Riana, seorang CEO wanita yang memegang kendali beberapa perusahaan, bertemu dengan Reyhan, anak muda yang masih sangat....sangat idealis, dengan seribu satu macam idealisme di kepalanya, pada sebuah pesta ulang tahun anak Pak Menteri. Keduanya harus berhadapan dengan wajah garang ibu kota dan menaklukkan ganasnya belantara Jakarta dengan caranya masing masing. Bisnis, intrik dan perasaan bergulung menjadi satu. Mampukah keduanya? Dan bagaimanakah kelanjutan kisah diantara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 : CLARA
Kegilaan Riana benar benar tidak ada taranya di mata Clara. Sungguh tidak masuk akal, dua mega proyek pemerintah yang sudah ada PO atau Purchase Order justru mau dikembalikan. Justru oleh kontraktornya. Padahal banyak perusahaan berlomba lomba mendapatkan PO dari pemerintah. Karena kalau ada proyek yang sudah dibuatkan PO itu ibarat makanan lezat sudah di depan mulut. Tinggal mengangakan mulut saja.
Pemberitaan koran gosip itu, walaupun tidak berdampak apa apa terhadap proyeknya, membuatnya berpikir ulang untuk tidak melanjutkan proyek tersebut. Padahal sebelum adanya berita itu, ia juga tahu bahwa proyek itu bisa bisa kembali ke tangannya karena surat Reyhan kepada Diandra. Tapi setelah pemberitaan itu, Riana justru merasa menerima belas kasihan. Ia tidak mau dikasihani, ia mau berusaha dengan kemampuannya sendiri. Untung kemarin kemarin nya Malik menggebu gebu menyambut kembalinya proyek tersebut dan Riana sudah terlanjur memaparkan progres proyek proyek tersebut kepada Pak Wirata untuk dilaporkan kepada Pak Menteri. Sehingga tidak mungkin baginya untuk mundur begitu saja dan mengembalikannya ke Pak Menteri. Tentu akan membuat Pak Menteri marah besar. Jadi ia cuma bisa mundur sebagai CEO di perusahaannya dan menyerahkan pengelolaannya kepada Malik Setiabudi. Keuntungan akan tetap masuk ke perusahaan, tapi gaji puluhan juta serta deviden bagiannya akan menguap begitu saja.
Proyek proyek dalam negeri memang biasanya setor dulu berapa persen. Akan tetapi pada akhirnya tetap menguntungkan. Perusahaan Riana juga sudah mengeluarkan modal lumayan besar. Bila ia mengembalikan proyek tersebut, selain membuat marah Pak Menteri, juga akan merugikan perusahaannya, tempat Malik dan beberapa Direksi lainnya menggantungkan hidupnya. Ia tentu tidak boleh egois, tapi ia juga tidak mau dianggap menerima proyek tersebut karena pengaruh Reyhan. Egonya merasa bahwa ia memenangkan proyek tersebut karena pertolongan Reyhan. Itu yang Riana tidak mau.
Salah satu mega proyek yang ditangani adalah pengapalan barang barang Kementerian dari Amerika Serikat dan China selama beberapa bulan. Kalau sebuah proyek ada hubungannya dengan barang atau perusahaan luar negeri, fuuuiiii, tinggal menggoyang kipas. Duit di bank bisa dengan cepat naik berlipat kali ganda. Segala sesuatu diurus oleh perusahaan dari negeri asing. Tinggal buka LC (Letter of Credit) dan berikan nomor rekening bank, maka bagian kita akan masuk di dalamnya. Jaminan pembayarannya pasti dan tepat waktu alias tidak molor. Maka tidak heran bila ada perusahaan besar yang bertambah besar dalam waktu sekejab mata. Dari tujuh belas perusahaan Clara, tiga belas diantaranya karena itu.
Ini yang membuat Clara seperti kebakaran bulu ketek melihat sikap adiknya. (Kalau cowok, lebih tepat kebakaran jenggot). Rejeki di depan mata dan segede gunung mau dikembalikan. Untung masih tertahan oleh rasa tanggung jawab terhadap anak buahnya. Coba kalau kemarin Malik tidak ikut ikutan menyelidiki ke Angkasa Bersuara, sudah pasti proyek tersebut akan dikembalikan oleh adiknya. Memang tidak akan berpengaruh terhadap tabungannya, tapi mau disadarkannya adiknya, agar lain kali tidak hanya mengikuti ego tapi mengikuti kata otaknya. Otak seorang pengusaha sukses yang telah dirintis oleh ayahnya.
