, biar aku pilih wahana lain," canda luna dengan senyum yang masih mengembang. Perkataannya membuat damon menoleh dengan tatapan tajam, jelas tidak terima dibilang takut. Namun luna hanya bisa berdeham dan menunduk, menyadari bahwa dia mungkin sudah bicara terlalu banyak. Dia tidak ingin memperpanjang masalah.

"Mm, Kakak tunggu di sini sebentar, aku mau beli sesuatu," ucap luna kemudian, berlari kecil menuju warung terdekat.

damon menghembuskan napas lega, lalu duduk di bangku taman. Pandangannya terus mengikuti gerak-gerik luna di kejauhan. Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat luna membeli minuman. Apakah minuman itu untuknya? damon berharap demikian.

"Aku beli teh hangat, Kak damon minum dulu biar mualnya berkurang," luna kembali membawa secangkir teh hangat. damon menerimanya dengan senyum di wajahnya, hatinya menghangat. luna memang perhatian, lebih dari yang dia kira.

"Terima kasih. Karena kamu sudah menghiburku malam ini," ucap

1
Endang Yusiani
mirip-mirip
Alim Farid: apanya mirip"kak
total 1 replies
Debby Tewu
lanjut ceritanya
Debby Tewu
lanjut dong veritanya
Divana Mareta
lanjut thor...
Subrianti Subrianti
Luar biasa
Alim Farid: makasih kakak 🙏🙏🙂
total 1 replies
bb_yang_yang
Yuk, thor, update secepatnya! Pembaca mu sudah tidak sabar lagi. 😍
Jock◯△□
Ganti tanggal jadi sekarang ya thor!
Asnisa Amallia
Gimana ceritanya bisa sehebat ini? 😮
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!