Saat ini situasi dunia kontrak mengontrak di bidang bisnis sedang kacau. Proyek proyek Clara yang dijadwalkan kembali cukup menggerogoti modal utama. Setiap proyek pasti sudah mengeluarkan dana awal yang cukup besar. Kalau sampai dijadwalkan kembali atau di tunda untuk jangka waktu yang belum pasti, berarti berpotensi kehilangan keuntungan. Investasi awalnya ditanggung siapa? Bukan berarti Clara menjadi miskin karena itu, akan tetapi sebagai seorang eksekutif wanita tingkat tinggi, se rupiah pun menjadi pikiran.
Dalam situasi seperti ini, kok tega teganya Riana mundur dari jabatannya dan melepaskan proyek tersebut kepada bawahannya. Yang lebih kampungan, menurut Clara, ternyata alasan pengunduran diri Riana semata mata karena proyeknya mungkin berhasil karena ada nama seseorang. Yaitu Reyhan!
Berdenyut denyut kepala Clara.
Di dunia ini, yang namanya proyek, kalau mau berhasil ya pasti karena nama seseorang. Tidak perduli kenal kopral atau jenderal. Tidak perduli lantaran Pak Menteri atau cuma kelasi. Bila perlu merayu koki yang masak agar tahu selera majikannya. Itu yang disebut negosiasi menurut persepsi Clara.
Mana ada proyek yang berhasil model menjajakan koran dan majalah di pinggir jalan? Kita tidak kenal siapa penjualnya tapi mau membeli?
Itulah sebabnya perlu lobi. Perlu acara makan siang atau makan malam bersama. Perlu mengumbar banyak senyum. Perlu berbaik baikan, hanya untuk bisa tahu kemauan dan dengan tepat menembak sasaran.
Jauh sebelum mengikuti tender, ia sudah bersiap siap melakukan lobi lobi. Departemen ini dan itu, berapa anggaran untuk ini itu. Untuk tahu angka ini saja sudah harus mengeluarkan ekstra macam macam. Ya dana, ya tenaga, ya risiko. Lalu prosedur resmi, mengajukan ini dan itu, berikut pasang harga. Itupun masih harus menunggu dengan berdebar debar, jangan jangan kena salip lawan usaha.
Masalahnya, walaupun kita punya hubungan yang kuat dengan orang dalam, punya penasehat atau komisaris yang berpangkat tinggi, masih bisa lewat juga. Karena perusahaan lain juga pasti punya kartu as semacam itu.
Clara pernah mengalami hal seperti itu dan sakit hatinya belum hilang sampai sekarang. Atau bahkan mungkin sampai ia punya cucu nanti.
Proyek membuat bendungan besar sudah sampai tahap tinggal memutuskan, tahu tahu batal karena perusahaan lain yang tidak diperhitungkan masuk. Perusahaan lain itu dikuatkan oleh saudara kandung, se ayah - se ibu, se nenek - se kakek, dengan yang dipakai. Mana bisa menang? Padahal uang yang keluar sudah cukup besar.
Clara memang menjadi emosi. Padahal tidak ada hubungan dengan dirinya kecuali hubungan kakak adik, hubungan keluarga. Ia ceritakan semua kepada ayahnya. semua uneg uneg ditumpahkan. Seolah olah ayahnya tidak pernah tahu bagaimana liku liku dunia bisnis yang justru dirintis olehnya.
Tapi apa mau dikata? Ayahnya cuma mendengarkan. Diam saja. Tidak mengeluarkan sepatah kata. Bahkan satu huruf pun tidak ada. Clara belum tahu bahwa ayahnya penggemar acara Kosa Kata Angkasa Bersuara yang dibawakan oleh Reyhan. Bahwa ayahnya yang jarang berkomentar itu sudah beberapa kali memuji Reyhan di depan Riana.
"Ria, aku sudah mengenal seribu satu macam kegilaan dalam hidup ini. Tapi yang kamu lakukan ini termasuk jenis lain. Sebaiknya kamu tidak mundur sebagai CEO agar nama perusahaanmu bisa makin berkibar dan namamu makin dikenal. Kelak aku bisa meminta tolong kamu untuk proyek proyek ku. Bukan Malik."
"Mbak, urus saja urusanmu sendiri. Keputusanku sudah bulat. Kalau proyek ini karena Reyhan, aku tetap akan mundur, tidak mau terlibat sekecil apapun. Dan tidak ada namaku yang boleh tercantum dalam menangani proyek ini. Biar ditangani Malik dan Direksi yang lain. Biar pakai nama mereka."
Clara kehabisan akal. Mati kutu!